Rian terbangun dan menyadari istrinya yang semalam tidur di sampingnya sudah tidak ada. Sadar jika sendirian di kamar, Rian memilih untuk turun dari ranjang. Rian melihat ke arah jam yang ada di kamar. Ternyata sudah sangat siang, Rian tidur terlalu lama.
Saat sedang hari libur seperti ini memang paling enak bangun di siang hari. Apalagi tidak melakukan kegiatan apapun, rasanya lebih menyenangkan menikmati waktu libur.
Sementara, Ayana pasti bangun lebih awal karena harus membuatkan sarapan untuk Al. Meski, Rian sudah memperkerjakan bik Asih, Ayana tetap lebih nyaman masak sendiri. Perempuan itu selalu bilang, mbok Asih sudah tua dan kasihan jika harus mengerjakan pekerjaan rumah.
Alhasil, mbok Asih cuma membantu menjaga Al saja. Tetapi, terkadang mbok Asih juga masih suka beres-beres. Katanya, badan mbok Asih pegal-pegal, apabila diam saja.
"Ay," panggil Rian.
Rian memutuskan untuk keluar dari kamar. Mata Rian menuju ke arah ruang tengah yang biasa Ayana gunakan untuk bersantai sambil membaca majalah. Namun, Ayana tidak ada di situ. Rian akhirnya berjalan ke arah dapur dan malah menemukan mbok Asih yang sedang membersihkan meja.
"Den Rian sudah bangun?"
"Sudah, mbok. Ayana sama Al kemana mbok?" tanya Rian.
"Oh, non Ayana ada di depan sama den Al. Lagi nemenin den Al main."
"Ya udah, mbok. Saya ke depan dulu," Rian membuat mbok Asih menganggukkan kepala.
Rian membalikkan badannya, lalu melangkah ke tempat yang mbok Asih beri tahu. Namun, baru beberapa langkah, Rian kembali mendengar suara mbok Asih.
"Den, mau dibuatin kopi enggak?" tanya mbok Asih.
Penawaran mbok Asih tidak mungkin bisa Rian tolak. Kopi saat bangun tidur seperti salah satu minuman yang wajib Rian minum. Apabila tidak, Rian merasa melakukan kesalahan besar. Karena itu sudah menjadi kebiasaan Rian.
"Boleh, mbok. Kalau udah jadi taruh aja di meja, nanti saya minum."
"Siap, den," mbok Asih tersenyum.
Dengan muka bantalnya, Rian melangkah lebar menuju ke halaman depan rumah. Rian sudah tidak ngantuk lagi, tetapi masih sesekali menguap.
Mata Rian mengedarkan pandangannya ke arah luar. Pintu yang terbuka lebar membuat Rian sudah bisa melihat dari dalam.
Setelah berkali-kali berkedip, Rian mengernyitkam dahinya. Rian bisa melihat jelas Ayana dan Al yang sedang berbicara dengan seorang laki-laki yang sepertinya seumuran Rian. Entah apa yang mereka lakukan di luar bersama laki-laki itu. Rian juga bisa melihat anak laki-laki selain Al.
"Maaf ya mas, Al memang suka jahil," ucap Ayana dengan raut wajah tidak enak hati.
"Enggak apa-apa, mbak. Anak kecil udah biasa kalau berantem, apalagi sesama cowok," laki-laki itu tersenyum, membuat Rian yang mengamati dari dalam menjadi geram saat melihatnya.
Tanpa berlama-lama diam di tempat, Rian menyusul Ayana. Raut kesal tercetak jelas di wajah Rian.
"Ay, kamu ngapain?" Rian bedecak kesal.
"Lagi nemenin Al, Yan. Tadi Al buang mobil-mobilan anak mas ini. Oh iya, kamu belum kenalan," Ayana menatap Rian sekilas.
"Kenalin mas, saya Rio tetangga sebelah," ucap laki-laki itu. Lagi-lagi sambil tersenyum.
Rian yang melihatnya malas sekali. Terlebih tetangga sebelah rumah barunya itu terlihat cari perhatian sampai berkunjung ke rumah ini. Apa laki-laki itu tidak sadar bahwa Ayana sudah memiliki suami? Bisa-bisanya mereka sejak tadi asyik mengobrol, entah sejak kapan.
"Rian," jawab singkat Rian dengan ekspresi datar.
"Yan," Ayana memperingatkan dengan menyenggol lengan Rian.
"Nama aku kan memang Rian, Ay. Salahnya dimana?" Rian kesal saat mendapati mata Ayana yang melotot.
"Maaf mbak, saya kayaknya sama Kevin permisi pulang dulu. Kita soalnya habis ini ada janji mau pergi," ucap Rio yang membuat Rian dan Ayana tidak jadi bertengkar.
"Oh iya mas, enggak apa-apa. Tapi, Al biar minta maaf dulu sama Kevin," balas Ayana.
Tampak Ayana yang berganti melirik ke arah Al. Sejak tadi Al cemberut karena Ayana beri tahu tidak boleh seperti itu pada sesama teman. Tetapi, Al terus membela diri dengan mengatakan Kevin yang mengejek duluan, membuat Al kesal. Berakhir Al membuang mainan Kevin dan terus bergantian, hingga keributan itu membuat Ayana dan Rio turun tangan.
"Al nurut sama mommy kan? Ayok minta maaf, sayang," pinta Ayana.
"No, mommy! Dia juga buang mobil-mobilan Al yang biru," jelas Al sambil menunjuk ke arah anak kecil yang bernama Kevin.
"Ayah, dia yang mulai duluan lempar-lempar," balas Kevin yang usianya satu tahun di atas Al.
Keadaan sudah kembali kacau. Rian memilih mendekat ke arah Al. Sebelum terjadi insiden mencubit atau mendorong, lebih baik Rian menggendong Al.
"Sudah Ay, kalau enggak mau jangan dipaksa. Aku bawa Al ke dalam," ucap Rian yang melangkahkan kaki begitu saja, tanpa mempedulikan adanya tetangga sebelah.
Saat Ayana hendak meminta maaf sekali lagi pada Rio karena sikap Al, Rian kembali membuka suara. Tanpa menoleh ke belakang, Rian mengeluarkan kalimat perintah dengan nada marah.
"Masuk rumah, Ay!"
"Saya masuk dulu ya, mas. Nanti, saya coba bujuk Al lagi," Ayana tersenyum tipis.
"Enggak apa-apa, mbak. Namanya anak kecil memang begitu. Saya sama Kevin juga pamit dulu," balas Rio dengan sikap ramah.
Perbincangan itu sebagai penutup akhir. Setelah itu Rio kembali ke rumah sebelah, sedangkan Ayana masuk ke dalam.
Perempuan itu bisa melihat Al dan Rian yang tampak akur dengan duduk di sofa berdua. Biasanya anak dan bapak itu bermusuhan, tapi kali ini sedang akur. Karena sama-sama tidak menyukai tetangga sebelah rumah.
Rian tidak suka pada Rio, begitu juga Al yang kesal dengan Kevin, anak dari Rio. Keduanya membuat Ayana geleng-geleng kepala.
"Al kenapa enggak mau minta maaf? Kalau salah harus minta maaf, sayang," Ayana duduk di samping Al.
"Udah Al bilangin dari tadi ke mommy, Kevin duluan yang ngejek Al. Kevin bilang mata Al abu-abu jelek, warnanya enggak item. Mata Al kan kayak daddy," ucap Al yang merajuk.
"Keterlaluan banget anak tetangga, mata bagus dibilang jelek. Harusnya mainannya jangan cuma dilempar Al," Rian geleng-geleng kepala, seolah tidak percaya anaknya dihina karena memiliki warna manik mata yang berbeda.
"Yan, kamu malah ngajarin enggak bener."
"Emangnya kamu terima, anak kamu matanya dibilang jelek?" tanya Rian.
"Ya, namanya juga anak kecil, Yan."
"Enggak bisa gitu juga, Ay. Ajaran bapaknya itu pasti," Rian kembali membuat Ayana menarik napas dalam.
Rian yang cemburu pada Rio membuat laki-laki itu terus membela Al. Seharusnya, Rian ikut memberi tahu Al. Tetapi, Rian justru ada di pihak Al. Anak itu yang mendapat dukungan dari Rian, jadi tidak mau menyadari bahwa Al juga salah tadi.
"Al main dulu di kamar, mommy mau ngomong sama daddy," perintah Ayana yang membuat Al menurut.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY SEXY DUDA
RomanceAyana dan Rian terpaksa menikah. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Ayana butuh bantuan Rian untuk mengembalikan eksistensinya sebagai model. Sedangkan, Rian butuh peran Ayana sebagai ibu sambung putranya. Segala tangis, tawa, kebahagiaan, ke...