36. RASA TAKUT

20.2K 1.2K 3
                                    

Rian semakin mengumpat dan memukul stir mobil berulang kali, ketika mendengar perbincangan Rey di telepon. Satu yang ada dalam benak Rian saat ini. Laki-laki itu benar-benar sinting. Percapakan macam apa yang sedang Rey lakukan, hingga membuat suara Ayana terdengar bergetar.

Di dalam mobil, emosi Rian memuncak. Rian bersyukur masih bisa mendengarkan percakapan Rey dan Ayana melalui telepon, karena Ayana memang belum mematikan panggilan. Meskipun, tidak terlalu jelas, tetapi Rian tahu apa yang harus dilakukan.

"Oh, Fuck!"

Rian mengumpat lagi. Kali ini Rian dengan cepat turun dari mobil. Rian tahu istrinya sedang tidak baik-baik saja.

"Cari mbak Ay ya, mas?" tanya salah seorang kru ketika melihat Rian.

"Dimana istri saya?"

"Di lantai tiga, tadi katanya mau ke kamar mandi."

Usai mendapat jawaban, Rian buru-buru naik melalui tangga. Rian merasa lift itu terlalu lama terbuka, sedangkan Rian harus buru-buru. Rian memilih berlari menaiki anak tangga, menuju lantai tiga. Laki-laki itu saking kesalnya, sudah tidak sabar ingin menonjok wajah Rey berulang kali.

Tepat saat Rian melihat sebuah pintu, Rian langsung menendangnya. Dari suara yang sampai ke luar, Rian tahu istrinya berada di dalam. Rian tidak bisa berkata-kata lagi, ketika melihat Ayana yang dalam kondisi menyedihkan.

Tubuh Ayana bersandar pada dinding dengan pakaian yang robek. Rian yakin pelakunya pasti Rey. Belum lagi dengan air mata Ayana yang mengalir. Perempuan itu terlihat ketakutan sekali, membuat Rian tidak tega.

Rian cukup keras melayangkan bogem mentah pada wajah Rey. Hingga Rey jatuh terduduk di lantai. Keributan yang cukup keras itu membuat orang-orang mulai menghampiri satu ruangan itu. Mereka memisahkan antara Rey dan Rian, karena Rey sempat membalas. Tetapi, balasan Rey tidak ada apa-apanya. Setiap Rey membalas, Rian justru membuat dua kali lipat balasan yang lebih menyakitkan.

Sampai beberapa orang yang menyusul, membantu Rey untuk berdiri. Mereka sama seperti Ayana yang kaget, ketika melihat pertengkaran Rey dengan Rian.

"Rian...." panggil Ayana.

Suara Ayana begitu lirih dan air mata terus mengalir. Rian yang berjongkok, memeluk istrinya. Tangan Rian mengusap air mata Ayana.

"Kita pulang ya? Aku enggak bisa lihat kamu begini," balas Rian.

"Iya."

Bisa dilihatnya Ayana yang menganggukkan kepala. Rian membantu Ayana untuk berdiri. Sepertinya Rey mendorong Ayana, hingga tubuh Ayana menabrak dinding. Karena Ayana kelihatan kesulitan sekali, membuat Rian hendak mengangkat tubuh Ayana. Tetapi, Ayana menahan pergerakan Rian.

"Aku bisa sendiri, Yan."

"Oke. Pelan-pelan aja," Rian tetap membantu Ayana.

Mereka tidak mempedulikan Rey dan orang-orang yang ada di belakang mereka. Rian sangat emosi terhadap Rey. Kalau tidak ada yang memisahkan, Rian mungkin bisa menghajar Rey sampai membabi buta. Sayangnya, ada yang menahan Rian. Belum lagi Rian harus fokus pada Ayana yang lebih membutuhkan Rian saat ini.

Rian melangkah bersamaan dengan Ayana. Saat melewati Rey yang hidungnya berdarah karena pukulan Rian, Ayana berhenti sebentar. Tingkah Ayana membuat Rian bingung. Tangan Rian yang tadi menggandeng Ayana, dilepaskan begitu saja oleh Ayana.

"Ay, kamu mau apa?" tanya Rian.

Ucapan Rian terjawab saat Ayana menatap tajam ke arah Rey. Tangan Ayana sudah terayun pada wajah Rey. Perempuan itu dengan beraninya melayangkan tamparan pada Rey. Rian yang melihat tindakan Ayana, sampai tersentak kaget.

Plak...!

Bunyi tamparan dari Ayana begitu keras. Bahkan tamparan itu sukses menarik perhatian orang-orang yang berada di ruangan ini. Keberanian Ayana membuat Rian bertanya-tanya, apa saja yang telah Rey lakukan, hingga Ayana semarah ini.

"Dasar cowok brengsek!"

Umpatan Ayana mengakhiri keberadaan Ayana di ruangan itu. Tangan Rian kembali bergandengan erat dengan Ayana. Perempuan itu mengajak Rian untuk buru-buru pergi dari hadapan Rey.

Mata Rian sempat bertemu dengan Rey. Dari tatapan Rey terlihat laki-laki itu tidak menyesali perbuatannya pada Ayana. Sungguh itu membuat Rian murka. Tetapi, Rian tidak mau membuat keributan lagi. Rian yakin keributan malam ini akan muncul dalam pemberitaan besok.

"Maaf," ucap Ayana saat berada di dalam mobil.

"Aku enggak dengerin apa kata kamu, Yan."

"It's okay, Ay. Kamu enggak salah," Rian menangkup wajah Ayana.

Kembali bulir air mata jatuh dari pelupuk mata Ayana. Rian tahu ini bukan murni kesalahan Ayana. Laki-laki itu memang benar-benar sinting. Rian tidak akan pernah melupakan kejadian yang membuat istrinya menjadi ketakutan seperti ini.

Rian memeluk erat tubuh Ayana, memberikan perlindungan pada istrinya. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk Rian menanyakan apa yang terjadi di ruangan tadi, ketika Ayana berdua saja dengan Rey. Rian memilih menenangkan Ayana terlebih dahulu, agar Ayana merasa nyaman.

Sambil Rian mengirimkan pesan pada Wisnu, temannya. Nantinya, Rian mau Wisnu yang menjadi pengacara dalam masalah ini. Tidak mungkin Rian diam saja. Semua perbuatan Rey akan Rian balas.

"Aku takut," ucap lirih Ayana.

Suara Ayana yang bergetar, membuat hati Rian rasanya jauh lebih sakit. Rian harus membuat laki-laki itu mendekam di penjara.

"Enggak usah takut, Ay. Ada aku di sini," Rian mengusap lembut punggung Ayana.

Beberapa saat Ayana terus menangis, sampai Ayana akhirnya melepaskan diri dari Rian. Wajah Ayana terlihat kacau, tetapi Ayana tersenyum tipis. Seakan Rian tidak menyadari kalau perempuan itu sedang dilanda ketakutan yang begitu besar saat ini. Lagi-lagi Ayana yang malah menutupi sesuatu untuk meredakan emosi Rian.

"Kita pulang sekarang, Ay. Kamu butuh banyak istirahat. Besok enggak ada lagi syuting iklan," ucap Rian.

Perempuan itu cuma menurut, tidak berani membantah keputusan Rian. Semua yang terjadi mungkin membuat Ayana sadar, kalau Rey terlalu bahaya jika terus berada di dekat Ayana. Rian juga tidak bisa memastikan Rey akan aman, apabila Ayana kembali lagi bertemu dengan laki-laki kurang ajar itu.

"Yan...." panggil Ayana.

"Apa?" Rian mulai melajukan mobilnya.

"Aku masih mau nasi goreng yang di ujung jalan," Ayana menatap Rian dengan mata memohon.

Rian pikir Ayana sudah lupa. Terlebih ada kejadian buruk malam ini yang pastinya membuat Ayana syok dan ketakutan. Rian bisa melihat baju Ayana yang robek di bagian bahu. Maka, Rian memaksa Ayana untuk memakai jaketnya.

"Kita pulang dulu, Ay. Nanti, aku beliin sendiri, kamu tunggu di rumah aja."

"Malah jadi bolak-balik, Yan."

"Enggak apa-apa, Ay. Yang penting kamu aman dulu di rumah. Kamu nurut apa kata aku kan?" Rian melirik Ayana sebentar, lalu kembali fokus menyetir.

"Iya," balas Ayana.

Rian mengusap lembut rambut Ayana. Fokus Rian tetap pada jalanan yang tidak terlalu padat malam ini. Suasana hening mengisi kecanggungan di dalam mobil. Rian tidak mau terlalu banyak bicara dulu, begitu pula dengan Ayana yang isi kepalanya masih seputar kekesalan, karena ulah sinting Rey.

CRAZY SEXY DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang