CHAPTER 29

4.9K 270 0
                                    


Shane keluar dari kamarnya, ia bisa melihat ayahnya sudah duduk di sana.

Akhirnya setelah sekian lama ia menunggu, ayahnya itu pun datang. Tapi ia masih mengurungkan niatnya untuk membahas permasalahan yang masih tidak jelas itu sekarang. Shane mulai melangkah ke luar melewati ruang makan. Ayahnya sudah melihat anak bungsunya itu keluar.

"Jangan bilang alasan kau tidak sarapan pagi ini karena aku di sini" langkah Shane terhenti. Ujung matanya bisa melihat kalau ayahnya itu melanjutkan makannya lagi.

"Hmm, memang benar itulah alasanku. Kau bahkan sudah mengetahuinya" Shane tersenyum sinis tanpa menoleh ke arahnya. "Pergilah, untuk apa kau berhenti?"

"Apa kau masih layak untuk disebut sebagai ayah?" Hening sejenak. Ayah Shane langsung meletakkan sendok dan garpunya di piring.

"Apa kau bilang?"
"Ayah? Kau bahkan bukan suami yang baik, bagaimana bisa kami menyebut kau sebagai ayah?"
"Jaga perkataanmu Shane!" Shane tersenyum hambar.

Lalu ia menoleh ke arah ayahnya. "Bukankah kau lah yang seharusnya menjaga perkataanmu? Apa yang sudah kau katakan pada seluruh jagat ini tentang ibu?"
"Lalu apa? Aku harus mengatakan yang sebenarnya? Itu maumu?" Tiba - tiba pintu rumah Shane terbuka.

Kakaknya muncul dari sana. Ini sudah kedua kalinya Shane berdebat dengan ayahnya lalu kakaknya itu muncul. Sepertinya Olive punya firasat kalau adiknya itu akan bertengkar dengan ayahnya sekarang.

"Shane, pergi. Kau hampir terlambat"

Shane tidak menghiraukannya. Ia terus menatap ayahnya itu dengan tajam. Ia bahkan tidak menyangka akan mempunyai ayah seperti laki - laki yang ada di depannya sekarang.

"Untunglah kakak datang. Olive, uruslah dia. Karena kau sudah menjadi suami yang tidak baik bagi ibu, setidaknya jadilah ayah yang baik bagi kami. Aku sudah tidak tahan lagi"
"Kubilang pergi Shane! Apa kau tidak dengar apa yang kukatakan?!" Ia langsung melangkah pergi dari sana.

Shane membuka pintu dan membanting keras pintu itu. Ia sudah menyerah menghadapi ayahnya itu. Shane memberikan seluruh kepercayaannya hanya pada Olive sekarang. Kejadian semalam saja sudah membuatnya kesal, apalagi ditambah dengan kehadiran ayahnya pagi ini.

Sampai di sekolah bel masuk sudah berbunyi. Shane berjalan ke kelasnya dengan langkah cepat. Ia mulai memasuki kelasnya itu. Para murid sudah mulai duduk tapi tidak dengannya. Ia melangkah menuju meja gadis itu.

Camille sedang memakai  ipodnya tapi Shane segera melepaskannya. Dibereskannya buku - buku gadis itu ke dalam tas.
"Apa yang kau lakukan?!" Teriak Camille.

Edwin yang melihat kelakuan temannya itu hanya diam. Ia sudah tahu kalau
Shane akan melakukan hal ini.

Shane mulai menutup tas dan menarik gadis itu keluar kelas. Murid yang melihatnya pun langsung membicarakan mereka, tapi Shane terus menariknya sampai keluar.

"Ada apa ini?!"

Shane tidak menjawab. Mereka terus melangkah menuju taman belakang sekolah karena menurut Shane ini merupakan jam pelajaran jadi tidak akan ada yang melihatnya di sana.

Akhirnya mereka sampai di sana. Kini keduanya sudah berdiri berhadapan. Camille terlihat ketakutan sekarang, itu membuat hati Shane sedikit sakit melihatnya.

"Kenapa kau menarikku sampai ke sini? Jam pelajaran bahkan baru dimulai. Kalau kau ingin membolos, pergilah sendiri"
"Kau pikir siapa yang kau temui semalam? Hah? Siapa?!" Wajah Camille sedikit pucat setelah mendengar Shane membentaknya. Tapi Shane tidak bisa menahan emosinya lagi. Gadis itu tidak menjawab.

PAYBACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang