Ayana lumayan pusing mendengar suara mbok Asih yang memperingatkan Al. Karena sejak tadi Al terus berlarian di sekitaran dapur, membuat mbok Asih takut Al terkena percikan minyak. Memang Al selalu menurut apa kata Ayana. Tetapi, tetap saja tingkah usil Rian menurun pada Al. Terkadang Ayana bingung mengatasinya.
"Astagfirullah, den Al ini mbok ya, jangan lari-lari di sekitar sini, mbok lagi masak," ucap mbok Asih.
Suara mbok Asih tidak membuat Al diam. Anak berusia tiga tahun itu malah berlari dengan cepat ke arah Ayana. Sambil berteriak keras dengan wajah yang begitu menggemaskan.
"Mommy..." teriak Al.
Ayana menggendong tubuh Al yang ternyata sudah semakin berat saja. Tidak sia-sia Ayana sering memutar otaknya untuk membuatkan menu baru yang dapat meningkatkan nafsu makan Al. Tentunya itu juga dengan bantuan mbok Asih yang sering memberitahu Ayana.
Saat ini Ayana menatap ke arah Al. Senyum Ayana langsung terbit begitu saja ketika Al menunjukkan mobil-mobilan kesayangannya yang sempat hilang.
"Mobil-mobilannya ketemu dimana?" tanya Ayana.
"Di bawah meja kerja daddy."
Ayana menghembuskan napas dalam saat mendengar jawaban polos Al. Ini sudah bisa tertebak, siapa yang sengaja menyembunyikan mobil-mobilan Al. Tidak mungkin Al bermain-main ke ruang kerja Rian, karena Ayana selalu menutup pintu itu apabila Rian sudah selesai menggunakan. Suaminya itu membuat Ayana tidak habis pikir. Ada saja tingkah Rian yang membuat Ayana stress.
"Mommy, kenapa?" tanya Al, karena Ayana hanya terdiam.
"Enggak apa-apa, sayang. Mommy kemarin cari-cari di kamar Al enggak ada, ternyata di bawah meja kerja, daddy."
"Disembunyiin sama daddy, mommy. Soalnya Al kemarin kasih cacing ke daddy," ucap Al.
Usai mendengar ucapan polos Al, Ayana rasanya ingin tertawa. Keseringan menanam tanaman bersama Rara, membuat Al tidak jijik terhadap cacing. Bahkan sudah banyak tanaman yang Al tanam di belakang rumah.
Ayana senang saat tahu Rian yang usil, sekarang ditakut-takuti oleh Al. Tetapi, Ayana juga tidak mengajarkan Al untuk bersikap seperti itu.
"Enggak boleh gitu lagi, sayang. Daddy geli sama cacing," ucap lembut Ayana.
"Mommy... Al minta maaf..." Al memasang wajah memelas.
"Iya, udah Mommy maafin. Asalkan lain kali, jangan takut-takutin daddy sama cacing lagi," Ayana tersenyum.
Ayana menurunkan Al dari gendongannya. Untuk beberapa saat Ayana menggemas pipi Al. Ayana baru saja selesai mandi dan langsung turun ke bawah. Perempuan itu sudah siap untuk berangkat syuting iklan siang ini.
"Mommy, Al mau ikut," rengek Al yang menatap ke arah Ayana.
"Al enggak boleh ikut, mommy mau kerja dulu. Nanti, mommy bawain buah kesukaan Al," Ayana mencoba merayu.
"Mommy..." Al hendak menangis keras.
Ada saja drama saat Ayana mau berangkat ke studio. Coba saja kalau ini Rian, pasti Al tidak mau ikut. Anak itu lebih memilih bermain saja.
"Den Al main sama mbok Asih aja di rumah. Nanti, siapa tahu non Rara ke sini. Kasihan bocah ayu malah ditinggal," ucap mbok Asih yang ikut membujuk.
"Memangnya Rara mau main ke sini mbok?"
"Ya, mbok enggak tahu, den. Mbok bilangnya kemungkinan loh."
"Mbok Asih bohongin Al, mommy..." rengek Al yang mengadu pada Ayana.
"Ngapusi piye toh? Wong mbok Asih cuma nebak," mbok Asih menampilkan raut wajah bingung.
Melihat pertengkaran Al dan mbok Asih, Ayana geleng-geleng kepala. Ayana sendiri yang harus turun tangan untuk memberikan pengertian pada Al.
"Udah mbok, biar aku aja yang kasih tahu," ucap Ayana.
"Ya udah, mbok balik ke dapur lagi."
Setelah mbok Asih kembali memasak, Ayana berjongkok di depan Al. Ayana tersenyum tipis, lalu mencium gemas pipi gembul Al. Tindakan Ayana membuat Al tertawa dan berganti mencium pipi Ayana.
"Al dengerin mommy dulu ya. Nanti kalau Al ikut, mommy makin lama selesai kerjanya. Di sana enggak ada yang jagain Al. Mommy cuma sebentar aja, sayang."
Ayana bisa melihat Al yang sedang berpikir keras, seperti orang dewasa, membuat Ayana gemas. Sesaat setelah itu raut wajah Al kembali memelas. Tetapi, entah kenapa beberapa detik berikutnya, anak berusia tiga tahun ini tersenyum, mencoba mengerti posisi Ayana.
"Oke deh, Al main di rumah aja. Jangan lama-lama ya, mommy!" ucap Al, membuat Ayana tersenyum.
"Good boy. Nanti, mommy kasih hadiah," Ayana mengelus rambut Al. Kemudian, Al pergi dari hadapan Ayana menuju ke tempat bermain yang baru saja Ayana bereskan tadi pagi.
Selesai membujuk Al, Ayana buru-buru mencari kunci mobil. Ayana biasanya meletakkan di tempat biasa, namun saat ini kunci mobil Ayana tidak ada. Ayana menggerutu kesal, karena perempuan itu bisa saja telat siang ini.
Ayana mencoba mencari kunci mobilnya dulu. Mungkin Ayana lupa menaruh atau terjatuh di sekitaran situ. Tetapi, tetap saja tidak ada. Hal itu membuat Ayana berlari ke arah dapur.
"Mbok tahu kunci mobil aku, enggak?" tanya Ayana.
"Aduhhhh, mbok enggak tahu tuh, non. Coba mbok tanyain den Al, siapa tahu dibuat mainan den Al," mbok Asih pergi begitu saja.
Saat Ayana kembali mencari. Ayana melihat Al yang dari kejauhan memberitahu Ayana bahwa anak itu tidak tahu keberadaan kunci mobil Ayana.
"No, mommy," ucap Al yang setelah itu kembali sibuk bermain.
Ayana yang sudah sangat pusing, terpaksa menghubungi Rian. Suaminya itu langsung menjawab, membuat Ayana buru-buru menanyakan.
"Ada apa, Ay?" tanya Rian.
"Aku dari tadi cari kunci mobil, tapi enggak ketemu. Padahal seingat aku di tempat biasa, Yan. Kamu lihat enggak?" balas Ayana, panik.
"Oh, kunci mobil kamu. Ini ada sama aku, Ay. Kenapa emangnya?"
"Kamu masih tanya kenapa? Aku dari tadi cariin itu sampai pusing. Kamu ngapain bawa kunci mobil aku? Ini aku lagi mau buru-buru ke studio," Ayana geram.
"Karena aku enggak izinin kamu bawa mobil sendiri."
"Berapa kali sih, aku harus bilang sama kamu? Aku ini Ayana, bukan Tasya. Kamu enggak perlu khawatir, aku bakalan kecelakaan mobil, sama kayak Tasya. Kalau gini, aku kan yang repot."
"Kenapa kamu aneh banget, sih? Enggak semua orang yang bawa mobil, takdirnya bakalan kayak Tasya," lanjut Ayana mengomel.
"Emangnya salah, kalau aku mau kamu aman? Aku juga lagi cari sopir buat kamu, Ay. Udah, kamu jangan marah-marah. Aku bisa jemput kamu sekarang. Lagian, ini masih istirahat jam makan siang."
"Enggak bakalan sempat, Yan. Aku bisa telat, kalau nungguin kamu. Belum lagi jam segini jalanan macet. Udah, aku naik taksi aja."
Ayana langsung menutup telepon lebih dulu, tanpa menunggu jawaban dari Rian. Kepala Ayana saat ini benar-benar pusing. Ayana tahu Rian merasa bersalah dengan apa yang menimpa Tasya. Tetapi, Ayana tidak suka Rian yang terlalu waspada, hingga bersikap seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY SEXY DUDA
RomanceAyana dan Rian terpaksa menikah. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Ayana butuh bantuan Rian untuk mengembalikan eksistensinya sebagai model. Sedangkan, Rian butuh peran Ayana sebagai ibu sambung putranya. Segala tangis, tawa, kebahagiaan, ke...