76. KECURIGAAN

11.8K 797 15
                                    

Rian mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Berhubung besok hari libur, Rian menyempatkan mampir ke apartemen Davin malam ini. Seperti biasa, berkumpul dengan sahabat-sabahatnya. Rian juga sudah izin pada Ayana dan beruntungnya diperbolehkan, asal tidak sampai larut malam.

Sekarang ini masih terbilang aman. Saat Rian melirik ke arah jam tangannya, jam menunjukkan pukul delapan malam. Jalanan Ibu Kota malam ini tidak macet. Rian jadi tidak perlu waktu lama untuk tiba di apartemen Davin. Hanya butuh waktu lima belas menit saja untuk tiba.

Sesampainya di apartemen Davin, mata Rian langsung disuguhkan ketiga sahabatnya yang sedang asyik berbincang. Ada beberapa yang minum. Sepertinya cuma Bian yang tidak ikut meminum minuman itu. Rian juga tidak mau ikut mabuk. Meski, cuma ada satu botol saja di meja. Untuk Davin dan Wisnu itu tidak ada apa-apanya.

"Udah datang aja lo. Gue kira enggak jadi ikut ngumpul," ucap Davin, pemilik apartemen yang langsung menyapa Rian duluan.

"Kalau kerjaan udah beres, gue tetep ikut," Rian duduk di kursi yang berseberangan dengan Wisnu.

"Oh iya, gue belum sempat ngucapin selamat buat lo. Congrats, bro!" ucap Bian yang tersenyum pada Rian, membuat Davin dan Wisnu memberikan tatapan bingung.

"Selamat apaan? Rian dapet proyek besar?" tanya Wisnu.

"Sok tahu banget lo, maksud gue bukan itu. Gue baru denger dari Rara, anaknya Ayana cowok," jelas Bian.

"Wah, dapet cowok lagi lo. Gue kira bakalan cewek yang kedua," Wisnu ikut senang mendengar kabar soal jenis kelamin anak Rian dari Bian.

"Nanti, buat lagi anak cewek, Yan. Masalah bikin anak gampang, iya enggak?" Davin menatap Rian, sambil tersenyum menyebalkan.

"Sialan!" Rian tertawa keras, karena mengerti maksud Davin.

Wisnu dan Bian juga ikut tertawa. Sesekali mereka melempari Davin dengan keripik kentang. Mereka sudah tidak heran dengan isi kepala Davin. Sepertinya setelah bertemu Clara dan mendapat teror dari wanita gila itu, Davin semakin ikut tidak waras.

Terakhir kali yang Rian dengar, Davin kembali berbuat gila dengan menghabiskan satu malam bersama Clara. Entah apa akibatnya dari semua itu. Yang pasti selama Davin masih bisa meledek dan tertawa seperti ini, semua terpantau aman.

"Bini lo bentar lagi lahiran ya?" tanya Wisnu yang mengganti topik obrolan, meski masih seputar persoalan anak kedua Rian.

"Iya, bentar lagi. Enggak kerasa, waktu cepet banget. Yang tadinya gue pusing, awal-awal kehamilan dia ngidam aneh-aneh, bentar lagi anak gue udah mau keluar. Gue jadi bapak-bapak siaga," jawab Rian.

"Gitu lo masih aja penasaran sama identitas bini lo," celetuk Davin.

"Identitas apaan? Kok gue enggak tahu? Wah, lo enggak cerita ke gue?" Bian memandangi Rian, sambil geleng-geleng kepala.

"Kalau Rian cerita ke lo yang ada lo bocor ke Rara. Ntar bini lo, bilang lagi ke Ayana. Gue jadi ikut kena amukan Ayana. Yang bantuin Rian cari tahu identitas keluarganya Ayana kan gue," ucap Wisnu, membuat Bian kaget.

"Jangan kasih tahu Rara!" peringat Rian pada Bian.

Sebenarnya, sejak awal menikah dengan Ayana, Rian curiga pada istrinya. Diam-diam Rian mencari tahu lebih dalam soal identitas Ayana dan juga keluarga besar Ayana yang lebih banyak menetap di Bandung.

Berawal dari kecurigaan kecil yang malah menjadi berkepanjangan, sampai Rian meminta Wisnu untuk mencari orang yang memang bisa menyelidiki semua ini. Rian tahu Wisnu memiliki banyak kenalan orang-orang seperti itu. Terkadang clien Wisnu memang meminta bantuan untuk mencari barang bukti, agar lebih menguatkan di pengadilan. Misalnya, kasus selingkuh yang membutuhkan pelacakan. Karena clien Wisnu kebanyakan bukan orang sembarangan.

"Emangnya identitas apaan? Sepenting itu buat lo?" tanya Bian yang masih tidak mengerti.

"Ya, pentinglah bego! Lo lihat aja wajah mirip, latar belakang enggak terlalu jelas, gimana enggak curiga?" Davin ikut menimpali.

"Gue awalnya enggak mau ngelakuin ini. Tapi, lama-kelamaan gue lihat ada kejanggalan. Kalau soal barang-barang Ayana mirip Tasya, gue sekarang ini udah bisa maklumin. Memang bener barang kayak gitu banyak yang jual. Enggak semuanya juga sama. Cuma ada beberapa yang menurut gue bener-bener aneh," Rian mulai bercerita, membuat Bian yang tidak mengerti apa-apa menjadi serius mendengarkan.

"Emang apaan?" tanya Bian lagi.

"Gue enggak pernah liat foto dia masih kecil. Enggak ada di rumah nyokapnya, foto keluarga yang bertiga. Belum lagi rumah lama nyokapnya di Bandung, lumayan dekat sama lokasi kejadian Tasya kecelakaan."

"Yang buat gue tambah curiga lagi, rumah lama nyokapnya Ayana disembunyiin dari Rian. Gue juga dapat kabar dari orang suruhan gue, soal informasi keluarga itu. Tetangga sekitar bilang, nyokapnya Ayana enggak punya anak. Tiba-tiba juga pindah ke Jakarta secara mendadak," Wisnu menambahkan penjelasan Rian barusan.

"Jadi, lo merasa Ayana itu Tasya? Lo curiga sejak awal nikah, tapi lo seolah-olah kayak enggak ada apa-apa?" Bian benar-benar kaget dengan Rian. Ditambah lagi Wisnu dan Davin mendukung kecurigaan Rian terhadap Ayana.

Dari awal Bian selalu berpikir bahwa Ayana dan Tasya adalah dua orang yang berbeda. Bahkan Bian masih mengingat jelas saat Rian menegaskan, laki-laki itu tidak mau pikirannya dipengaruhi, agar membuat kesamaan di antara Tasya dan Ayana. Tetapi, tidak disangka-sangka, sekarang ini Rian menjilat ludahnya sendiri.

"Gue enggak mungkin jujur dari awal, dia pasti marah sama gue. Tapi, walaupun gue curiga kayak gini, gue udah ngelupain Tasya. Gue enggak selingkuh lagi sama masa lalu gue," Rian mencoba membela diri. Karena Rian tahu Bian pasti berpihak pada Ayana.

"Kalau kata gue, lo udah gila!" Bian sudah tidak habis pikir lagi dengan Rian.

"Lo jangan salahin Rian dulu! Dari luka di kepala Ayana yang Rian tunjukkin fotonya ke gue, itu gue rasa luka baru. Emang gue enggak periksa secara langsung. Tapi, bisa jadi itu bekas luka pas kecelakaan," Davin ikut membela Rian.

Rian tidak merasa menang mendapat dukungan dari kedua sahabatnya itu. Yang Rian mau rasa penasaran dan kecurigaannya selama ini terjawab. Rian tidak bisa berhenti, sebelum memastikam kebenarannya. Meski, kehidupan Rian dan Ayana sudah bahagia, Rian pikir tidak ada salahnya melanjutkan menyelidiki persoalan itu.

"Gue kasih tahu ke lo semuanya, termasuk lo!" jari telunjuk Bian terarah pada Rian. Nada bicara Bian terdengar kesal.

"Lo itu terlalu dibutakan sama rasa penasaran lo. Sampai lo enggak bisa mikir, bini lo lagi hamil gede. Kalau sampai apa yang lo lakuin kebongkar sama Ayana, lo harus tahu resikonya. Bukan cuma Ayana aja yang bisa stress, tapi anak lo juga."

Tampak Bian menghela napas. "Karena lo udah terlanjur cari-cari masalah. Jangan sampai Ayana tahu, terus tekanan darahnya tinggi. Itu bisa berakibat fatal. Nyokap gue dulu udah pernah ngalamin, lo tahu cerita semuanya kan. Dan, lo lagi Davin, sebagai dokter yang tahu gimana bahayanya, lo harusnya kasih tahu Rian. Lo juga salah Nu, ngapain malah bantuin Rian? Harusnya lo bisa kasih nasihat yang bijak buat rumah tangga temen lo."

CRAZY SEXY DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang