Hari ini Ayana begitu senang, karena Al akan Ayana dan Rian daftarkan masuk ke sekolah. Ayana sudah memilihkan sekolah yang menurut Ayana terbaik untuk Al. Jaraknya juga dekat dari rumah.
Awalnya, Ayana mendapat tawaran dari mami Rian untuk memasukkan Al ke sekolah yang dekat dengan rumah mertuanya itu. Namun, Ayana langsung menolak. Ayana takut nanti Al justru sering pulang ke rumah mertuanya. Karena Al selalu dimanjakan di sana, jadi Al sangat betah. Bahkan Al juga tidak mau pulang, apabila sudah ada gadis kecil seumuran Al yang bernama Rara. Rasanya seharian bersama gadis kecil itu Al tidak bosan.
"Kamu udah bangunin Al?" tanya Rian.
"Udah aku bangunin, malah Al juga udah mandi. Sekarang lagi digantiin baju sama mbok Asih," jelas Ayana membuat Rian mengangguk.
"Aduh, den! Mbok ya pakai baju dulu, nanti masuk angin loh," teriak mbok Asih.
Baru saja Rian dan Ayana membicarakan Al. Saat ini anak itu sudah menyusul ke ruang tengah. Sambil membawa mobil-mobilan, Al berlari-laririan. Perut gembul Al tampak menggemaskan, karena Al tidak mau memakai baju. Sampai mbok Asih dibuat pusing karena ulah Al yang malah menghindar. Terpaksa Ayana harus turun tangan, kalau sudah begini.
Tidak hanya Ayana, Rian juga membantu. Laki-laki itu nengejar Al, lalu berhasil menangkap Al. Hingga Al berada dalam gendongan Rian. Tampak tawa Al yang begitu lepas, membuat mata Ayana entah kenapa berkaca-kaca saat melihat kebersamaan Al dan Rian.
"Mbok ke belakang aja, biar aku yang urus," Ayana yang tadi menatap suami dan anaknya, berganti menatap mbok Asih.
"Ya udah, non. Kalau gitu mbok ke belakang dulu. Ini bajunya den Al, non," mbok Asih memberikan pakaian yang belum dipakai oleh Al. Anak itu lebih dulu berlari, mengajak bermain mbok Asih.
Tetapi, Al saat ini masih nyaman dalam gendongan Rian. Sampai akhirnya Rian menurunkan Al ke sofa, karena Ayana mau Al memakai pakaiam dulu. Setelah itu mereka masih harus sarapan, baru bisa pergi ke sekolah Al.
"Mommy kita mau ke rumah oma?" tanya Al.
"Nanti, kita ke rumah oma, sayang. Setelah Al mendaftar sekolah dulu sama mommy dan daddy," jelas Ayana yang membuat Al bingung.
"Sekolah? Al enggak mau daddy," Al langsung memeluk Rian, setelah Ayana berhasil membuat anak itu memakai pakaian.
Ayana geleng-geleng kepala melihat tingkah Al. Mulai Al mencari penolong untuk tidak masuk sekolah. Padahal dari jauh-jauh hari ini sudah Ayana dan Rian pikirkan. Ayana tidak mau sampai Al tertunda masuk sekolah. Lagi pula, sekolah bisa menjadi tempat adaptasi yang baik untuk Al.
Selama ini Al sulit mempunyai teman karena lingkungan perumahan mereka yang kurang mendukung. Di lingkungan rumah yang baru Al bukannya memiliki teman, malah suka ribut dengan anak tetangga sebelah. Ayana sampai bingung harus bagaimana. Mungkin ini tantangannya menghadapi anak laki-laki. Semakin tumbuh besar, Ayana juga harus memikirkan cara, agar Al mau menurut.
"Al dengerin daddy ya, sekolah itu enak sayang. Ada banyak temennya," ucap Rian.
"Ada Rara, daddy?"
"Rara enggak sekolah di situ, Al. Tapi, Al kan masih bisa ketemu Rara, kalau main ke rumah oma," Ayana mencoba membujuk Al yang terlihat enggak mengikuti kemauan Ayana dan Rian.
"No, mommy! Al enggak mau sekolah. Enggak ada Rara di sana. Al main sama siapa?" Al mengerjap dengan wajah menggemaskan.
"Tadi kan daddy bilang, temennya di sana banyak, Al. Nanti, Al bisa main di sekolah sambil belajar perkenalan, sayang," Rian berusaha membuat Al yakin untuk masuk ke sekolah.
Ayana mengamati wajah Al yang dipenuhi kekhawatiran. Anak itu belum paham artinya sekolah. Namun, Ayana dan Rian berkewajiban untuk mengenalkan Al dengan pendidikan sejak dini. Mungkin untuk anak usia empat tahun, lebih banyak bermain sambil perlahan mengenal banyak hal yang tidak bisa selalu Ayana lakukan sendiri di rumah. Cara pengajarannya juga pasti berbeda dengan yang Ayana ajarkan di rumah.
"Main mobil-mobilan boleh?" tanya Al.
"Al kan mau belajar di sekolah, main mobil-mobilannya waktu di rumah aja. Di sana boleh bermain, tapi enggak boleh bawa mainan dari rumah Al."
"Tapi, Al mau bawa mobil-mobilan yang daddy beliin, mommy," rengek Al pada Ayana.
Ternyata sulit sekali membujuk Al. Kalau dipaksa Al yang ada menjerit, lalu menangis kencang. Ayana pastinya tidak tega melakukan itu. Suaminya juga bingung dengan Al yang tidak mau ke sekolah. Justru banyak sekali pertanyaan dari Al.
"Jangan ya sayang, nanti malah hilang loh."
"Kalau gitu bawa taneman Al aja ya, mommy. Ada cacing di tanahnya," Al antusias sekali, membuat Ayana semakin bingung.
"Udah deh, Ay. Biarin bawa aja, baru pendaftaran sama perkenalan juga."
"Bawa satu aja ya?" Ayana menatap Al.
"Siap, mommy. Pot yang di belakang, Al ambil dulu," Al langsung turun dari sofa.
Ayana cuma bisa menghela napas. Entah Al niatnya akan sekolah atau berkebun di sana. Tetapi, setidaknya Al mau dulu ikut dengan Ayana dan Rian. Karena anak itu setelah mendaftar, bisa langsung masuk dan berkenalan dengan anak-anak lainnya yang seumuran Al.
"Sarapan dulu, yuk!" ajak Rian.
"Ya udah, kita sarapan dulu aja. Semoga dia mau sekolah ya, Yan," Ayana beranjak dari sofa.
"Mau pasti, Al anak baik kok. Cuma harus sabar aja, lihat dia bawa mainannya," Rian merangkul bahu Ayana.
Mereka melangkahkan kaki menuju meja makan. Sudah tersedia sarapan yang Ayana buat. Bahkan Ayana membuat sarapan khusus untuk Al, agar anaknya tidak rewel masuk sekolah. Itu sebagai bentuk bujukan secara halus. Namun, tetap saja susah sekali. Anak itu pasti mau berkebun di sekolah. Entah nanti Ayana harus memberi tahu bagaimana lagi pada Al.
"Kamu izin keluar kantor sampai jam berapa, Yan?"
"Sampai siang, Ay. Jam sebelas aku ada meeting penting, jadi harus balik lagi ke kantor. Kamu enggak apa-apa aku tinggal sama Al di sana?"
"Ya, enggak apa-apa. Kayaknya juga enggak sampai jam segitu deh. Paling jam sembikan udah bubar," Ayana sambil mengambilkan sarapan untuk Rian.
"Kalau cuma sampai jam segitu, aku temenin."
"Tapi, kalau memang kamu ada-"
Ucapan Ayana terhenti. Ayana kaget ketika melihat Al yang membawa dua pot tanaman. Belum lagi dengan mbok Asih yang juga membawa tanaman. Mata Ayana sampai melotot. Tidak mungkin itu semua dibawa. Anak itu mau Ayana daftarkan sekolah, bukan berkebun di sekolah. Ini benar-benar membuat kepala Ayana pening.
"Mommy, Al mau bawa empat," ucap Al yang sambil tersenyum senang. Suaminya yang sedang sarapan tertawa melihat Al. Sepertinya Ayana harus memutar otak, agar tanaman itu tidak semuanya dibawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY SEXY DUDA
Storie d'amoreAyana dan Rian terpaksa menikah. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Ayana butuh bantuan Rian untuk mengembalikan eksistensinya sebagai model. Sedangkan, Rian butuh peran Ayana sebagai ibu sambung putranya. Segala tangis, tawa, kebahagiaan, ke...