Rian panik melihat Ayana tidak sadarkan diri. Buru-buru Rian membawa Ayana masuk ke dalam mobil. Bahkan Rian tidak lupa membawa Al juga, karena Al tidak ada yang menjaga di rumah. Mbok Asih memang tidak lagi menginap di rumah Rian, semenjak anak mbok Asih tinggal di Jakarta.
Saat ini Rian melajukan mobilnya dengan cepat. Ketika lampu merah, Rian memanfaatkan waktu untuk menghubungi Rara. Tetapi, Rara dan juga Bian tidak menjawab telepon Rian. Akhirnya, Rian menghubungi Davin. Rian menceritakan kondisi Ayana yang tiba-tiba pingsan. Perempuan itu masih juga tidak sadarkan diri. Hal itu membuat Davin mengarahkan Rian untuk memberikan pertolongan pertama pada Ayana. Istrinya tidak boleh pingsan terlalu lama, karena bisa berakibat fatal.
"Ay...." panggil Rian.
Rian belum melakukan apa-apa, tetapi beruntungnya Ayana sudah sadar lebih dulu. Tampak Ayana yang begitu lemas, duduk di samping kursi Rian. Sandarannya sudah Rian turunkan, agar Ayana merasa jauh lebih nyaman.
"Kamu enggak apa-apa?" tanya Rian, sambil kembali fokus menyetir.
"Hm," Ayana cuma berdehem, tanpa mau banyak bicara dulu dengan Rian.
Sepanjang perjalanan, Rian membiarkan Ayana yang terdiam. Hingga setibanya mereka di rumah sakit. Sudah ada perawat yang Davin siapkan untuk membawa Ayana ke UGD. Rian tepat memakirkan mobilnya di depan ruang UGD, sehingga memudahkan Rian membawa masuk Ayana ke dalam.
Rian dibantu perawat lainnya untuk memindahkan Ayana. Karena tubuh Ayana lemas dan kepala perempuan itu masih terasa pusing, Ayana tidak sanggup berjalan. Yang ada Ayana bisa terjatuh jika dipaksakan.
Setelah Ayana dibawa ke ruang UGD, Rian menggendong Al. Tindakan Rian yang terburu-buru karena panik, membuat tidur Al terusik. Anak itu akhirnya terbangun juga. Meski, Al masih terlihat mengantuk.
"Daddy," panggil Al dengan nada lirih, sambil mengedipkan mata berulang kali.
"Kita ke dalam dulu Al, mommy sakit," jelas Rian.
Rian tidak diperbolehkan membawa Al ke dalam ruang UGD. Laki-laki itu akhirnya pasrah dengan Ayana yang berada di dalam. Saat ini Ayana sudah ditangani oleh Davin. Seharusnya, Rara yang menangani Ayana di dalam. Tetapi, Rara sedang membantu proses kelahiran di ruang operasi.
"Gimana kondisi Ayana, Vin?"
Melihat Davin keluar dari ruang UGD, Rian langsung menghampiri Davin. Jantung Rian sejak tadi terus berdetak kencang. Rian takut Ayana kenapa-kenapa, karena ulah gilanya itu.
"Ayana stress emosional. Tekanan darahnya tinggi, gue udah coba bantu atasi. Ini kalau dibiarin bisa bahaya buat janinnya. Ada kemungkinan perkembangan janinnya terhambat atau lahir prematur, Yan. Gue udah minta Rara buat ke sini. Dia lebih ngerti soal ini dari pada gue," jelas Davin, membuat Rian langsung ingin membenturkan kepalanya di dinding.
"Shit! Gue bego banget!" umpat Rian yang kesal pada dirinya sendiri.
"Jangan nyalahin diri lo sendiri! Lo mending liat kondisi Ayana, biar Al sama gue dulu. Gue udah enggak ada jadwal praktek."
"Gue titip bentar, nyokap gue bentar lagi ke sini," balas Rian.
Tampak Davin yang mengangguk. Rian lalu pelan-pelan memindahkan Al ke dalam gendongan Davin. Anak itu masih terlelap, setelah tadi sempat terbangun sebentar. Rian juga sudah menelpon maminya untuk meminta bantuan, agar datang ke sini menjemput Al. Karena Al tidak mungkin terus berada di rumah sakit.
"Santai aja, gue jagain," Davin tersenyum tipis, membuat Rian menepuk pelan pundak Davin.
Rian kemudian berjalan masuk ke dalam ruang UGD. Mata Rian menatap ke arah Ayana yang terbaring lemah di atas ranjang periksa. Wajah Ayana pucat, membuat Rian tidak tega.
"Ay, apa yang sakit?" tanya Rian, sambil mengecup kening Ayana.
"Keluar, Yan!" usir Ayana.
Kepala Ayana kembali terasa berat saat melihat Rian. Ternyata Ayana masih belum bisa menahan emosi. Apa yang Rian lakukan begitu menyakitkan untuk Ayana. Rian juga menyadari Ayana yang masih marah. Perempuan itu membuang muka, tidak mau menatap Rian.
"Aku minta maaf, Ay," ucap Rian yang tidak mendapat jawaban apapun.
Rian memegang tangan Ayana, mengecup tangan istrinya berulang kali. Namun, Ayana masih terdiam. Semakin lama tubuh Ayana justru terasa tidak enak. Entah karena Ayana kembali emosi pada Rian atau ada sesuatu hal lainnya.
"Aku enggak tahu apa-apa soal cerita keluarga kamu, Ay. Selama ini kamu enggak pernah cerita ke aku. Belum lagi aku nemuin beberapa kejanggalan yang buat aku curiga, Ay. Maafin tingkah aku, Ay. Aku enggak mau kamu sampai masuk rumah sakit kayak gini," Rian memohon dengan raut wajah memelas.
"Setidaknya kamu bisa tanya langsung ke aku."
"Aku udah pernah singgung soal foto keluarga kamu, tapi kamu langsung menghindari pertanyaan aku, Ay."
"Sekarang kamu udah tahu alasannya kan? Kamu mau anggap aku apa? Tasya?" Ayana berbicara dengan nada ketus.
Lalu, Ayana menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Perempuan itu sedang berusaha mengatur emosi. Dada Ayana terasa nyeri saat ini. Bahkan perut Ayana semakin tidak enak rasanya, Ayana mengalami kram perut, Punggung Ayana yang tidak pernah sakit tiba-tiba juga terasa sakit, tetapi Ayana berusaha menahannya.
Sementara, Rian hanya mampu terdiam. Rian takut tekanan darah Ayana kembali tinggi, karena perdebatan ini. Harusnya Ayana istirahat untuk menormalkan kembali tekanan darah perempuan itu. Namun, Ayana justru malah memarahi Rian.
"Ay, aku tahu udah berbuat kesalahan paling tolol. Aku-"
Ucapan Rian terhenti ketika tiba-tiba Rara masuk ke dalam ruang UGD. Sepertinya Rara hendak memeriksa Ayana atau memindahkan Ayana ke ruang rawat inap.
Rian diminta keluar oleh Rara. Kembali Ayana diperiksa, membuat Rian cukup khawatir. Tadi kondisi Ayana sudah terlihat membaik. Tetapi, Davin hanya memeriksa Ayana, tidak dengan janin Ayana. Kemungkinan besar Rara memastikan semuanya baik-baik saja.
Kecemasan membuat Rian berjalan mondar-mandir di depan pintu UGD. Rian tidak mengerti kenapa Rara lama sekali berada di dalam. Mungkin ada lebih dari lima belas menit, Rara memeriksa Ayana. Sampai Rara akhirnya keluar dengan raut wajah serius.
"Siapkan ruang operasi, kita lakukan persalinan sekarang," ucap Rara pada seorang perawat.
Rian sukses dibuat terkejut dengan ucapan Rara. Pasalnya, Ayana terlihat membaik. Meski, Ayana masih merasa pusing dan wajah Ayana pucat.
"Ra? Ayana kenapa? Davin bilang Ayana sudah diobati," desak Rian saat Rara hendak masuk kembali ke ruang UGD.
"Kondisi Ayana memang sudah membaik, tapi janin di dalam perut Ayana melemah, Yan. Kita harus lakukan operasi persalinan sekarang," Rara menjelaskan sebentar, lalu kembali masuk tanpa menunggu jawaban Rian.
Rian tidak bisa berkata-kata lagi, selain mengumpati dirinya sendiri. Kalau sampai terjadi apa-apa pada Ayana dan bayinya, ini semua salah Rian. Ayana belum waktunya melahirkan. Usia kandungan Ayana masih terhitung 33 minggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY SEXY DUDA
RomanceAyana dan Rian terpaksa menikah. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Ayana butuh bantuan Rian untuk mengembalikan eksistensinya sebagai model. Sedangkan, Rian butuh peran Ayana sebagai ibu sambung putranya. Segala tangis, tawa, kebahagiaan, ke...