"Farrel."
Esy menatap lesu Farrel. Membuang napas dan ia melirik pada bungkusan yang dibawa cowok itu.
"Kamu bawa apa?"
Farrel mengangkat tangannya. Tepat di depan wajah Esy hingga cewek itu bisa menghirup aroma lezat tersebut.
"Wah!" kesiap Esy. Sekarang matanya membesar penuh minat. "Nasi uduk depan gang kos kamu."
Farrel tidak perlu menjawab. Pada akhirnya Esy tahu apa yang Farrel bawa untuk dirinya.
"Kamu belum sarapan?"
Esy mengambil alih bungkusan itu seraya menggeleng. Ia memegang perutnya dengan satu tangan.
"Aku emang udah kelaparan dari tadi."
Tuntas mengatakan itu, Esy langsung beranjak. Meninggalkan Farrel di depan pintu. Cowok itu tampak akan bicara, tapi urung ketika dilihatnya Esy telah pergi.
Farrel membuang napas panjang sekali. Melepas sepatu dan memilih masuk, lantas duduk di satu sofa yang tersedia.
Memandang berkeliling, Farrel hanya bisa geleng-geleng kepala. Lantaran keadaan kos Esy yang tampak berantakan.
"Eh, ternyata kamu nggak langsung pulang."
Esy datang nasi uduk yang telah ia sajikan di piring. Ia duduk di satu sofa yang tersedia tanpa lupa menaruh sepiring tahu isi di meja.
"Kamu belum berobat kan?" tanya Farrel. "Ntar abis makan aku antar kamu ke klinik."
Perkataan Farrel membuat suapan Esy tertahan di udara. Wajahnya yang semula semringah gara-gara nasi uduk menjadi hilang seketika. Tergantikan oleh raut tidak enak.
"Kayaknya aku ngerepotin kamu terus ya? Udah ngantarin sarapan, terus ntar kamu ngantarin berobat juga."
Tentu saja Farrel merasa heran. Untuk kategori seorang cewek yang selalu mengekorinya ke mana-mana, bagaimana bisa Esy baru merasa merepotkan Farrel sekarang?
Wah! Farrel hanya bisa geleng-geleng kepala karenanya. Tapi, ia memilih untuk tidak membahas hal tersebut.
"Udahlah. Yang penting kamu cepat sembuh. Dan yang penting kamu harus banyak istirahat."
Esy menaruh sendok di piring. Pada akhirnya ia tidak jadi menikmati suapan pertama. Ia cemberut.
"Gimana mau istirahat? Praktikum semester ini kok kayak kepulauan Indonesia sih?" tanya Esy dengan mata berlinang. "Sambung menyambung menjadi satu."
"Kan aku udah bilangin ke kamu dari awal. Ngambil 10 MK dan 6 praktikum itu nggak gampang. Apalagi kita banyak praktikum lapang," ujar Farrel.
"Soalnya kan aku nggak mungkin nggak ngambil apa yang kamu ambil."
Farrel tidak akan mendebat hal tersebut. Maka ia pun hanya bisa membuang napas panjang.
"Yang penting kamu cepat sembuh deh. Jalani aja sekuat kamu."
Kalau dipikir-pikir, rasanya Esy sudah tidak kuat. Baru dua bulan semester dua berjalan dan ia pikir tulang belulangnya akan rontok dalam waktu dekat. Bukan hanya soal beratnya praktikum yang harus ia jalani, alih-alih malu yang juga harus ia tanggung.
Memang sih. Untuk urusan malu, Esy itu juara 1 untuk kategori tak tahu malu. Tapi, itu kalau berkaitan dengan Farrel. Dengan cacing? Itu lain cerita.
Nyaris hingga sekarang setiap dosen akan tertawa kalau bertemu Esy. Karena berkat kehebohan di lahan praktikum, otomatis semua semakin mengenal dirinya. Bahkan petugas penjaga lahan praktikum pun sampai tahu dan kenal dirinya. Maka jangan heran bila di mana-mana, Esy akan disapa oleh orang yang bahkan ia tidak tahu itu siapa.
Semua gara-gara cacing!
Setiap Esy ingat hal itu, ia pasti kembali kesal. Bagaimana bisa Tuhan menciptakan makhluk kecil yang jijik menggelikan seperti itu?
Kekesalan Esy pun semakin menjadi-jadi kalau ia ingat bagaimana Abid yang malah tertawa, alih-alih membantunya. Dan lalu ketika ia berhasil menyingkirkan cacing itu, eh malah Ryan mengembalikannya.
Esy tidak akan lupa. Ia dan kuda lumping yang kesurupan benar-benar tidak ada bedanya. Ah, sebenarnya Ryan juga sih.
Esy pikir waktu itu ia akan pingsan. Tapi, ternyata adalah cacing itu yang duluan pingsan. Jatuh dari dada Esy dan mendarat di tanah dengan tak berdaya.
Tidak perlu ditanya betapa leganya Esy. Tapi, tentu saja kelegaan itu tidak berlangsung lama. Karena apa yang terjadi membuat petakan kelompoknya menjadi kacau balau.
Beruntung, Ryan merasa bertanggungjawab. Akhirnya ia turut membantu Esy dan Radit.
"Sy?"
Esy mengerjap. Tersadar dari lamunan dan ia mendapati Farrel menatapnya khawatir.
"Kamu pusing? Atau mual?"
Esy menggeleng. "Nggak. Cuma aku penasaran aja," jawabnya seraya membuang napas panjang. "Kira-kira nilai aku semester ini bakal aman nggak ya? Bisa di atas 3 lagi nggak?"
Farrel diam sementara Esy kembali meraih sendoknya. Sejenak terlihat lesu, wajah Esy seketika bersinar tatkala suapan pertama masuk ke mulutnya.
"Nggak usah mikir ke mana-mana dulu. Yang penting kamu belajar aja yang rajin," kata Farrel.
Esy mengangguk. "Aku belajar terus. Tapi, kayaknya otak aku lemot deh."
"Ehm mungkin itu ada kaitannya dengan ini," kata Farrel seraya menunjuk kos Esy. Menyinggung soal keadaan kosnya yang berantakan.
Esy melihat ke sekeliling. Mendapati beberapa benda yang tidak berada di tempatnya. Entah buku, kipas tangan, boneka, atau yang lainnya.
"He he he he."
Esy cengengesan. Berbeda sekali dengan Farrel yang menatapnya tak percaya.
"Kalau keadaan berantakan kayak begini, gimana kamu mau belajar?"
Esy masih cengengesan. "Iya, ntar aku beresin. Ntar abis dari klinik, aku bakal beresin. Tenang aja."
Tenang? Sebenarnya Farrel tidak merasa gelisah kok walaupun Esy tidak membereskan kosnya. Lagipula Farrel tahu bagaimana Esy. Ia bukanlah tipe cewek yang bisa diandalkan untuk beres-beres.
Namun, Farrel dibuat kaget keesokan harinya. Ketika ia menjemput Esy dan mendapati kos cewek itu yang telah rapi.
Esy tersenyum dengan kedua tangan yang membuka di bawah wajah. Matanya berkedip-kedip imut.
"Gimana?" tanya Esy penuh rasa bangga. "Rapi kan?"
Lebih dari rapi. Bahkan lantai itu tampak begitu mengkilap.
"Kalau kamu bisa beres-beres, kenapa kamu biarin kos berantakan selama ini?" tanya Farrel seraya menyerahkan helm pada Esy.
Esy mengenakannya. Enteng, ia menjawab. "Soalnya kamu belum nyuruh aku beres-beres."
Farrel terbatuk ketika Esy justru tertawa.
"Aku nggak percaya kalau semua omongan aku bakal kamu dengarin," kata Farrel.
"Kalau berhubungan dengan menjauhi kamu, jelas aku nggak bakal dengerin. Tapi, kalau yang buat kamu senang, pasti aku dengerin."
Semula Farrel sudah berniat untuk melajukan motornya. Tapi, ucapan Esy memaksa dirinya untuk menarik napas dalam-dalam terlebih dahulu. Lalu barulah mereka pergi ke kampus.
Siap menjalani hari dengan penuh semangat, Esy yakin seratus persen bahwa ia sudah tidak demam lagi. Tapi, entah mengapa ketika Zidan masuk dan mengembalikan tugas Statistika, tubuh Esy mendadak panas dingin lagi.
Esy meneguk ludah. Tubuhnya meriang. Jantungnya berdetak tak nyaman. Dan ketika ia melihat nilai tugasnya, ia merasa langit-langit runtuh.
Astaga! Tapi, Esy berani bersumpah. Bahwa seumur hidup baru kali ini ia mendapatkan nilai 0.
*
bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Farrel! "FIN"
Fiksi RemajaNomor Peserta: 095 Tema Yang Dipilih: Campus Universe Blurb: Untuk urusan keteguhan hati, Esy Handayani dan Farrel Anantara memang nggak ada duanya. Mau lihat buktinya? Bukan lagi setahun atau dua tahun, Esy sudah menyukai Farrel bahkan ketika merek...