Ayana geleng-geleng kepala saat melihat belanjaan Al. Anak kecil ternyata memang semuanya sama. Saat pergi ke toko mainan, pasti rasanya mainan yang ada di toko ingin dibawa pulang. Seperti Al yang sudah tidak terhitung mengambil berapa banyak mainan. Bahkan Rian juga tidak melarang Al membeli mainan sebanyak itu.
Biasanya seorang ibu akan melarang anaknya untuk membeli mainan yang mungkin tidak semuanya dimainkan. Tetapi, situasi di sini Rian menjadi penyelamat Al. Ketika Ayana tidak memperbolehkan, Al langsung lari ke arah Rian. Di situ Rian terlihat seperti malaikat penolong. Suaminya membiarkan Al mengambil apapun, terlebih itu juga sebagai hadiah ulang tahun Al. Tentunya juga untuk penyemangat Al, karena sebentar lagi Rian dan Ayana akan memasukkan Al ke sekolah.
"Yan, kali ini aja boleh beli sebanyak itu. Besok-besok kamu enggak boleh biasain Al buat ambil sesukanya. Pasti itu semua juga enggak dimainin sama dia."
"Kamu ingat mobil-mobilan yang kamu beliin? Harganya enggak main-main, tapi Al lebih suka mainan pot sama cacing di belakang. Enggak ngerti lagi aku," ucap Ayana yang membuat Rian tertawa kecil.
"Namanya juga anak kecil, Ay. Kalau udah bosen, pasti mainannya dianggurin. Selagi dia masih dalam rangka ulang tahun, biarin Al ambil apa yang dia mau, Ay."
"Ya udah, iya. Asal enggak sering-sering, aku enggak masalah. Bukan soal uangnya, tapi sayang aja kalau udah dibeli tapi enggak dimainin."
"Iya sayang, aku ngerti. Aku ke sana dulu ya," tunjuk Rian pada Al yang masih sibuk memilih mainan.
Ayana hanya mengangguk setuju. Mata Ayana malah tertuju pada perlengkapan bayi. Ayana tertarik untuk melihatnya. Tanpa meminta izin Rian dulu, Ayana sudah melangkah ke sana. Beruntungnya toko mainan ini sekaligus menjual perlengkapan ibu dan bayi, Ayana jadi bisa melihat-lihat.
Jujur saja, Ayana ingin membeli semua perlengkapan bayi yang terlihat menggemaskan. Namun, Ayana ingat nasihat bunda dan mami Rian. Sebelum tujuh bulan kehamilan, Ayana dilarang membeli keperluan bayinya. Entah itu hanya mitos saja atau memang akan berpengaruh. Ayana yang belum pernah hamil, tidak tahu semacam itu. Jadi, Ayana cuma bisa menurut saja. Ayana harus menahan keinginannya. Meski, semua yang ada di sini tampak lucu.
Apalagi pakaian bayi yang sangat kecil ukurannya dengan warna yang beraneka ragam. Ayana semakin tidak sabar untuk membelinya. Kehamilan Ayana sebentar lagi memasuki usia lima bulan. Sekarang ini masih terhitung empat bulan lebih. Ayana harus benar-benar sabar sampai kehamilannya tujuh bulan. Selain itu Ayana juga pasti sudah bisa melihat jenis kelamin anaknya.
"Maaf, mbak," ucap seseorang yang berada tepat di belakang Ayana.
Ayana baru sadar jika orang itu terlalu mundur, hingga punggung orang itu sempat menabrak Ayana. Benar-benar itu mengagetkan, sekaligus membuat konsentrasi Ayana pada pakaian bayi jadi teralihkan.
Namun, Ayana tidak asing dengan laki-laki yang baru saja meminta maaf itu. Ternyata tidak sengaja, Ayana bertemu dengan tetangga sebelah rumahnya. Entah kenapa Rio berada di deretan perlengkapan bayi. Setahu Ayana, Kevin tidak memiliki adik yang masih bayi.
"Mas Rio? Kok ada di sini?" tanya Ayana.
"Saya lagi cari perlengkapan bayi buat hadiah, mbak. Kebetulan sepupu saya baru aja lahiran," Rio tersenyum.
"Di sini memang lengkap perlengkapan bayinya, mas."
"Iya, mbak. Banyak pilihannya, jadi bingung mau beli yang mana. Soal yang tadi sekalian minta maaf lagi ya, mbak."
"Oh, enggak apa-apa," jawab santai Ayana.
Ayana masih melihat-lihat perlengkapan bayi. Saat melihat selimut bayi yang memiliki gambar sapi, membuat Ayana antusias ingin membeli. Seandainya diperbolehkan, pasti Ayana sudah mengambil semuanya. Tetapi, lagi-lagi harus menahan nafsu untuk membeli.
Sambil memandangi barang-barang yang Ayana suka, perempuan itu masih mengobrol dengan Rio. Bahkan Rio meminta saran Ayana untuk memilihkan hadiah yang bagus untuk sepupu laki-laki itu. Karena anak sepupu Rio berjenis kelamin laki-laki, Ayana pikir bagus jika memilihkan perlengkapan bayi yang berwarna biru.
"Makasih ya, mbak. Udah bantu milihin," Rio tersenyum manis.
"Iya, sama-sama, mas."
"Jangan panggil mas, mbak. Panggil Rio aja. Saya masih seumuran sama suami kamu," ucap Rio.
"Oh iya, Rio."
Laki-laki itu masih terus mengajak mengobrol, meski Ayana sudah mulai tidak nyaman. Ayana cuma tersenyum tipis, menanggapi tetangganya itu. Sampai penyelamat akhirnya datang. Sebuah teriakan Al membuat Ayana lega. Ayana yang tadinya tidak enak ingin segera pergi dari situ, sekarang ini memiliki alasan.
"Mommy," ucap Al yang memeluk kedua kaki Ayana, membuat perempuan itu menunduk.
"Beli apa aja, sayang?" tanya Ayana.
"Mainan semua, mommy. Ada robot yang bisa jalan di air," ucap Al yang antusias menceritakan.
Ayana cuma berekspresi kagum saat mendengar celotehan Al. Fokus Ayana saat ini bukan pada Al lagi. Tiba-tiba Rian yang membawa belanjaan Al datang menyusul. Raut wajah Rian terlihat tidak suka ketika melihat ada Rio di sini.
"Eh, Yan. Ini Rio, tetangga sebelah kita yang itu loh. Enggak sengaja ketemu."
"Hai, mas," Rion menyapa dengan senyuman yang dibalas Rian dengan ekspresi datar.
"Kita pulang dulu, anak dan istri saya capek seharian belanja. Duluan, Rio," pamit Rian.
Baru saja Rian datang, Rian sudah langsung mengajak Al dan Ayana pulang. Lagi pula, belanjaan Al juga sudah Rian bayar. Sebenarnya memang tidak ada salahnya juga. Tetapi, Ayana jadi tidak enak dengan sikap Rian yang begitu pada Rio.
Bisa dilihat Rian yang menggendong Al, sambil tangan suaminya itu merengkuh pinggang Ayana. Saat sudah seperti ini Rian pasti cemburu lagi pada tetangga sebelah. Padahal Rio dan Ayana cuma mengobrol seadanya saja. Terkadang Ayana malah tidak menjawab, karena fokus Ayana pada perlengkapan bayi.
"Kenapa jadi buru-buru? Katanya mau mampir beli cemilan di supermarket sebelah," ucap Ayana yang mengingatkan keinginan Rian tadi, sebelum Rian bertatap muka dengan Rio.
"Enggak jadi, udah males."
"Yan," Ayana menatapa Rian, sambil menghela napas.
"Udah tahu enggak ada suaminya, masih aja diajak ngobrol panjang lebar. Cari kesempatan itu namanya."
"Yan, cuma ngobrol biasa aja. Kamu jangan kayak gitu, ada Al loh."
"Enggak apa-apa kan?" tanya Rian pada Al yang masih berada dalam gendongan.
Mata Rian yang tadinya menatap Ayana, berganti menatap Al. Terlihat anak itu yang mengangguk, menyetujui apa kata Rian. Padahal Ayana yakin Al tidak mengerti apa yang sedang Ayana dan Rian ributkan.
"Enggak apa-apa, daddy. Ayahnya Kevin emang nakal. Itu masih ngeliatin mommy," adu Al yang sekarang ini berada di pihak Rian.
"Biarin, ngelihatin sampai matanya copot. Mommy tetap punya daddy."
"Setuju, daddy. Besok beliin mobil yang besar tadi," rengek Al yang membela Rian, karena ada maunya.
"Oke, nanti kita beli," Rian mengecup pipi Al.
Mereka berjalan menuju mobil, meninggalkan Ayana yang sudah tidak bisa menjawab apa-apa. Ternyata benar apa kata Al, Rio masih memperhatikan Ayana. Namun, Ayana tidak mau mengambil pusing persoalan itu. Ayana sudah pusimg melihat Rian dan Al yang kompak membuat Ayana kalah telak kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY SEXY DUDA
RomanceAyana dan Rian terpaksa menikah. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Ayana butuh bantuan Rian untuk mengembalikan eksistensinya sebagai model. Sedangkan, Rian butuh peran Ayana sebagai ibu sambung putranya. Segala tangis, tawa, kebahagiaan, ke...