Segelas banana smoothie menemani Ayana yang sedang terpuruk. Ayana menunggu Andin datang di salah satu cafe ternama yang ada di Ibu Kota. Rasanya Ayana butuh teman untuk bercerita soal masalahnya dengan Rian.
Tadinya Ayana pikir masalah ini tidak akan sampai berlarut-larut. Namun, sikap Rian membuat Ayana jadi berpikir dua kali. Ayana takut hanya dijadikan pelarian Rian, setelah kematian Tasya. Wajah Ayana yang mirip dengan Tasya semakin memperkuat opini itu.
Saat ini lamunan Ayana soal permasalahannya sedikit terganggu, ketika perempuan yang Ayana tunggu sejak tadi berdiri di dekatnya. Ayana menatap sekilas, sambil meminum minumannya.
"Ay, sorry banget gue telat. Biasalah macet," Andin yang baru saja datang tiba-tiba duduk di depan kursi Ayana.
"Pesan dulu, gue udah tadi."
"Kayaknya sama kayak punya lo, enak juga," jawab Andin.
Perempuan itu mulai memesan makanan di cafe ini. Awalnya cuma pesan banana smoothie seperti Ayana. Tetapi, Andin yang merasa kurang lengkap, memesan berbagai menu makanan yang tidak terlalu banyak kalori.
Selesai dengan urusan memesan makanan, Andin menatap ke arah Ayana. Yang ditatap cuma bisa diam. Pikirannya sedang sangat kacau.
"Jadi, gimana? Berantem lagi lo semalam?" tanya Andin.
"Ya, gitu deh. Lo tahu sendiri gue sensitif kalau udah nyangkut soal cewek lain. Mana yang gue cemburuin orangnya udah enggak ada. Bisa gila gue lama-lama," gerutu Ayana.
"Lo sama Rian berantem terus, mending ikut pertandingan tinju," Andin tertawa kecil.
"Ndin, gue serius!"
Ayana langsung memberikan tatapan horor pada Andin. Bisa-bisanya Andin masih mengajak bercanda Ayana. Padahal Ayana sedang dalam mode serius.
"Ya, habisnya lo berdua nikah, berantem mulu. Masalah lo perasaan enggak selesai-selesai."
"Baru kali ini berantem serius yang enggak selesai-selesai. Biasanya juga enggak gini. Emang kalau udah nyangkut masa lalunya dia, gue emosi."
"Yah, wajarlah lo emosi. Gue kalau jadi lo juga emosi, bahkan mungkin lebih parah. Cewek mana yang enggak emosi, kalau suaminya masih ingat-ingat masa lalu?"
"Bukan cuma diingat, Ndin. Tapi, banyak yang disembunyiin dari gue."
"Oh, gudang yang semalam lo baru tahu?" tanya Andin.
"Ralat, Ndin. Itu bukan gudang, tapi walk in closet," Ayana berdecak kesal, apabila mengingatnya kembali.
"Terserahlah, apapun itu Ay. Cuma yang gue heran, kenapa dia bisa sebegitunya? Kematian Tasya bukannya udah lama ya?"
"Udah, satu atau dua tahun yang lalu kayaknya. Gue enggak tahu pasti."
"Intinya udah lama, Ay. Harusnya dia udah move on dari masa lalunya. Atau jangan-jangan Rian sakit?"
"Hah? Sakit? Maksud lo apaan?" Ayana mengernyit bingung.
"Depresi, trauma, atau mungkin yang lainnya gitu. Habisnya dia ingat-ingat terus masa lalunya. Bahkan anehnya dia simpan semua barang Tasya, tanpa ada satupun orang yang tahu. Lo sendiri aja dibohongin."
"Kayaknya Rian enggak mungkin kalau depresi. Tapi, kalau trauma memang dia sempat ngerasain itu. Dia lebih ke susah ngelupain masa lalu."
"Kalau masalahnya kayak gitu, lo yang harus siap mental buat bantuin dia move on. Itu juga kalau dia mau coba."
"Semisal hasilnya masih sama aja, enggak ada perubahan, gimana? Apa itu artinya gue selama ini cuma jadi pelarian?"
"Kayaknya bukan pelarian, Ay. Mungkin lo cuma jadi objek seksual buat Rian," Andin tertawa kencang.
"Objek seksual yang sampai dibuntingin gitu?" Ayana menatap Andin dengan raut kesal.
"Gue enggak ngelanjutin sampai ke situ loh," Andin masih terus tertawa. Tawa perempuan itu terdengar menyebalkan sekali.
Untuk beberapa saat Ayana bercanda dengan Andin. Sesekali mereka membahas topik lain. Sampai waktu sudah menunjukkan pukul setelah lima sore, Ayana harus segera menjemput Al. Tadi Ayana sempat titipkan Al pada mami Rian. Karena Al juga sedang ingin bermain di sana.
"Ndin, gue kayaknya harus pulang sekarang," ucap Ayana.
"Buru-buru banget sih, lo. Baru juga ngobrol sebentar, udah mau cabut aja."
"Gue harus jemput Al di rumah mertua gue. Ntar, kita ngobrol-ngobrol lagi. Biasanya juga lo kalau udah jam segini, persiapan malamnya clubbing," Ayana membuat perempuan di depannya tertawa.
"Tahu aja lo, Ay," balas Andin.
***
Selama tidur satu ranjang dengan Ayana, baru kali ini perempuan itu memberikan punggung pada Rian. Biasanya Ayana selalu tidur menghadap ke arah Rian. Bahkan Ayana tidak keberatan saat Rian memeluk tubuh mungil itu. Tetapi, semenjak kejadian kemarin malam, Ayana berubah. Sikap Ayana menjadi dingin. Seperti tidak tertarik dan malas menghadapi Rian. Jujur saja, Ayana membuat Rian menjadi bingung.
Mungkin di awal pernikahan, Ayana memang menunjukkan sikap malas, kesal, dan tidak suka pada Rian. Namun, sikap itu tidak belangsung lama. Setelah keduanya memiliki rasa peduli, hubungan berjalan dengan baik. Kini apa yang terjadi dulu, kembali terulang. Bukan hanya marah biasa, Ayana juga mencoba untuk tidak peduli dengan apapun yang Rian lakukan.
Rian saat ini hendak memeluk tubuh Ayana dari belakang. Ternyata responnya masih sama. Istrinya bergeser untuk menghindari pelukan Rian.
"Ay?"
"Hm?" jawab dingin Ayana.
"Kamu masih marah?"
"Enggak."
"Kalau enggak, kenapa kamu diemin aku terus?"
"Aku ngantuk," Ayana mulai memejamkan mata.
Rian menghela napas berat. Laki-laki itu tahu Ayana memang menghindar. Ingin rasanya Rian memaksa memeluk tubuh Ayana, sambil membuat istrinya menoleh ke belakang. Tetapi, Rian yakin itu malah membuat Ayana semakin marah.
"Aku belum selesai ngomong, Ay," ucap Rian.
"Tapi, aku udah mau tidur. Ngomongnya besok aja."
Usai Ayana mengatakan itu, Rian cuma terdiam sebentar. Rian langsung berspekulasi dan mengambil kesimpulan sendiri.
"Kalau jawabannya kayak gini, berarti benar tebakan aku. Kamu masih marah soal kemarin. Aku bakalan ubah ruangannya, jadi gudang beneran."
"Bukan masalah ruangannya, Yan."
"Terus, apa?"
"Kamu yang bermasalah dan aku udah enggak mau bahas itu."
"Tapi, kayaknya kita perlu bahas lagi, Ay."
"Setiap kita bahas yang ada malah ribut. Nanti, kamu bilang aku cari-cari masalah. Jadi, mending enggak usah sekalian."
Rian tertegun mendengarnya. Sampai saat ini Rian masih bingung harus menanggapi apa. Sebenarnya, Rian tahu maksud dan keinginan Ayana. Namun, entah kenapa Rian selalu memberikan yang berkebalikan dari itu. Rasanya Rian bukan tidak siap melupakan masa lalu. Rian memang belum mau mencoba melakukannya.
"Udah, enggak usah ganggu. Aku mau tidur."
Suara Ayana kembali terdengar saat Rian mengusap lembut rambut perempuan itu. Pada akhirnya, Rian terpaksa menyingkirkan tangannya.
Rian cuma bisa menatap punggung Ayana dengan tatapan frustasi. Saat ini semacam ada rasa takut ketika menyadari sikap Ayana berubah.
"Oke. Good night," Rian bekata lirih.
Laki-laki itu ikut memejamkan mata, mencoba mengusir segala ketakutan dan kekhawatiran. Mungkin ini akan menjadi malam yang paling buruk sepanjang pernikahan Rian dan Ayana.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY SEXY DUDA
RomanceAyana dan Rian terpaksa menikah. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Ayana butuh bantuan Rian untuk mengembalikan eksistensinya sebagai model. Sedangkan, Rian butuh peran Ayana sebagai ibu sambung putranya. Segala tangis, tawa, kebahagiaan, ke...