49. SEBUAH KESALAHAN

17.8K 1K 6
                                    

Rian menarik napas, lalu mengembuskannya perlahan. Sembari duduk di sofa, Rian mengernyitkan dahinya. Rian tidak ingat kapan terakhir kali membuka kotak coklat itu. Seingat Rian sudah menaruhnya dengan rapi di laci ruang kerjanya. Tetapi, Rian saat ini melihat benda itu ada di ruang tengah.

Tampak Rian yang bersedekap dengan ekspresi bingung. Pandangan Rian yang tadinya jatuh pada kotak itu saat ini beralih menatap sosok perempuan yang tengah berjalan ke arahnya. Perempuan itu yang sengaja tidak mengembalikan kotak coklat milik Rian ke tempat semula. Bukan tanpa alasan, Ayana melakukannya.

Ketika Ayana menemukan itu rasa penasaran terhadap reaksi Rian semakin besar. Alhasil dengan keberanian yang besar pula, Ayana membiarkan Rian heran saat kotak berisi foto Tasya tergeletak di atas meja.

Rian hanya diam ketika Ayana duduk di sampingnya. Jujur, Rian masih tidak mengerti dengan maksud tatapan Ayana. Rian yakin Ayana sudah melihat isi kotak itu. Namun kali ini Rian tidak merasa bersalah, kalaupun Ayana hendak marah. Bukan maksud Rian menyembunyikan. Rian cuma menyimpan di tempat yang menurut laki-laki itu aman saja. Karena itu kenangan terakhir bersama Tasya yang Rian punya. Rian menyimpannya dengan sebaik mungkin.

"Kamu yang taruh itu di situ?" tanya Rian.

"Iya, aku yang taruh. Tadi Al nemuin kotak itu di dalam ruang kerja kamu."

"Kamu pasti udah lihat isinya."

"Memangnya aku enggak boleh lihat?"

"Boleh, Ay. Aku enggak bilang gitu."

"Kamu kayaknya enggak suka, aku lihat foto-foto kamu sama Tasya."

"Bukannya enggak suka, Ay. Kamu kalau habis ambil barang orang, kembaliin lagi ke tempatnya. Kalau rusak gimana?" Rian tanpa sadar mulai tersulut emosi.

"Kalau rusak, tinggal kamu cetak lagi. Kamu pasti punya folder fotonya kan?"

"Gampang banget kamu ngomong gitu. Aku enggak punya, itu tinggal satu-satunya. Udah aku hapus di ponsel sama yang lainnya. Aku tahu kamu selalu ngecek semuanya."

Bukannya Rian tidak suka dengan Ayana yang hampir mengetahui semua isi ponsel dan laptop Rian. Tetapi, Rian sadar jika menaruh foto Tasya di sana akan menjadi masalah besar. Mempertahankan foto yang terpajang di dinding saja, sebenarnya itu bukan sepenuhnya kemauan Ayana. Rian juga tahu Ayana merasa sakit hati dengan itu.

Namun, Rian merasa Ayana terlalu berlebihan, apabila melarang. Lagi pula, Rian dan Tasya berpisah bukan karena adanya orang ketiga atau alasan lainnya. Maut yang memisahkan keduanya. Rian pikir Ayana tidak seharusnya cemburu pada wanita yang bahkan sudah tidak ada wujudnya di dunia.

"Kamu kenapa jadi marah sama aku?"

"Aku enggak marah, cuma mau ingetin kamu, Ay. Jangan asal ambil barang orang! Taruh ke tempatnya lagi."

"Bukan aku yang ngambil, Yan. Aku baru aja tahu tadi."

"Iya, aku ngerti Al yang ambil. Tapi, mana mungkin aku salahin Al? Dia masih kecil, kamu yang seharusnya kasih contoh buat balikin lagi ke tempatnya."

"Kamu sekarang nyalahin aku?" Ayana tidak terima saat mendengar nada bicara Rian yang terdengar menyalahkan.

"Aku kasih tahu kamu, bukan nyalahin. Itu dua hal yang berbeda, Ay."

"Dari nada bicara kamu barusan, kamu itu menyudutkan aku. Kamu nyalahin aku cuma gara-gara kotak itu aku taruh di meja. Isinya juga enggak rusak," protes Ayana.

"ITU FOTO PENTING, AY!" bentak Rian.

Suara Rian semakin meninggi, membuat Ayana tersentak kaget. Baru kali ini Rian membentak Ayana dengan sangat berlebihan. Rian menatap tajam Ayana, sambil melonggarkan dasinya. Laki-laki itu tidak suka Ayana mengentengkan foto-foto yang sudah Rian simpan dengan baik.

"Kalau sampai isi di dalamnya rusak, karena kamu taruh sembarangan, aku udah enggak punya lagi," lanjut Rian tidak ditanggapi oleh Ayana.

Kemarahan Rian membuat Ayana takut. Perempuan itu tiba-tiba meninggalkan ruang tengah. Rian yakin tujuan Ayana ke rooftop. Biasanya Ayana menenangkan diri di sana, sambil melihat Al yang terkadang juga bermain di lantai atas.

Jika biasanya Rian akan menyusul Ayana dan bertanya pada perempuan itu, kali ini Rian tampaknya berbeda. Rian memilih mengendalikan emosinya, agar tidak lepas kendali. Benar-benar Rian tadi tidak menyangka akan menjadikan Ayana sasaran kemarahannya.

Rian mengganti kemejanya dengan piyama. Lalu, Rian menyusul Ayana ke rooftop. Rian mendengar suara tangisan Ayana. Perempuan itu menunduk takut dengan air mata yang terus berjatuhan.

"Kamu kenapa nangis?" Rian memegang kedua bahu Ayana.

"Kamu bentak aku, Yan," Ayana masih terisak.

"Aku minta maaf, Ay. Tadi aku benar-benar kelepasan. Aku enggak ada niat buat bentak kamu kayak tadi," Rian menatap dalam Ayana.

Perempuan yang ditatap tidak mau membalas tatapan Rian. Yang ada tubuh Ayana justru gemetar, karena ketakutan. Rian benar-benar merasa bodoh saat ini. Bisa-bisanya Rian marah besar, karena Ayana terus membantah saat Rian beri tahu. Semua ini juga menyangkut Tasya, membuat Rian mudah tersulut emosi.

Setelah Ayana berhasil melewati ketakutan akibat bentakan dan ulah kasar Rey, kali ini Rian yang malah berulah. Rian pikir seharusnya memang Rian yang marah. Saat Rian baru saja pulang kerja dalam keadaan capek, Ayana malah mengajak Rian berdebat. Tidak bisa Ayana langsung menuruti saja ucapan Rian. Itu membuat Rian yang akhir-akhir ini banyak masalah di kantor, ikut melampiaskan kekesalannya pada Ayana.

Tapi siapa yang menyangka, Rian rasanya ingin meninju sendiri wajahnya saat melihat Ayana menangis ketakutan. Bahkan Ayana menghindar saat Rian berusaha memeluk tubuh perempuan itu. Rasanya Rian semakin frustasi. Rian tidak lagi menyalahkan Ayana, karena Rian sadar bahwa ucapannya memang keterlaluan. Sesuatu hal yang sepertinya bukan masalah, justru Rian buat itu menjadi masalah yang besar.

"Ay...." panggil Rian.

"Aku minta maaf, Ay. Sumpah, aku enggak ada maksud buat bentak-bentak kamu. Aku lagi banyak masalah di kantor. Kerjaan aku banyak, rasanya capek, Ay. Aku susah buat kontrol emosi. Please, maafin aku...."

Tidak ada jawaban dari Ayana. Perempuan itu masih terus meneteskan air mata, membuat Rian semakin bingung. Rian lebih baik dipukul berulang kali oleh Ayana dari pada melihat istrinya yang diam sambil terisak.

"Aku minta maaf, sayang," ucap lembut Rian.

Rian menyentuh dagu Ayana, membuat istrinya mendongak. Saat ini Rian bisa melihat wajah sembab Ayana dengan mata yang memerah. Rasanya Rian ingin marah dengan dirinya sendiri yang membuat Ayana malah menjadi seperti ini.

"Aku takut, Yan...."

"Iya, aku tahu tadi keterlaluan, Ay. Aku minta maaf udah bentak-bentak kamu. Udah, jangan nangis lagi, ya," Rian berusaha memeluk Ayana.

Kali ini Ayana tidak menolak pelukan Rian. Tapi, mata Ayana masih terlihat takut ketika bertatapan dengan Rian. Mungkin Rian patut disalahkan. Laki-laki mana yang tega membuat istrinya menangis tersedu-sedu saat sedang hamil. Sepertinya cuma Rian yang bisa melakukan kebodohan itu.

Rian memeluk tubuh Ayana semakin erat. Saat Ayana sudah mulai tenang dan tidak menangis lagi, Rian melepaskan diri dari Ayana. Rian menatap mata Ayana dengan tatapan hangat. Lalu, Rian mulai mengecup seluruh bagian wajah Ayana. Rian memberikan kecupan yang cukup lama pada bibir Ayana.

CRAZY SEXY DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang