37. HIS TOUCH

27K 1.3K 5
                                    

Dengan gerak hati-hati, Ayana memilih turun dari ranjang. Ayana merasa tidak bisa tidur malam ini. Perempuan itu terus memikirkan gelisahannya atas apa yang baru saja terjadi. Masih teringat dalam benak Ayana, bagaimana Rey yang bertindak kasar hingga merobek pakaian Ayana. Beruntungnya Ayana masih dilindungi oleh Tuhan. Suaminya datang pada saat yang tepat.

Ayana meraih knop pintu untuk membukanya secara perlahan. Rasanya Ayana tidak mau menimbulkan suara sedikitpun yang akan berpotensi membangunkan Rian. Sejak tadi Rian sudah terjaga, karena Ayana terus gelisah. Sampai akhirnya Ayana berusaha memejamkan mata dan mungkin Rian kira Ayana sudah tertidur pulas.

Tujuan Ayana saat ini adalah ruang tengah. Ayana ingin duduk di sofa, menikmati kesendiriannya. Entahlah, Ayana merasa pikirannya benar-benar kacau. Bayangan kejadian tadi seperti reka ulang yang terus berputar-putar di kepala Ayana.

Bahkan tanpa Ayana sadari, air mata mulai kembali berjatuhan. Ayana bukan perempuan lemah yang mudah sekali menangis. Tetapi, sentuhan Rey pada bagian tubuh Ayana, membuat Ayana menyesali apa yang sudah terjadi. Saat ini yang bisa Ayana lakukan hanyalah merenung dan mendudukkan diri di sofa.

Suasana yang tenang membuat Ayana merasa nyaman. Hanya suara tetesan air hujan yang berada di luar rumah. Karena memang saat ini sedang gerimis di luar. Ayana juga tidak tahu hujan mulai sejak kapan.

Ayana yang duduk diam, tiba-tiba dikejutkan dengan suara langkah kaki. Ternyata itu Rian yang menyusul Ayana ke sofa. Ayana yang tadinya menangis, buru-buru menghapus air matanya. Perempuan itu tidak mau membuat Rian khawatir, karena kecerobohannya sendiri.

"Masih enggak bisa tidur?" tanya Rian.

"Iya, masih. Aku belum ngantuk."

"Mau aku ambilin cemilan atau minum?"

"Enggak usah, aku udah kenyang."

"Ya udah, geser dikit, Ay," Rian ikut duduk di sofa.

Bukannya lanjut tidur karena besok Rian harus berangkat pagi, laki-laki itu malah menemani Ayana. Dada Rian menjadi sandaran Ayana. Pelukan hangat dari Rian mampu menambah kenyamanan Ayana.

Ayana tidak pernah membayangkan, bagaimana jadinya kalau tadi tidak ada Rian. Atau bagaimana jadinya, kalau Ayana tidak menikah dengan Rian. Apa mungkin Ayana akan menemukan laki-laki yang sama seperti Rian?

Ayana mulai menyadari perasaan sayangnya pada Rian tumbuh semakin besar. Seiring dengan perhatian dan semua tingkah laki-laki itu yang terkadang membuat Ayana kesal sekaligus merasa beruntung.

"Kamu masih belum mau cerita sama aku?"

"Aku takut," ucap lirih Ayana.

"Takut apa?"

"Takut kamu marah, Yan."

Kepala Ayana menunduk takut, membuat Rian mengangkat wajah Ayana. Tangan Rian menangkup wajah Ayana, memberikan kecupan di kening Ayana. Laki-laki itu berusaha meyakinkan Ayana untuk tidak takut menceritakan apapun.

"Aku enggak akan marah, Ay. Apapun yang mau kamu ceritain, aku pasti dengerin. Kalau kamu belum siap kasih tahu aku, itu juga enggak jadi masalah. Aku siap nunggu, sampai kamu juga siap untuk bilang."

Ayana benci situasi dan kondisi seperti ini. Lagi-lagi, Ayana tidak bisa menahan air matanya. Ayana merasa bodoh sekali, karena tidak menuruti apa kata Rian. Semua bagian tubuh Ayana milik Rian, tidak seharusnya ada laki-laki lain yang menyentuh bagian tubuh Ayana. Itu yang membuat Ayana takut untuk bercerita. Ayana begitu mengutuk Rey yang memperlakukannya dengan sangat buruk. Bahkan membuat Ayana merasa jijik, jika kembali mengingatnya.

"Aku minta maaf," Ayana kembali terisak.

"Jangan nangis, Ay! Aku enggak akan paksa kamu buat cerita sekarang, kalau kamu masih belum nyaman untuk cerita."

"Bukan begitu, Yan. Sebenarnya, aku takut kamu marah, karena dia sentuh aku di bagian yang seharusnya cuma milik kamu."

Usai Ayana mengeluarkan keberaniannya untuk menjawab, Ayana malah melihat Rian yang terdiam. Ayana tidak tahu apa yang Rian pikirkan. Tetapi, Ayana bisa melihat rahang Rian mengeras. Laki-laki itu sedang menahan emosi, agar Ayana tidak semakin takut untuk bercerita.

"Bagian mana dari tubuh kamu yang dia sentuh?" ucap dingin Rian.

"Awalnya, dia sentuh bagian bibir aku. Dia dorong aku, terus ciu-"

Belum sempat Ayana menyelesaikan kalimatnya, Rian mengejutkan Ayana dengan mengecup bibir Ayana secara tiba-tiba. Kecupan itu begitu lembut dan penuh perasaan. Berbeda dengan apa yang Ayana alami tadi saat bersama Rey.

"Mana lagi yang dia sentuh?" Rian melepaskan bibirnya dari bibir Ayana.

"Dia juga sentuh bagian ini dari luar pakaian aku," Ayana menunjuk ke arah dadanya sendiri.

Sesaat setelah Ayana memberitahu, Ayana mulai merasakan tangan Rian yang membuka satu persatu kancing piyama Ayana. Masih dengan tatapan bingung, Ayana berusaha menahan tangan Rian.

"Kamu mau ngapain?" tanya Ayana.

"Mau hapus semua sentuhan dia dari bagian tubuh kamu," Rian tidak bisa menahan emosinya.

Sulit untuk dijelaskan situasi saat ini. Ayana juga tidak tahu Rian akan semarah ini. Laki-laki itu bukan marah pada Ayana, melainkan pada Rey.

"Yan, jangan kayak gini!"

"Kenapa?" Rian mendongak, menatap Ayana.

"Aku jadi makin takut, kalau kamu kayak gini," Ayana meneteskan kembali air matanya.

Setelah Ayana merasakan bibir Rian yang mengecupi bagian tubuh yang Ayana tunjuk tadi, Rian mulai kembali memasang kancing piyama Ayana. Laki-laki itu sadar bahwa ini justru membuat Ayana tidak nyaman. Ayana tidak menolak sama sekali, tetapi bukan berarti Ayana sudah siap untuk menerima sentuhan pada bagian tubuhnya yang terdapat bekas sakit, karena ulah kasar tangan Rey.

Ayana mencoba tenang dan memahami Rian. Ada emosi yang terbaca dari raut wajah Rian. Meskipun, Rian tidak melampiaskan itu pada Ayana. Sentuhan Rian begitu lembut, karena Ayana juga tahu Rian tidak mungkin mau menyakitinya.

"Maaf, aku enggak bisa nahan emosi, Ay. Waktu kamu bilang dia sentuh kamu, aku enggak terima. Aku mau kamu lupain apa yang udah dia lakuin," Rian menghapus air mata Ayana.

"Tanpa kamu minta, aku pasti lupain itu. Tapi, enggak bisa secepat itu juga, Yan. Rasa sakitnya masih ada sampai sekarang."

"Sakit? Apa yang sakit?"

"Coba kamu lihat baik-baik bibir aku," Ayana menunjukkan bibir bagian bawahnya.

Ayana berhasil membuat Rian jauh lebih frustasi. Tampak Rian yang syok saat melihat bibir bagian bawah Ayana terdapat luka. Ayana yakin Rian tadi tidak memperhatikan dengan baik. Karena memang luka ini tidak terlalu besar, tetapi sangat sakit. Luka itu akibat gigitan Rey, saat Ayana terus memberontak, ketika Rey berusaha mencium bibir Ayana.

"Apalagi selain itu?"

"Bagian punggung aku, kayaknya ada memar," Ayana membalikkan tubuhnya.

Ayana membuka sendiri pakaiannya dan memperlihatkan pada Rian. Rasanya begitu sakit, apalagi saat Ayana berposisi berbaring. Itu juga salah satu alasan Ayana sulit untuk tidur. Ayana tidak tahu ada memar atau luka yang seperti apa pada bagian punggungnya. Tetapi, Ayana bisa melihat Rian yang begitu emosi.

"Bangsat!" umpat Rian, membuat Ayana tersentak kaget.

CRAZY SEXY DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang