Tanpa sadar, waktu berjalan lebih cepat. Sudah seminggu berlalu Ayana membuat laporan soal permasalahan Rey. Saat ini Ayana bisa bernapas lega. Laki-laki kurang ajar itu sudah ditahan oleh polisi. Bahkan Rey ditetapkan sebagai tersangka.
Keterangan tambahan dari Andin sangat membantu, hingga membuat pihak Ayana semakin kuat. Seperti yang dikatakan Rian, banyak orang mendukung Ayana setelah tahu kenyataan sebenarnya. Komentar positif membanjiri akun Ayana. Melihat itu semua, Ayana cuma bisa tersenyum tipis. Ayana seminggu ini cuma berada di rumah, karena tidak mau memberikan klarifikasi pada media soal permasalahan ini. Baik Rian maupun Ayana menyerahkan masalah ini pada polisi.
"Mommy..." Al berlari ke arah Ayana.
Ayana meletakkan ponselnya di meja. Mata Ayana menatap ke arah Al. Selesai mengecek ponsel, Ayana geleng-geleng kepala saat Al berlari dengan kencang. Tingkah Al yang terlalu aktif, terkadang membuat Ayana khawatir. Ayana takut anaknya itu terjatuh.
"Jangan lari-lari terus, sayang! Nanti, kalau jatuh mommy enggak kasih coklat," ancam Ayana.
"Mommy marah?" Al mengerjap, sambil memeluk kedua kaki Ayana.
Bagaimana caranya Ayana bisa marah, kalau Al terlihat memelas dengan wajah menggemaskan? Ayana cuma menghela napas. Dengan gerak hati-hati, Ayana menggendong tubuh Al. Sejujurnya Al semakin tambah berat, Rian melarang Ayana untuk menggendong Al. Tetapi, Ayana masih melakukannya sesekali.
Ayana membawa Al ke ruang tengah, menaruh Al di sofa. Ternyata pinggang Ayana mulai terasa sakit, padahal baru sebentar Ayana menggendong Al. Namun, rasa pegal itu akan hilang jika ditukar dengan kecupan dari Al di pipi Ayana.
"Mommy enggak marah. Tapi, jangan lari-lari lagi, ya? Nanti, kalau jatuh terus nangis, enggak malu diledekin daddy?"
"Daddy nakal ya, mommy? Al enggak lari-lari."
"Daddy enggak nakal, sayang. Al kan udah besar, jadi enggak boleh nangis. Sebentar lagi Al juga mau masuk sekolah."
"Sekolah?" tanya Al.
"Iya sekolah sayang, nanti ketemu banyak temen baru. Umur Al udah mau empat, jadi harus masuk sekolah."
"No, mommy! Temen Al cuma Rara," Al menggelengkan kepala.
Tepat saat Al memberi tahu, Ayana tersenyum tipis. Jujur, Ayana kesal dengan Rian yang memilih rumah di daerah elit seperti ini. Tidak banyak anak seusia Al yang bermain keluar rumah. Maka, Al cuma punya teman saat bermain di rumah mami Rian.
Ayana pernah membahas ini dengan Rian. Apalagi di rumah yang sekarang, tidak ada sekolah yang dekat di daerah sini. Ayana jadi harus memutar otak untuk mencarikan sekolah yang bagus dan nyaman untuk Al. Meski, hanya taman kanak-kanak saja, tetapi tetap harus cari yang terbaik. Yang Ayana takutkan, kalau Al tidak mau sekolah.
"Nanti, kalau masuk sekolah, temen Al jadi semakin banyak. Bukan cuma Rara, sayang."
"Al cuma mau main mommy, bukan sekolah," Al terus menolak, membuat Ayana cuma bisa pasrah.
"Kita pikirin nanti lagi ya," jawab Ayana.
Untuk sekarang ini Ayana menuruti dulu apa kata Al. Ayana juga belum mencari sekolah untuk Al. Rencananya Ayana menunggu Rian tidak sibuk, karena akhir-akhir ini pekerjaan kantor masih banyak. Terkadang setelah pulang kantor, Rian masih berada di ruang kerja untuk mengerjakan pekerjaan yang dibawa pulang.
"Al tadi bawa apa?" Ayana memandang kotak kecil berwarna coklat yang Al bawa.
"Ini punya daddy, mommy."
Ayana baru menyadari Al sejak tadi membawa kotak kecil itu. Entah Al mau memberi tahu Ayana sesuatu atau kotak itu berisi mainan. Namun, saat Al mengatakan itu milik Rian, Ayana langsung mengernyitkan dahinya.
"Punya daddy? Isinya apa? Boleh, mommy lihat?"
"Boleh, mommy," Al mengangguk, sambil tersenyum.
Ayana membiarkan Al yang membuka kotak itu sendiri. Isi di dalamnya ternyata sebuah foto. Beberapa foto Tasya dan Rian disimpan di dalam kotak itu. Ayana tidak tahu Al dapat kotak itu dari mana.
"Al dapat kotak ini dari mana?"
"Dari meja daddy, mommy."
Saat Al memberi tahu asal kotak itu, Ayana langsung mengerti. Ayana tidak pernah mengecek meja kerja Rian. Biasanya Ayana cuma menutup ruang kerja Rian saat sudah tidak digunakan. Namun, ternyata Al yang terkadang masuk ke dalam situ, menemukan kotak ini. Ayana jadi bisa melihat kenangan Tasya dengan Rian.
"Mommy cantik," Al berkomentar saat melihat salah satu foto.
Tangan mungil Al menunjuk foto-foto Tasya yang tersenyum ke arah kamera. Wanita itu memang terlihat cantik dengan wajah natural, tanpa make up. Apabila terus diamati, Tasya memang mirip dengan Ayana. Tidak heran jika Al selalu menganggap Ayana ini sebagai ibu kandungnya. Karena sampai detik ini Al belum tahu, kalau Tasya sudah tiada.
"Iya, mommy Al memang cantik," ucap Ayana.
"Mommy yang ini perutnya besar," Al kembali menunjuk foto Tasya dan Rian.
Ayana menganggukkan kepala. Saat melihat Tasya yang hamil besar dan Rian memeluk tubuh wanita itu dari belakang, Ayana rasanya iri. Ayana tidak tahu, apa selama kehamilannya nanti, Rian juga akan bersikap manis dan romantis seperti di foto ini.
"Di dalamnya ada dedek bayinya. Perut mommy juga ada adek buat Al," jelas Ayana, sambil tersenyum tipis.
"Adek bayi buat Al?" tanya Al.
"Iya, sayang."
Bisa dilihat, ekspresi Al yang kaget. Anak laki-laki itu belum tahu soal kehamilan Ayana. Takutnya apabila Rian dan Ayana beri tahu, Al justru cemburu atau menolak bayi dalam kandungan Ayana. Namun, Al saat ini terlihat senang. Tangan Al memegang perut Ayana, sambil tertawa.
"Adek Al cowok atau cewek?"
"Belum kelihatan, Al. Nanti, mommy kasih tahu kalau udah kelihatan jenis kelaminnya. Al mau adeknya cowok atau cewek?"
"Cowok aja, mommy. Biar bisa Al ajak main mobil-mobilan. Kalau cewek, nanti suka nangis kayak Rara," Al menanggapi dengan wajah menggemaskan.
Ayana tidak ada henti-hentinya tersenyum, melihat Al yang penuh semangat. Mengobrol dengan Al memang seru. Tetapi, Ayana juga harus melakukan pekerjaan lainnya. Saat sudah sore seperti ini mbok Asih pulang ke rumah. Ayana sendiri yang harus memasak untuk makan malam.
Biasanya Ayana memberikan waktu untuk Al menonton di ruang tengah. Atau Al suka bermain lego dan mobil-mobilan, sambil menunggu Ayana selesai memasak.
"Mau cowok atau cewek tetap adeknya Al. Jadi, harus terima semua, ya?" tanya Ayana.
"Iya, adeknya terserah mommy. Perut mommy kenapa kecil?" Al menatap heran perut rata Ayana.
"Karena usia adek Al di dalam perut mommy masih kecil, jadi perutnya belum besar kayak gitu," jelas Ayana yang sebenarnya bingung untuk menjawab.
Ayana membuat Al mengangguk. Mata polos Al menatap Ayana. Detik berikutnya, Al sudah menatap ke arah lain. Anak itu lebih fokus pada lego yang berada di atas karpet. Ayana memang belum sempat membereskan mainan Al.
"Lego, mommy," Al menunjuk lego yang ada di bawah, lalu turun untuk mengambilnya.
"Iya, Al main lego dulu. Mommy mau masak," Ayana beranjak dari duduknya, membiarkan Al yang sudah fokus pada mainan.
Ternyata Ayana menghabiskan waktu yang lama bersama Al saat melihat foto-foto Tasya dan Rian sampai habis. Ayana kembali membereskan foto-foto itu dan memasukkan ke dalam kotak yang Al bawa. Tanpa Ayana sadari, mata Ayana berkaca-kaca saat kembali melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY SEXY DUDA
RomanceAyana dan Rian terpaksa menikah. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Ayana butuh bantuan Rian untuk mengembalikan eksistensinya sebagai model. Sedangkan, Rian butuh peran Ayana sebagai ibu sambung putranya. Segala tangis, tawa, kebahagiaan, ke...