CHAPTER 25

4.6K 274 3
                                    


"Ed, sejak kapan kau menyukai Minnie mouse?" Tanya Jullian dari kursi belakang. Kini Jullian dan Edwin sudah dalam perjalanan pulang.

"Maksudmu?"
"Itu. Gelang yang ada di dashboard itu. Tapi sepertinya itu gelang perempuan"

Jullian menyipitkan matanya lalu ia berusaha memandangnya lebih dekat.

Edwin baru menyadari kalau gelang Camille masih ada di sana. Ia segera mengambil gelang tersebut dan menyimpannya di dalam kantong celananya.

Jullian yang melihat hanya diam keheranan. "Hei, kenapa kau ambil? Aku ingin lihat!"
"Tidak usah"
"Memangnya kenapa? Bukankah itu milik Camille?"
"Bukan"
"Tentu saja! Yaampun pantas saja terasa tidak asing. Bagaimana bisa gelangnya ada di mobilmu?" Tanya Jullian penasaran.

Edwin hanya cemas kalau temannya itu akan memberitahu Shane apa yang dilihatnya barusan.
"Sudahlah bukan urusanmu"
"Oh ya, menurutmu kenapa Shane kembali lebih dulu daripada kita?" Jullian membahas topik lain. "Entahlah. Aku tidak bisa menebak - nebak"
"Sepenting apa sampai Olive menyuruhnya pulang secepatnya?" Keduanya mulai berpikir.

Akhirnya mereka sudah sampai di rumah Edwin. Jullian sengaja tidak langsung pulang. Ia ingin beristirahat di rumah Edwin dahulu lalu pergi pulang.

Baru saja Edwin bersandar di sofanya, tak lama Camille menelepon.

"Ya kenapa?"
"Tidak, hanya memastikan kau sudah sampai"
"Yaampun, kau jadi beralih memperhatikanku disaat Shane tidak mengabarimu? Sungguh perempuan jahat" canda Edwin.
"Memang aku jahat. Apa dia tidak mengabarimu lagi?"
"Kenapa? Dia belum juga menghubungimu?" Camille terdiam sebentar.

"Belum" jawabnya lemas.

"Sudahlah tunggu saja. Mungkin nanti sore atau malam aku akan bertemu dengannya. Kau tahu? aku baru saja duduk, kau langsung menelepon"
"Baiklah - baiklah. Katakan saja kalau aku mengganggu, itu bukan masalah"
"Yaampun, kau sensitif sekali saat tidak dikabari seperti ini. Aku hanya bercanda" kata Edwin tertawa pelan.

"Mungkin dia sengaja pergi, dan meninggalkanku. Atau mungkin dia sudah bersama gadis lain sekarang"
"Hei! Kau jangan asal bicara! Shane tidak seperti yang kau bayangkan! Dia bukan tipe pria seperti itu. Omongan adalah doa, Cam. Jangan berbicara seperti itu lagi"
"Hmm"
"Lagi - lagi aku masih iri dengan Shane" Edwin merebahkan badannya di sofa.
"Kau ini, sudahlah tidak ada yang perlu kau iri kan"

Edwin tersenyum. "Hmm baiklah - baiklah"
"Yasudah. Hubungi aku kalau kau sudah mendapat kabar dari Shane. Secepatnya"
"Iya nona manis"
"Hei! Kau tumben sekali memanggilku dengan sebutan itu" teriak Camille dari seberang telepon.
"Tidak - tidak. Hanya ingin membuatmu merasa lebih baik. Jadi kusebut saja kau nona manis. Jangan berpikiran yang macam - macam"
"Hahaha tentu saja tidak. Apa yang memangnya akan kupikirkan, Edwin Alexis? Yasudah. Kututup teleponnya"

Tak lama telepon pun terputus. Edwin masih terus berpikir. Sebenarnya apa yang terjadi kepada Shane?

***

Shane masih larut dalam kesedihannya. Ia masih tak menyangka dengan kabar yang dibawa Olive padanya. Satu hari full ia tidak bisa melakukan apa - apa selain memikirkan kabar tersebut. Ia benar - benar tidak percaya kalau ayahnya sendiri bisa membohongi masyarakat luas, serta anak - anaknya sendiri.

Tanda kutip kepada anak - anaknya sendiri.

Itulah yang membuat Shane tidak habis pikir. Olive yang pertama kali mendengar kabarnya pun langsung syok, apalagi adiknya itu. Satu - satunya yang diinginkannya saat ini adalah ayahnya kembali pulang.

'Atau ayah dengan sengaja belum pulang karena berita ini? Karena ia takut kami akan marah padanya?' Pikiran Shane mulai kemana - mana.

Tiba - tiba ia teringat Camille. Sudah satu hari ia tidak menghubungi gadis itu. Kepulangannya saja ia tidak beritahu.

PAYBACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang