47. HUKUMAN

20.7K 996 0
                                    

Ayana menampilan raut wajah malas saat Rian mencubit gemas pipinya. Padahal pipi Ayana belum membesar, tetapi Rian merasa itu menggemaskan. Laki-laki itu begitu menyukainya, apalagi saat Ayana merajuk hingga mengembungkan kedua pipi itu.

Berbicara soal merajuk, Ayana memang masih mendiamkan Rian. Ayana tidak percaya, kalau Rian tidak ikut-ikutan dengan Davin. Sejak Davin berbicara seperti itu, Ayana jadi curiga. Bisa saja Rian diam-diam masih suka ke kelab malam. Kalau sampai itu benar terjadi, Ayana akan marah besar. Karena setelah menikah dan mempunyai anak, Rian bilang tidak pernah mengunjungi tempat itu lagi.

"Kamu enggak percaya?"

"Enggak," jawab ketus Ayana.

Sebelumnya, Rian sudah menjelaskan bahwa Davin cuma bercanda saja. Ucapan Davin sama sekali tidak benar. Namun, tetap saja Ayana marah pada Rian. Terlebih saat Ayana tahu Rian dan Davin sempat membicarakan soal Tasya di dapur.

Laki-laki itu akhirnya jujur pada Ayana. Semakin Rian tutupi, Ayana jadi semakin marah. Ayana tidak mau mendengar kebohongan. Meski, sebenarnya itu terasa menyakitkan. Dan, Ayana juga pasti pernah membohongi Rian. Ujung-ujungnya Ayana minta maaf, sama seperti Rian.

"Aku beneran enggak ada niatan ke kelab, Ay. Lagian, ngapain juga ke sana?"

"Cuci mata, bisa lihat cewek yang seksi-seksi. Terus, kamu lihatin mereka goyang-goyang enggak jelas gitu."

"Kalau di rumah udah ada yang seksi, kenapa harus cari yang lain? Goyangan kamu juga enggak kalah," Rian tersenyum menggoda.

"Ih, pikiran kamu jorok terus. Aku jadi males, mau lanjut tidur lagi."

Ketika pipi Ayana bersemu merah dan perempuan itu berusaha menghindar, Rian tentunya langsung menahan Ayana. Senyum penuh kepuasan terlihat dari sudut bibir Rian.

"Jangan tidur dulu, Ay. Buburnya belum kamu cobain."

"Sampai lupa mau makan bubur manado, gara-gara kamu," gerutu kesal Ayana.

Ayana tidak bisa lama-lama marah dengan Rian. Aroma bubur manado yang Rian buat begitu mengusik indra penciuman Ayana. Sejak tadi Ayana sudah menginginkan bubur itu. Tidak mungkin Ayana melewatkannya begitu saja. Namun, Ayana gengsi untuk meminta pada Rian. Ego Ayana memang setinggi itu. Ayana lebih memilih diam, sambil memandangi bubur yang sudah selesai dimasak. Sepertinya Rian belum ada niat mengambilkan untuk Ayana.

"Mau aku ambilin? Tapi, kamu enggak usah marah-marah lagi," Rian menawarkan.

"Kamu nyogok aku pakai bubur manado? Itu anak kamu yang minta, Rian!" bentak Ayana dengan nada kesal.

Ayana melenguh kesal dengan kedua tangan yang di lipat di dada. Mata Ayana mencuri-curi pandang ke arah bubur manado yang ada di dapur. Ayana benci situasi dan kondisi seperti ini. Rasanya Ayana ingin menangis, jika malam ini tidak bisa makan bubur itu.

Sementara, Rian malah tersenyum saat melihat wajah Ayana memerah, menahan emosi. Laki-laki itu memang suka memancing kemarahan Ayana. Padahal itu tidak baik untuk ibu yang sedang hamil. Tapi, Rian tetap saja menggoda, hingga membuat Ayana kesal.

Entah sudah berapa kali Rian melakukan ini. Kata menyebalkan dan gila memang pantas Ayana sematkan pada suaminya. Namun, Ayana memikirkan ulang kalimatnya saat melihat Rian beranjak dari kursi.

Tiba-tiba Rian mengambil mangkuk. Lalu, Rian menuangkan bubur manado secukupnya untuk Ayana. Melihat bubur itu dituangkan ke dalam mangkuk saja, sudah membuat Ayana tidak tahan. Ayana terus memperhatikan pergerakan Rian. Ketika Rian berbalik badan, Ayana memandang ke sembarang arah. Gengsi Ayana masih terus menguasai.

"Masih anget, Ay. Enak kayaknya, aku juga belum cobain. Mau aku suapin?"

"Enggak, aku bisa makan sendiri. Ingat ya, anak kamu yang mau ini loh, bukan aku."

"Iya, sayang. Anak kita yang mau masakan daddy-nya," Rian tertawa melihat ekspresi wajah Ayana.

Kemarahan Ayana lumayan mereda saat Ayana mencicipi bubur manado buatan Rian. Rasanya tidak enak, tetapi juga tidak terlalu buruk. Ayana bingung menjelaskannya bagaimana, karena ini rasanya lebih dominan aneh. Seumur-umur Ayana belum pernah memakan bubur manado yang rasanya seperti ini.

"Yan...." panggil Ayana.

"Hm?" Rian menatap Ayana.

"Buka mulut kamu!"

Usai Ayana memerintah, Rian membuka mulut lebar-lebar. Ayana menyuapkan satu sendok bubur manado. Ekspresi Rian saat memakan, tidak bisa bohong. Laki-laki itu seperti ingin muntah. Buru-buru Rian mengambil tisu dan mengeluarkan lagi bubur manado itu.

"Jangan dimakan, Ay! Enggak enak," ucap Rian.

"Enak, Yan. Tapi, kamu kasih bumbunya kebanyakan," Ayana masih tetap memakan.

Ayana menghargai Rian yang sudah susah payah memasak tengah malam seperti ini. Kalau Rian tadi menolak, Ayana jadi tidak bisa makan sesuai dengan keinginan anaknya. Ayana setidaknya sudah menuntaskan keinginannya untuk makan bubur manado tengah malam. Yang paling terpenting ini masakan Rian. Mungkin anak yang ada di dalam perut Ayana sedang menguji skill memasak Rian.

"Aku enggak tahu nama bumbu-bumbu yang ada di dapur, jadi aku masukkin aja semuanya," Rian membuat Ayana melotot.

"Kenapa kamu enggak bilang sama aku? Kamu malah manggil Davin, aneh banget."

"Kamu tidur nyenyak banget."

"Ya udah, enggak apa-apa. Ini enak, aku bisa habisin. Tapi, bukan berarti aku maafin kamu," Ayana masih mengingat kekesalannya.

"Ay, aku beneran enggak ada rencana ke kelab bareng Davin. Kamu mau aku kayak gimana lagi, biar percaya?" tanya Rian.

"Enggak gimana-gimana, kamu salahin teman kamu aja. Siapa suruh tadi ngomong gitu? Aku jadi mikir yang aneh-aneh."

Ayana bisa melihat Rian yang menghela napas pasrah. Laki-laki itu memeluk tubuh Ayana dari samping. Wajah Rian yang memelas, membuat Ayana kasihan. Tetapi, tidak masalah sepertinya memberikan hukuman pada Rian sekali-kali. Kalaupun Rian tidak berniat ke kelab malam, biar selamanya Rian juga tidak memiliki rencana untuk datang ke tempat itu. Ayana tidak suka suaminya mabuk, apalagi melihat wanita lain dan berbuat yang aneh-aneh.

"Jadi, kapan aku dimaafin?"

"Besok."

"Ini udah besok, Ay."

"Besoknya lagi, Yan. Sehari dulu marahan, baru besok kita baikan," jelas Ayana.

"Marahnya terjadwal," gerutu Rian membuat Ayana melirik tajam ke arah suaminya.

Tatapan menyeramkan Ayana, membuat Rian menyengir. Dengan cepat Rian mengambilkan Ayana minum, agar Ayana melupakan ucapan Rian barusan.

Sesaat setelah itu Ayana sudah merasa kenyang. Ayana tidak tahu kenapa bubur manadonya habis tak tersisa. Padahal rasanya bisa dibilang aneh. Suaminya yang memasak saja tidak mau mencoba lagi.

"Biar turun dulu makanannya, baru kita tidur," Rian mengusap lembut perut Ayana.

"Iya, aku juga tahu," balas Ayana yang bersandar pada tubuh Rian.

Ayana sudah mulai mengantuk. Tepat saat Ayana hendak memejamkan mata, Rian mengecup leher Ayana. Bahkan Rian menggigit kecil, membuat Ayana melebarkan matanya. Ini cara ampuh Rian mengganggu Ayana. Setelah perut Ayana terasa penuh, Rian tidak memperbolehkan Ayana langsung tidur. Selalu Rian mengingatkan Ayana, karena demi kondisi kesehatan Ayana.

CRAZY SEXY DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang