Ayana masuk ke dalam mobil Andin, setelah menitipkan Al pada bundanya. Perempuan itu tidak jadi membawa Al ke tempat pemotretan, karena Al nanti tidak ada yang menjaga di sana. Setelah Ayana pikir ulang, lebih baik Al main sebentar di rumah bundanya.
Sambil menaruh tas di kursi belakang, Ayana melirik Andin yang menyetir. Wajah Andin terlihat berbinar sekali pagi ini. Berbeda dengan Ayana yang terlihat frustasi. Sampai berulang kali Ayana mengurut dahinya sendiri.
"Kusut banget muka lo. Habis berantem, ya?"
"Enggak," jawab Ayana.
"Terus, muka kenapa ditekuk begitu? Oh, gue tahu nih, enggak dapat morning sex dari Rian, ya?"
"Parah banget mulut lo!"
"Iya, terus apa dong?"
"Lagi capek gue, enggak ada mbok Asih di rumah. Ternyata ngurus rumah ribet banget," Ayana mengeluh.
Ayana kembali memijat kepalanya yang pusing. Tingkah Ayana membuat Andin tertawa terbahak-bahak. Seperti biasa, Andin sudah pasti meledek Ayana. Bukan Andin namanya jika tidak tertawa soal urusan rumah tangga. Ujung-ujungnya, Andin akan bilang nikah itu memang rumit dan merepotkan. Padahal konsepnya tidak begitu.
Selama lebih dari satu bulan menikah dengan Rian, banyak yang Ayana rasa itu tidak akan bisa Ayana alami jika tidak menikah. Contohnya, seperti menyiapkan pakaian Rian setiap pagi, membuatkan sarapan, membacakan buku dongeng untuk Al, bersih-bersih rumah, belum lagi melakukan kewajiban seorang istri pada suami, apabila sewaktu-waktu Rian meminta. Entah tengah malam, pagi hari, atau kapanpun lelaki itu menginginkan, Ayana harus siap.
"Emang nikah itu ribet, Ay. Gue udah bilang sama lo dari awal," ucap Andin.
"Gue bilang ribet, karena enggak ada mbok Asih yang biasanya bantuin. Bukan pernikahan gue yang ribet. Bedain dong, ndin."
"Sensian banget lo, pagi-pagi gini. Emang mbok Asih kemana sih, Ay?"
"Lagi libur, anaknya nikah," Ayana membenarkan posisi duduknya.
"Banyak banget kayaknya yang nikah bulan ini. Gue juga dapat undangan banyak, bikin malas aja," gerutu Andin.
"Undangan nikahan lo, kapan?" goda Ayana.
Mendengar itu Andin langsung menoleh. Wajah Andin yang kesal, membuat Ayana tertawa. Ayana sengaja menggoda Andin, karena sahabatnya itu masih saja berprinsip hidup sendiri jauh lebih baik, dari pada menikah.
"Lo ngeledek gue ya, Ay? Jodoh aja belum ada, mau nyebar undangan kemana," Andin mendengus kesal.
"Siapa tahu habis ini lo ketemu sama jodoh lo. Kita kan enggak ada yang tahu, ndin."
"Iya, emang enggak ada yang tahu soal jodoh. Kalau bisa jodoh gue yang nangkring di pohon mangga, biar gue ngambilnya gampang."
"Itu setan dong, aneh banget sih lo!"
Ayana kembali tertawa, begitu juga dengan Andin. Kegilaan Andin sudah bukan hal yang aneh untuk Ayana. Justru celetukan Andin menjadi hiburan Ayana pagi ini. Ayana merasa kepalanya yang pening, jadi sedikit berkurang.
"Eh Ay, ngomong-ngomong kalau ada satu kerjaan sama Rey, lo mau ambil enggak?" tanya Andin.
"Emang ada yang nawarin?"
"Ada, Ay. Tapi, gue belum jawab iya, karena harus konfirmasi dulu sama lo."
"Ya udah, ambil aja," jawab santai Ayana.
"Seriusan, lo mau ambil?"
"Iya, memangnya kenapa?" tanya Ayana.
"Gue takutnya, nanti Rian marah sama lo. Dulu lo sama Rey kan pernah dekat. Siapa tahu suami lo cemburu."
"Enggak deh, ndin. Waktu itu cuma temenan aja, jadi, enggak apa-apa. Lagian, Rian enggak cemburuan."
Sejujurnya, bukan hanya Andin saja yang khawatir, tetapi Ayana juga takut Rian marah. Terakhir kali Ayana dan Rian bertengkar, saat Rey membantu Ayana membawa koper di bandara.
"Kalau Rian marah, gue enggak ikut-ikutan, Ay. Gue udah kasih tahu lo," Andin kembali mengingatkan.
"Semisal gue enggak ambil kerjaan ini, ntar malah dikirainnya gue dulu sama Rey beneran ada apa-apa lagi. Udah, profesional kerja aja. Gue tahu batasannya juga, lo tenang aja."
"Tapi, emang benar juga sih, Ay. Dulu orang ngiranya lo sama Rey diam-diam pacaran. Kalau lo satu kerjaan lagi sama Rey enggak mau, pasti bakalan jadi perbincangan lagi, nih."
"Makanya, ambil aja, ndin. Gue udah malas lihat berita-berita enggak benar tentang gue."
Memikirkannya saja sudah membuat Ayana kembali pusing. Nama Ayana sudah bersih lagi, setelah menikah dengan Rian. Berita yang bermunculan sekarang ini seputar keharmonisan rumah tangga Ayana. Perempuan itu tidak mau namanya jadi tercemar lagi dengan gosip-gosip aneh yang tidak sesuai dengan faktanya.
Kariernya yang sedang berada di puncak, banyak sekali rintangannya. Tetapi, banyak juga tawaran pekerjaan yang datang pada Ayana, semenjak Ayana menikah. Termasuk pekerjaan yang ada kaitannya dengan Rey. Ayana sejujurnya malas menerima, tapi mau bagaimana lagi. Menolak cuma akan menimbulkan masalah baru.
"Nanti, gue bakalan terima kontraknya. Tapi, lo yakin ini enggak berdampak sama rumah tangga lo?" tanya Andin sekali lagi untuk memastikan.
"Enggak akan! Udah gue bilang berapa kali juga."
Andin tertawa kecil. "Gue cuma memastikan, Ay. Syukurlah kalau Rian enggak cemburuan. Atau jangan-jangan Rian belum tahu lo dulu sedekat apa sama Rey?"
"Dia tahu, tapi enggak sedetail yang lo tahu."
"Wah, bahaya kalau dia tahu, apa yang gue tahu tentang lo dulu. Lo sama Rey udah kayak magnet, kemana-mana nempel berdua. Kerjaan juga dapatnya barengan terus. Eh, pas dia nembak, lo malah nolak. Dulu kenapa sih, lo malah nolak Rey?"
"Gue udah pernah bilang, ndin. Dia ceweknya banyak, gue enggak suka," Ayana berdecak kesal.
"Lo bilang gitu, padahal lo enggak pernah lihat langsung dia kencan sama cewek lain. Kalau cuma denger-denger doang, harusnya lo jangan langsung ambil kesimpulan, Ay."
"Bukan itu aja sebenarnya alasan gue nolak Rey."
"Apalagi?"
"Ehmm, dia suka ngatur-ngatur gitu, gue enggak suka. Gue paling benci kalau digituin."
"Emang Rian enggak pernah ngatur-ngatur lo?"
"Kalau ngatur-ngatur yang berlebihan kayak Rey, dia enggak pernah. Tapi, Rian sukanya maksa," jelas Ayana.
Usai Ayana mengucapkan itu Andin malah tertawa. Tawa Andin membuat Ayana memutar badan untuk menatap ke arah sabahatnya.
"Kalau dipaksanya di atas ranjang, gue juga mau kali, Ay," goda Andin.
"Udah ah, males. Lo ngeledekin gue terus!" pipi Ayana bersemu merah.
"Tapi, benar kan apa yang gue bilang barusan?" tanya Andin.
"Enggak, ngarang banget lo!" Ayana mengalihkan pandangannya ke arah jendela untuk menghindari godaan Andin.
Awalnya, Ayana pikir Rey cocok untuk dijadikan pasangan. Dulu saat Ayana dekat dengan Rey, Ayana merasa Rey itu sosok laki-laki idaman. Tetapi, semakin dekat dan sering mendapat pekerjaan yang sama, membuat Ayana jadi tahu Rey memiliki sifat buruk yang suka mengatur pasangannya. Ditambah lagi banyak kabar miring soal Rey yang playboy, membuat Ayana tidak mau berpacaran dengan Rey pada saat itu.
Ayana justru lebih memilih Rian yang menyebalkan. Sejauh ini Rian tidak menunjukkan sifat-sifat yang Ayana paling benci dari seorang lelaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY SEXY DUDA
RomanceAyana dan Rian terpaksa menikah. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Ayana butuh bantuan Rian untuk mengembalikan eksistensinya sebagai model. Sedangkan, Rian butuh peran Ayana sebagai ibu sambung putranya. Segala tangis, tawa, kebahagiaan, ke...