"Gue mau lo ceritain semuanya dari awal Sam," tukas Arthur dengan wajah serius.
"Santai Ar, mending lo duduk dulu," balas Samudra sambil menunjuk kursi di hadapannya.
Arthur di hadapan Samudra. "Kenapa? Kenapa Cakra bi-"
Samudra berdecak pelan.
"Ternyata lo baru tau, udah basi kali Ar."Samudra berkata dengan ketus lalu bangkit, dan bersiap meninggal Arthur yang masih membisu karna ucapan telak daru Samudra.
"Tunggu Sam. Gue mohon, gue tau...gue terlambat tapi gue gak mau lagi kehilangan sahabat lagi."
Samudra menoleh, lalu tersenyum miris. "Dari awal lo udah 2 sahabat sekaligus Ar."
"Gue salah Sam, maafin gue."
"Gak ada yang perlu minta maaf, lo gak salah begitu Fauzan. Di sini...yang salah gue karna gak bisa jadi sosok yang kalian percaya," kata Samudra getir, lalu melanjutkan langkahnya.
Arthur masih berdiri mematung di sana sambil menatap lurus Samudra.
"Ar lo baik-baik aja?" tanya Daffa sambil menepuk bahu Arthur.
Arthur hanya mengangguk singkat, dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Daffa menoleh ke kanan dan kiri. "Mana Sam, dia belum keluar?"
"Daff, Sam benci sama gue."
Daffa menepuk bahu Arthur. "Gue yakin dia gak benci sama lo, Sam cuma butuh waktu sendiri buat jernihin pikirannya."
Arthur menganggukan kepalanya singkat lalu pergi meninggalkan tempat itu.
_______________
"Bun?" Panggil Jiwa lalu berlari kecil menghampiri Rika yang baru saja keluar dari butik miliknya.
"Lo kamu kenapa bisa tau Bunda di sini? sama Cakra?"
Jiwa menggelengkan kepalanya pelan. "Ada yang mau Jiwa omongin Bun."
Rika mengerutkan dahinya. "Apa?"
"Enggak di sini Bun, kita duduk di sana aja ya?" ucap Jiwa sambil menujuk bangku kosong yang tak jauh dari butik milik Rika.
Rika tak yakin apa yang akan gadis belia ini katakan padanya, tapi ia hanya mengiyakan saja tampaknya ini sangat penting.
"Bun?"
Rika menoleh lalu membalas tatapan penuh tanya Jiwa.
"Bunda menyembunyiin sesuatu tentang anak Bunda Cakra?"
Tampak wajah Rika terkejut, wanita paruh baya itu menghela nafas pelan.
"Iya, Bunda tau masalah ini pasti bakalan ketauan cepat atau lambat.""Jadi? Bunda udah tahu."
Rika menarik nafasnya dalam-dalam, rasa sesak di hatinya kian membumbung, karna mengungkit semua karakter dan perbuatan Gara sama dengan mengorek luka yang masih basah.
"Gara pura-pura jadi Cakra, demi Bunda demi Ayahnya, dan demi Dinda. Yang ada di pikirannya saat itu, gak ada yang sayang sama dia. Gara pikir semua akan baik-baik aja kalo dia yang meninggal saat itu, dibanding Cakra yang ceria dan ramah saat itu," sambung Rika dengan air mata yang mengucur deras.
Rika menarik tangan kecil Jiwa, dan menggenggamnya erat, "Bunda mohon jangan pernah kasih tau Gara, kalo Bunda dan Ayahnya sudah tahu. Saya gak gagal buat besarin Dia, tapi saya gagal buat mengerti perasaannya."
Hati Jiwa juga terasa ngiluh, bukan karna cerita mengharukan Gara tapi ia iri. Ia ingin dibesarkan dan dicintai oleh Ibunya.
"Bagaiman mungkin Gara berpikir, jika orang yang sudah mengandung dan melahirkannya tak bisa membedakan Putranya hanya karna wajahnya," lirih Rika.
Jiwa memeluk Rika erat, mengusap punggung wanita itu yang masih bergetar.
"Saya kira sudah memberikan kasih sayang yang sangat berlimpah, tapi semua sia-sia karna dalam hati Gara, dia merasa tak disayangi."
"Gara pasti gak berpikir begitu Bunda."
"Bunda sama Ayah ngerasa gagal jadi orang tua, Gara yang seharusnya bisa tumbuh sehat baik fisik dan mentalnya nyatanya enggak," lirih Rika dengan sesegukkan. "Gara punya kepribadian ganda."
Jiwa membulatkan kedua bola matanya dengan detak jantung yang berdetak sangat cepat, melerai pelukan itu dan menatap lurus mata Rika. Nihil, tak ada kebohongan disana.
"Bun-"
"Bunda nyembunyiin ini dari semua orang."
"Bun jadi...."
"Iya Raga Kekasih kamu itu memang Gara, Bunda tau kamu udah menduga semuanya, tapi kamu belum bisa menarik benang merah yang kusust itu," jelas Rika kembali menggenggam tangan Jiwa yang terasa dingin.
"A-aku sejujurnya udah curiga, tapi semuanya kaya mimpi."
"Orang yang pertama tau itu Samudra."
Penuturan Rika makin membuat Jiwa kaget.
"Samudra, orang yang paling peka, dia mati-matian cari tahu tentang insiden 3 tahun yang lalu. Bunda mohon jangan kasih tahu Gara kalo orang tuanya sudah tahu sejak awal tentang semua tentang dirinya, tentang rahasia, dan segala kekecewaannya. "
Air mata Rika sejak tadi belum mengering, perasaan sedihnya seakan tak berkurang meski sudah membaginya pada Jiwa.
Jiwa mengangguk pelan, "Gimana sama Dinda Bun?"
"Dinda masih terlalu kecil, dia butuh waktu buat paham."
Rika mengusap tangan Jiwa yang masih digenggam, menatap gadis itu penuh permohonan, "Yang kamu mau itu Raga bukan Gara, Raga itu bayangan rasa sakit yang selama ini Gara timbun. Bantu Gara biar nerima keadaannya saat ini."
Jiwa menggeleng pelan, "Bunda salah. Raga atau Gara, perasaan aku gak akan berubah."
"Kamu yakin?"
Jiwa mengangguk mantap.
"Kalau gitu buktiin, kamu akan selalu di samping Gara. Itu terdengar egois, tapi Gara butuh kamu," ucap Rika sambil memegang kedua bahu Jiwa, membuat gadis itu sadar dari lamunannya.
Jiwa menelan ludahnya kasar, "Apa membahagiakan Gara jadi kewajibanku?"
"Ya, karna Bunda dan Ayahnya sudah gagal."
"Bagaimana dengan aku? Apa juga akan bahagia jika memaksa dengannya?"
________________
Satu bab lagi cerita Cakra bakal end, dan akan ada sequel selanjut loh.
Penasaran? Jangan lupa follow dan klik bintang ya, sequel selanjutnya bakal fokus sama Gara dan jiwa loh.
Cerita cinta mereka yang penuh liku dan perjuangan.
Author denger kalo kepribadian ganda/ Disosiatif Indentity Disorder(DID) itu gak bisa sembuh, yang bisa di lakuin adalah menerimanya dan bisa juga terapi supaya meminimalisir Swicth (pertukaran kepribadian asli dengan kepribadian lain.)
To Be Continue.

KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma[Complete]
Fiksi RemajaKisah seorang remaja menengah SMA yang kehilangan jati dirinya, ia yang harus berpura-pura menjadi orang lain karna sebuah kesalahan. Sebuah rahasia yang akhirnya melenyapkan kepribadiannya, ia yang memiliki sosok lain dalam dirinya, atau orang awam...