51. Bukan akhir (end)

61 2 2
                                    

Happy reading

Hai temen-temen, ini Author. Ini memang buat kalian gak penting-penting banget, tapi bagi Author ini suatu hal yang membanggakan karna cerita pertama Author sudah menetas untuk season 2 nya. Yeay!! Ini linknya sudah ada 19 bab loh.

https://www.wattpad.com/story/283658561?utm_source=android&utm_medium=link&utm_content=share_writing&wp_page=create&wp_uname=gaogoa&wp_originator=x%2Fva3FnQx0%2B1X0ezhUURWa0Es3wlgeR7ZgLAJ7L2aWS4B70QEWKfFmgQHAPSvvLSxfRZ0afQubmlCr5IuXmFxVG1vSX5NGYwtW3GMVS0j3Wr6M5xJPJy0zq3fq71hlmd
.
.
.

"Bunda, Om ka-"

"Ayah Ji, saya kesinggung loh kamu panggil Istri saya Bunda, sedang saya Om. Saya udah wanti-wanti loh ke kamu," celetuk Andra.

"Maaf Om, saya lebih nyaman manggil gitu," ucap Jiwa sambil menggaruk lehernya yang tak gatal.

"Iya dong Yah, jangan paksa Jiwa," celetuk Rika sambil meletakan beberapa gelas teh ke meja.

"Gak papa Bun," kata Jiwa tersenyum kikuk.

Rika tersenyum tipis lalu duduk di samping, wanita paruh baya itu mengenggam tanga Jiwa dan mengelusnya.

"Kamu gadis yang sangat baik," tutur Rika tersenyum lebar.

"Ah enggak kok Bun, mana ada orang yang 100% persen. Ada bagian Antagonisnya aku cerita orang lain," ucap Jiwa sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Iya, tapi Bunda harap kamu akan selalu jadi Protagonis dalam hidup Gara," ucap Rika dengan mata yang berkaca.

Bibir Jiwa terkunci, ia sangat kaget dengan ucapan wanita paruh baya ini yang sangat santai.

Jiwa menarik tangannya dari genggaman Rika, ia melirik ragu 2 orang dewasa di sampingnya, "Jadi Bunda sama Om Andra udah tau?"

Andra mengangguk pelan, "Om memang orang tua yang buruk, tapi Cakra dan Gara Om juga ikut andil merawat mereka."

Andra menjeda ucapannya, dadanya terasa sesak hingga ia harus menarik nafas cukup lama, "Tak susah membedakan meraka, apalagi watak mereka bertolak belakang."

Jiwa menghela nafas pelan, ia sangat lega karna tak perlu menyembunyikan apapun lagi. "Syukurlah. Bunda sama Om Andra tau semuanya, tapi kenapa nutupin ini semua dari Gara."

"Dan keadaan Gara akan semakin buruk, ia sangat merasa bersalah karna kematian Cakra," ucap Rika dengan tetesan air mata dari kedua mata.

"Cakra itu orang yang sangat ceria dan humoris, keluarga ini benar-benar hidup saat Cakra ada. Cakra gak pernah menyimpan pada Om yang sudah sangat keras padanya," jelas Andra dengan kilatan mata yang penuh kesedihan.

"Bagaimana mungkin Bunda gak tau, Bunda yang mengandung dan merawat Cakra dan Gara selama ini," seru Rika sambil menghapud air mata di pipinya.

"Sejak awal Bunda sudah tau, jika itu Cakra, dia pasti akan langsung datang memeluk serta menguatkan Bunda dan adiknya. Menahan rasa sedih dan menguatkan dirinya sendiri," sambung Rika dengan isak tangis.

Andra menggeser duduk hingga berada di samping istrinya, ia memeluk erat dan mengusap lengan Rika, "Saat itu istriku mengerti, setelah mengatakan kematian dirinya sendiri, Gara berpura menjadi Cakra dan Kami tidak tau apa alasannya."

"Tolong putraku," ucap Rika sambil memeluk erat Jiwa yang masih mematung.

Flashback

"Ayah Bunda," panggil seorang remaja yang masih mengenakan seragam SMP.

Panggilan itu membuat Andra dan Rika yang masih celingukan menoleh, salah 1 anak kembar mereka tengah berdiri sendirian di lorong Rumah Sakit, dengan tubuh yang gemetar.

"Gara!? Kenapa d-dia bisa seperti itu?!" Seru Rika panik sambil mengguncang bahu anaknya.

Gara menundukkan wajah ke lantai,
"A-aku gak tau Bun!" Jawab Gara dengan wajah ketakutan.

"Terus keadaannya gimana!? Gak ada masalah yang seriuskan!?" Seru Andra dengan wajah khawatir.

Pertanyaan dari kedua orang tuanya, membuat Gara semakin panik dan sedih. Di sisi lain ia takut kejahatannya terbongkar, dan sisi lain ia iri dengan Cakra.

Apa jika itu dirinya, orang tuanya akan mengkhawatirkannya?

Ceklek

Suara pintu IGD di buka, Dokter keluar dengan mata kecewa sambil menunduk lesuh.

Rika langsung berlari menghampiri Dokter itu, di ikuti Andra di belakang dan Gara masih mematung disana.

"Anak saya, bagaimana keadaannya Dok?" Tuntu Rika memasang wajah tegang.

"Saya minta maaf Bu, karna saya gagal menyelamatkannya," ucap Dokter masih dengan wajah menunduk, Dokter itu tak kuasa melihat wajah sedih penuh tangis dari Ibu pasiennya.

Andra membulatkan mata sambil mengepalkan tangannya kuat, ia berjalan tergesa menuju Dokter itu lalu mendorongnya hingga terpojok ke dinding, "Katakan jika itu bohong? Anakku pasti baik baik sajakan."

"Saya tahu ini berat Pak, tapi tolong jadilah kuat untuk Istri dan anakmu. Mereka butuh pelukanmu."

Setelah ucapan Dokter itu, tubuh Andra meluruh ke lantai keramik. Ia menutup kedua matanya yang berair dengan tangan, sungguh ia tak bisa menahan isak tangis.

Andra mendongak menatap pelafon putih yang kusam, ia melirik ke arah istrinya yang menangis histeris lalu ambruk ke lantai.

Untuk berjalan ke arah Rika kaki Andra sudah tak mampu, pertanyaan itu membuat otak dan jantungnya terasa berhenti. Namun, hatinya jauh lebih sakit.

Anaknya masih berdiri dengan tegap disana, tanpa air mata dan wajah datar. Memandang ia dan Istrinya lurus, lalu berbalik tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Itu Gara, dan Andra sudah kehilangan Cakra untuk selamanya.

Seorang Ayah yang kehilangan Putranya, Putra yang selama ia besarkan dengan tuntutan dan tekanan. Seorang Anak yang tak pernah meminta untuk di lahirkan dan besarkan.

Bukankah seharusnya ia yang harus menerima semua kekurangan anaknya? Seharusnya anaknya yang menuntutnya agar adil, ia menyesal meminta Cakra untuk belajar seperti Gara, dan meminta Cakra untuk berhenti bermain basket hingga malam.

Semua kesenangan dan hal-hal kecil sudah Andra rebut dari Cakra, ia bahkan memukul anak itu dengan sangat keras.

Saat itu Andra sudah gagal menjadi orang tua yang baik, ia gagal karna Cakra sudah wafat. Dan ia berjanji akan membuat hidup ke 2 anaknya bahagia dan jauh lebih baik

_____________________

To be continue.

Enigma[Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang