59. BOLEH CIUM?

20.5K 973 7
                                    

Ayana menerima suapan kue dari Rian. Potongan yang lebih besar, membuat Ayana kesusahan. Tetapi, Ayana tetap memakannya. Ayana sambil membaca majalah di sofa. Mulutnya tidak berhenti mengunyah, membuat Rian senang melihat Ayana yang makan dengan lahap.

Biasanya Ayana paling tidak suka makan malam, karena Ayana menganggap itu akan semakin menambah berat bedan. Namun, saat hamil Ayana justru sering merasa lapar. Terkadang Ayana bangun tengah malam hanya untuk mencari makanan di kulkas. Padahal perempuan itu juga sudah makan malam.

"Yan...."

"Apa? Udah kenyang?" tanya Rian.

"Iya, udah penuh perutnya. Lanjut nanti lagi, kalau masih laper."

"Oke, aku taruh sini dulu."

Mata Ayana menatap ke arah Rian yang menaruh kue cokelat kesukaannya di atas meja. Lalu, Rian kembali mendekat ke arah Ayana. Posisi duduk Rian yang tepat berada di samping, membuat Ayana bisa masuk ke dalam pelukan Rian.

"Al beneran udah tidur?"

"Udah, Ay. Habis aku bacain dongeng, dia langsung tidur. Kayaknya kecapekan main."

"Iya, kelihatannya gitu."

Mungkin karena kemarin seharian Al tidak bertemu dengan Rian, Al jadi ingin Rian yang membacakan dongeng. Selain itu Al sejak siang ikut bersama bundanya ke tempat bermain. Tidak heran jika anak itu tidur cepat malam ini.

Ayana dan Rian jadi ada waktu bersantai berdua, setelah melalui pertengkaran yang cukup menguras tenaga. Bukan hanya hati Ayana saja yang menjadi korban. Tetapi, pikiran Ayana juga dibuat stress karena perilaku Rian. Beruntungnya masalah sudah selesai. Ayana tinggal menunggu bukti dari keseriusan ucapan Rian.

"Ay," panggil Rian.

Setelah kurang lebih 30 menit terdiam di sofa sambil menonton, Rian memecah keheningan. Ayana sedikit mendongak untuk menatap mata suaminya.

"Mau tidur sekarang?"

"Enggak, bukan itu Ay."

"Terus apaan?"

"Aku pengen banget puding cokelat yang lumer gitu. Kamu mau enggak buatin?"

"Itu manis semua Yan? Kamu yakin?" Ayana melotot kaget.

Ayana masih tidak percaya dengan permintaan Rian. Selama ini yang Ayana tahu suaminya paling tidak suka makanan manis, apalagi cokelat. Rian merasa itu aneh, jauh lebih enak kopi hitam yang biasa Rian minum setiap pagi.

Berbicara mengenai cokelat, entah kenapa Ayana jadi berpikir Rian mengidam seperti Ayana biasanya. Hanya bedanya Ayana selalu mengidam tidak wajar. Bahkan pada jam tengah malam yang membuat Rian pusing mencarikan keinginan Ayana. Ujung-ujungnya Rian berusaha membuat dengan bahan seadanya atau meminta bantuan Bian yang memang pandai memasak.

"Aku tahu, Ay. Tapi, aku pengen itu," Rian menampilkan wajah memelas.

"Ya udah, besok aku buatin puding cokelat."

"Ay, aku pengennya sekarang bukan besok. Kamu tega?"

"Ini kan udah malem, Yan. Masa aku buat puding malem-malem gini. Besok aja ya?"

"Ay," Rian menatap Ayana dengan mata yang memohon, membuat Ayana kasihan melihatnya. Ternyata benar Rian mengidam.

"Fix! Kamu ngidam."

"Mana ada cowok ngidam, Ay?"

"Ada, buktinya kamu lagi ngidam sekarang," Ayana beranjak dari duduknya.

Ayana berjalan menuju dapur. Langkah kaki Ayana yang meninggalkan sofa diikuti oleh Rian. Ayana kembali membalikkan badannya.

"Kamu mau ikut aku ke dapur?" tanya Ayana.

"Iya, aku mau lihat kamu masak. Dari pada di sofa sendirian, kayaknya bakalan bikin bosen."

"Kamu kan bisa nonton, Yan. Atau main game."

"Memangnya boleh main game jam segini?" Rian mengernyitkan dahi.

"Enggak boleh! Besok kamu masuk kantor pagi. Nanti yang ada susah dibangunin. Ya udah, kamu boleh ikut."

Tampak Rian yang tersenyum mendengar jawaban Ayana. Laki-laki itu kembali mengikuti langkah kaki Ayana. Lalu, sesampainya di dapur, Ayana langsung membuka kulkas. Ada beberapa bahan yang Ayana cari.

Ayana keluarkan semua bahan yang dibutuhkan. Setelah selesai dengan urusan itu, Ayana mulai menggulung rambutnya, membuat leher jenjang Ayana terlihat. Ayana yang sibuk memasak dengan penampilan seperti itu, terlihat menarik di mata Rian.

Cukup lama Rian terpaku menatap Ayana yang sedang memasak. Hingga Rian berderap menuju ke arah Ayana. Laki-laki itu memeluk tubuh Ayana dari belakang.

"Rian! Minggir!" usir Ayana yang selalu kesal jika kegiatan masaknya diganggu.

Beruntungnya itu hanya puding cokelat yang tidak perlu waktu lama untuk membuatnya. Bahkan setelah mendidih, Ayana bisa langsung pindahkan. Ayana tinggal menunggu puding itu dingin.

"Peluk bentar, biar makin enak masakannya."

"Enggak ada teori masak sambil dipeluk, terus masakannya jadi tambah enak. Kamu buat teori sendiri."

"Enggak apa-apa sekali-kali, Ay. Itu juga udah selesai kan?"

"Tinggal nunggu dingin," balas Ayana.

"Enaknya kita nunggu sambil ngapain, Ay?" Rian tersenyum nakal.

Ayana menoleh ke belakang, hingga memperlihatkan Rian yang menaruh kepala di bahu Ayana. Apabila sudah seperti ini Rian pasti akan meminta yang macam-macam. Ayana sangat tahu isi otak Rian.

"Enggak ada, Yan. Udah malem waktunya tidur, bukan malah begituan. Udah ah, aku mau masuk ke kamar. Lagi pula, kamu masih dalam masa hukuman."

"Mau sampai kapan hukumannya? Udah dari tadi pagi, Ay," Rian cemberut.

"Sampai kamu benar-benar sadar buat enggak ngulangi lagi. Entah besok atau besoknya lagi. Kalau diam-diam kamu mabuk di belakang aku, hukumannya bertambah," jelas Ayana.

"Enggak bisa selesai sekarang aja? Aku pengen cium bibir kamu, Ay."

"Enggak boleh!" Ayana dengan tegas mengingatkan.

"Kalau aku ada kejutan buat kamu, gimana? Masa hukumannya selesai dong," Rian menaikkan alisnya, membuat Ayana memberikan tatapan bingung.

"Hah? Kejutan apaan?"

Ayana dibuat penasaran oleh Rian. Tetapi, bukannya menjawab pertanyaan Ayana, Rian malah tersenyum menggoda. Laki-laki itu sengaja membuat Ayana kesal, karena tak kunjung diberi jawaban.

"Kenapa malah diem aja? Maksudnya kejutan apa?" desak Ayana.

"Kalau aku kasih tahu, namanya bukan kejutan lagi, Ay. Kecuali kamu akhiri masa hukuman aku, baru aku kasih tahu kamu."

Tanpa pikir panjang, Ayana langsung berjinjit. Ayana mengecup singkat bibir Rian, membuat Rian tersenyum puas melihatnya.

"Udah, boleh cium lagi. Sekarang kasih tahu aku, apa kejutannya?"

"Oke, aku kasih tahu kamu di ranjang."

Ayana langsung berteriak kesal saat Rian tiba-tiba mengangkat tubuhnya. Perilaku Rian itu membuat Ayana menepuk-nepuk punggung Rian, tetapi suaminya malah tersenyum nakal. Bahkan Rian mengabaikan tatapan horor Ayana. Laki-laki itu terus berlanjut membawa Ayana ke kamar.

"Rian, turunin aku! Kasih tahu dulu yang bener," geram Ayana.

"Nanti aja kasih tahunya, habis aku ngintip anak kita dulu," Rian tertawa, membuat Ayana ikut tertawa kecil. Tawa lepas Rian yang menular dan perilaku jahil suaminya itu ternyata Ayana rindukan.

Seolah tawa itu memberitahu jika tidak ada yang bisa membuat Rian sebahagia sekarang, apabila bukan bersama Ayana. Apapun masalah yang dihadapi, Ayana selalu punya cara tersendiri untuk membuat Rian semakin sadar dan takut kehilangan perempuan itu.

CRAZY SEXY DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang