CHAPTER 1

25.5K 743 2
                                    


"Apa nama sekolahku, Dad?"

Camille sudah berada di dalam mobil bersama ayahnya yang sedang menyetir. Hari ini adalah hari pertamanya masuk ke sekolah baru sejak kepindahannya seminggu yang lalu. Ia ingin mencari suasana baru, jadi Camille memutuskan untuk ikut ayahnya yang akan meresmikan cabang perusahaannya di Singapura.

"McKenzie High School. Awalnya Dad ingin mendaftarkanmu di Bradley. Tetapi mereka belum membuka sekolah menengah atas, jadi McKenzie lah pilihan terakhir. Putra tuan Devin rekan Dad pun juga bersekolah disana" jawab ayahnya tanpa mengalihkan pandangannya dari depan.

"Apapun itu nama sekolah yang baru saja kau sebutkan aku tetap tidak tahu. Dan siapapun putra Tuan Devin itu tentu saja aku tidak mengenalnya, Dad. Yasudahlah. Semoga saja aku bisa menyesuaikan diri dengan baik" Gadis itu memandang ke luar jendela sambil berharap agar bisa menyesuaikan diri dengan sekolah barunya.

Maklum saja, ini pertama kalinya ia pergi sekolah di luar negeri. Bukan kampung halamannya, yaitu Indonesia. "Tentu saja kau bisa. Kau mungkin langsung betah berada disana. Suasana disini sedikit berbeda dengan Indonesia" ayahnya meyakinkan.

Camille sedikit gugup setelah mendengar ayahnya berkata kalau suasana disini sedikit berbeda dengan di Indonesia. Bagaimana jika cara mereka berteman berbeda seperti yang ada di Indonesia? Bagaimana kalau Camille tidak bisa menyesuaikan diri dengan mereka? Ah. Pertanyaan - pertanyaan tersebut langsung menyerang gadis itu. Tetapi ia langsung meyakinkan dirinya kalau ia pasti bisa mengatasi itu semua.

Mobil ayahnya sudah terhenti di depan gerbang sekolah. Camille langsung kaget melihat suasana sekolahnya. Berbeda dengan suasana sekolahnya yang ada di Indonesia, disini lebih modern.

Bangunannya berupa gedung dan megah. Seperti biasa para murid mulai berjalan kaki masuk ke dalam sekolahnya. Camille langsung bisa menebak kalau yang bersekolah disini adalah para murid kelas atas. Ia melihat mereka melewati mobil ayahnya. Mata gadis itu terus melihat ke arah gedung sekolah barunya.

"Baru melihat bangunannya saja kau sudah takjub begitu. Bagaimana saat kau masuk nanti? Apa Dad harus mengantarmu ke dalam untuk berjaga - jaga agar kau selamat sampai di kelas?" Ayahnya sudah bisa menebak kalau putrinya akan bereaksi seperti itu.

"Ah tidak. Kau berlebihan sekali, Dad. Apa kau yakin ini sekolah? Bahkan bangunannya lebih bagus daripada apartemen yang kita tinggali"
"Apartemen pun hanya untuk ditinggali sementara, jadi tidak perlu mewah - mewah. Sudahlah masuk sana, Cam. Nanti justru Dad yang akan terlambat" Ayahnya tersenyum melihat tingkah putri sulungnya itu.

Camille langsung mengenakan ranselnya dan segera turun dari mobil. Tangannya dilambaikan ke arah ayahnya yang duduk di balik kemudi dan tanpa menunggu lama lagi, beliau sudah pergi melaju keluar halaman sekolah.

"Namaku Camille Clayton Anderson, aku berasal dari Indonesia. Senang bertemu dengan kalian" sapanya ramah.

Teman - temannya pun langsung tersenyum setelah ia melakukan perkenalan itu.

Kecuali ada satu murid yang hanya memasang wajah datar, ia seorang laki - laki. Kebetulan di depan tempat duduknya terdapat kursi kosong.

Sudah pasti aku akan duduk disana. Tetapi kenapa harus di depan laki - laki itu? Ah, pikir Camille.

"Senang bertemu denganmu juga, Camille. Semoga kau bisa berbaur dengan suasana disini dengan cepat. Kita masih punya satu bangku kosong sepertinya. Ya, disana" kata guru barunya yang bernama Ms.Cassey itu. Ia menunjuk bangku yang sedang ada di pikirannya itu. Ah, benar kan?

"Kau boleh duduk disana, di depan Shane Bradley" tambahnya. Jadi laki - laki itu bernama Shane? Tunggu. Shane Bradley?

Camille melangkahkan kakinya menuju kursi tersebut. Wajah laki - laki itu terlihat jelas saat ini. Tampan tetapi dingin. Kemudian ia duduk dan mulai mengikuti pelajaran yang berlangsung.

PAYBACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang