(44) 3. Takdir Baik Takdir Buruk, Tetap Saja Adalah Takdir 13

383 62 16
                                    

"Farrel."

Farrel berhenti melangkah. Matanya membesar dan tampak kaget ketika mendapati keberadaan Esy. Tepat di depan matanya. Tepat di ambang pintu ruang delapan.

Pundak Esy bergerak samar ketika si empunya menarik napas dalam-dalam. Ia tersenyum manis. Seolah saat itu baik-baik saja padahal ada denyut tak enak yang membuat nyeri hatinya.

"Kamu udah keluar Rancangan Percobaan?" tanya Esy basa-basi. Pun sama basa-basinya dengan tindakannya ketika melihat ke ruang delapan. Melihat pada mahasiswa yang mulai mengosongkan ruangan tersebut.

Farrel mengangguk dengan salah tingkah. "I-iya. Baru saja keluar. Kamu?"

"Sama," angguk Esy. Ia melihat ke seberang sana. Pada ruang dua belas tepatnya. Ruang tempat ia kuliah tadi. "Aku juga baru keluar kelas Teknologi Benih."

"Oh, Benih."

Satu suara turut menimpali perbincangan Esy dan Farrel. Tak perlu ditanya. Tentu saja adalah Dira orangnya. Cewek yang sepanjang kelas Rancangan Percobaan duduk tepat di sebelah Farrel.

"Berarti kamu jadinya ngambil 2 mata kuliah ke atas ya?" tanya Dira lagi demi memastikan.

Sebenarnya Esy sedang tidak ingin berbicara dengan Dira. Bayangan cewek itu tengah tertawa tatkala duduk di sebelah Farrel membuat suasana hatinya tidak bagus. Tapi, mau tak mau ia tetap mengangguk.

"Iya," ujar Esy pelan. "Soalnya kan aku nggak bisa ambil Rancangan Percobaan."

Esy melirik Farrel. Cowok itu tampak tak bereaksi dengan kata-kata yang baru Esy ucapkan.

"Jadi rugi kalau 3 SKS aku nganggur saja. Pak Zidan bilang Benih nggak terlalu sulit. Seenggaknya nggak ada hitung-hitungan Statistika."

Dira manggut-manggut. Dengan buku yang ia dekap di depan dada, ia lantas berpaling pada Farrel.

"Kalau gitu, aku duluan ya, Rel. Ntar kamu chat aja kalau mau jemput aku di kos."

Bola mata Esy membesar. "J-jemput?" tanyanya dengan nada teramat lirih.

"Sy, aku duluan. Bye."

Dira pun tak lupa berkata pada Esy sebelum ia beranjak dari sana. Meninggalkan Esy dan Farrel berdua saja.

Farrel melirik Esy sekilas. Lalu ia pun mulai melangkah. Ketika ia mendapati Esy berjalan tepat di sebelahnya, ia bertanya.

"Abis ini kamu mau ke mana? Nggak ada jadwal lagi kan?"

"Nggak ada," jawab Esy dengan nada ketus. "Kita itu cuma beda di jadwal Rancangan Percobaan dan Teknologi Benih aja, Rel. Itu pun jadwal mereka sebenarnya sama. Hari dan jamnya sama. Cuma ruangannya aja beda. Jadi ..."

Esy melirik Farrel dengan tajam. Bibirnya pun mengerucut cemberut.

"... jangan ngomong seolah-olah jadwal kita itu beda."

Farrel paham. Berkat Statistika Esy yang gagal maka ia tidak bisa mengambil mata kuliah Rancangan Percobaan semester ini. Alhasil 3 SKS yang tersisa ia gunakan untuk mengambil mata kuliah Teknologi Benih. Itu adalah mata kuliah yang ditawarkan di semester lima.

"Oh ya," lirih Esy kemudian teringat kembali akan perkataan Dira. "Tadi Dira bilang kamu mau jemput dia. Ehm kalian mau ke mana?"

Farrel dan Esy keluar dari gedung kuliah. Mereka langsung menuju pada motor Farrel yang terparkir.

"Pak Zidan ngasih tugas kelompok. Karena akhir-akhir ini perpus sering penuh, jadi rencananya kami mau ngerjain di kos Fajar."

Esy manggut-manggut. Esy tau kalau itu adalah demi tugas kuliah, tapi mengapa ia merasa tidak suka ya?

Farrel! "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang