CHAPTER 52

4.7K 271 0
                                    


Camille membuka matanya perlahan. Bayangan langit - langit kamarnya mulai jelas. Ia menoleh ke kanan dan kirinya bergantian, kemudian ia mengingat - ingat kembali kejadian semalam.

Bukankah aku berada di apartemen Shane semalam?

Kedua matanya digosok - gosokkan dengan keras. Ia memastikan kalau ia benar - benar berada di dalam kamarnya sekarang. Matanya dilebarkan, ia menatap ke sekeliling lagi.

Ya, ini adalah tempat tinggalnya. Tidak diragukan lagi, aroma kamarnya, tempat tidurnya.

Bagaimana bisa ia berada di sini? Apa mungkin Camille berjalan sendiri dari sebelah apartemennya? Atau kah Shane yang menggendongnya?

"Tidak mungkin, si bodoh itu tidak mau mengangkatku sampai ke sini kan?" Ia mulai meracau sendiri.

Lalu Camille mencari - cari ponselnya yang ada di dalam tas. Tasnya pun berada di atas meja yang ada di sebelah tempat tidurnya. Setelah dapat, rupanya tidak ada pesan dari Shane sama sekali. Ia melihat ke arah jam, sudah pukul 07.26 pagi.

Aku terlambat! Ah tunggu, sekolah sudah selesai bukan? Ia berpikir sejenak. Ya, tidak ada lagi sekolah Cam. Ya ampun kenapa kau seperti sedang terkena amnesia mendadak? Aahh!

Camille memukul - mukulkan wajahnya. Kemudian ia bangun dan segera melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah selesai, ia berniat untuk membuat sarapan paginya. Itu pun jika ada bahan makanan yang tersedia di kulkasnya. Sudah lama sekali ia tidak makan di apartemennya itu.
Benar saja, saat gadis itu membuka kulkasnya, tidak ada bahan apapun di sana. Hanya tersisa jus jeruk dan beberapa snack yang biasa ia makan.

"Aarghh aku begitu lapar dan tidak ada yang bisa dimakan sama sekali?" Keluhnya.

Tepat saat Camille berhenti berbicara, teleponnya berdering. Telinganya yang tajam membuatnya mendengar suara deringan teleponnya di dalam kamar, apalagi mengingat tidak ada seorang pun yang berada di apartemennya itu. Dengan malas ia melangkah menuju kamarnya dan segera menghampiri ponselnya.

"Hmm?"
"Kau sudah sarapan?"

Bagaimana bisa dia tahu?

"Be.. Belum"
"Hahaha kita benar - benar punya ikatan batin rupanya Camille Anderson!" Tawa Edwin meledak diujung telepon.
"Daripada kau menertawakanku, lebih baik kau mengajakku pergi sarapan sekarang" kata Camille sambil merengut.
"Memang itulah yang kuinginkan, aku sudah berada di lobby. Cepatlah turun" mata gadis itu melebar.

"K..kau sudah ada di bawah?"
"Ya. Cepatlah. Aku tidak tahan melihat orang - orang di sekitarku yang terus memandang ke arahku"
"Baiklah - baiklah aku akan segera turun" balas Camille sambil melangkah ke kamarnya dan segera mengganti pakaian.

Pintu apartemennya tertutup lalu ia melangkah ke apartemen yang ada di sebelahnya. Camille menghentikan langkahnya sebentar, ada niat untuk mengetuk pintu tersebut. Tangannya sudah dikepalkan di depan pintu apartemen Olive, tapi ia ragu sejenak.

"Ah biarlah, dia juga akan mencariku nanti" gumamnya sendiri dan menurunkan tangan kanannya yang sudah berada di udara. Kemudian ia melangkah pergi dari sana dan masuk ke dalam lift.

Pintu lift terbuka, kedua kakinya melangkah keluar dari sana. Camille mencari - cari sosok yang sudah menunggunya itu. Benar saja, Edwin langsung berdiri setelah melihatnya keluar dari lift.

Dengan senang hati ia berjalan menghampiri temannya itu.

"Maaf membuatmu menunggu" sapanya terlebih dahulu sambil tersenyum.

"Tidak masalah, yang menjadi masalah saat ini adalah wajahmu benar - benar sedang menahan lapar. Kau tidak lihat?" Balas Edwin sambil memperhatikan wajahnya.

PAYBACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang