CHAPTER 5

8K 407 4
                                    


Camille duduk di salah satu kursi panjang itu. Nyaman sekali berada disini. Tidak ada yang mengganggu, dan melihatnya.

Hari ini ia mulai kepikiran tentang kepindahan ayahnya. 3 hari lagi ia akan ditinggal sendirian di Singapura.

Entah apa ia bisa bertahan tinggal sendirian di kota yang belum terlalu familiar baginya ini.

Telinganya masih disumbat dengan earphone nya. Ia membayangkan dirinya sedang berjalan sendirian di tengah kota yang ramai, tidak ada yang mendampinginya. Biasanya ayahnya lah yang selalu mengikutinya kemana saja, tetapi hal itu sepertinya tidak bisa terjadi lagi dalam jangka waktu 3 hari lagi.

Kedekatannya dengan ayahnya itulah yang membuat Camille berpikir dua kali untuk tetap tinggal di sini.

Tetapi dari awal memang inilah yang ia inginkan. Hanya kebetulan saat itu ayahnya juga akan meresmikan perusahaannya di Singapura, jadi ia sekalian ditemani olehnya. Sebenarnya jika tidak ada peresmian itupun, Camille tetap akan berada disini.

Tetapi setelah terlanjur ditemani ayahnya itulah, ia langsung sedikit merasa sulit untuk ditinggalkan pulang kembali ke Indonesia.

"Kenapa kau berada disini? Sedang apa?"

Terdengar suara laki - laki di sampingnya. Tetapi Camille yang terlalu fokus melamun itu tidak menyadari ada seseorang yang sudah duduk di sebelahnya.

Padahal volume lagunya tidak terlalu kencang. Edwin langsung memukul bahu Camille pelan.

"Hei"

Ia kemudian baru tersadar lalu menoleh. Gadis itu terkejut melihat Edwin yang sudah duduk di sampingnya lalu ia buru - buru melepas sebelah earphone nya.

"Y-ya? Apa? Maaf aku tidak mendengarmu barusan"

"Kau, ada apa? Kenapa wajahmu terlihat murung?" Edwin menyipitkan matanya.

"Ahh tidak. Kau? Sedang apa disini?" Ia langsung menyunggingkan senyumnya walaupun sebenarnya ia tidak sedang baik - baik saja.

"Aku hanya berkeliling dan melihatmu sendirian disini. Dan asal kau tahu, tempat ini, tidak ada yang berani pergi kemari. Seluruh murid di McKenzie tahu kalau tempat ini adalah khusus untuk ku, Jull, dan Shane. Mereka tidak berani menyentuh tempat ini. Karena kalau ketahuan oleh Shane, sifat egois dan angkuhnya itu akan keluar dan menyerang siapa saja yang ada disini. Untung saja kau bertemu disini denganku, bukan Shane" jelas Edwin.

Camille yang mendengarnya itu pun langsung merasa canggung dan hendak berdiri. Tetapi tangan Edwin sudah mencegahnya terlebih dahulu.

"Duduklah. Aku tahu kau sedang tidak baik - baik saja. Shane juga begitu. Setiap saat suasana hatinya sedang buruk, pasti ia pergi kemari. Wah, kalian sama - sama memiliki sifat yang sama. Jadi ceritakan padaku, ada apa?" Edwin memaksa gadis itu agar bercerita dengannya.

"Tidak apa - apa, lebih baik aku pergi saja. Bagaimana bisa aku menginjakkan kaki di tempat kalian?"

"Camille Anderson?" Tangan Edwin sudah meraih lengannya yang hendak pergi itu.

Gadis itu menyerah. "Semua ini hanya karena akan ditinggal oleh ayahku. Tetapi ini pertama kalinya lah aku ditinggal seorang diri di kota yang bagiku belum terasa familiar. Bahkan aku belum punya banyak orang - orang terdekat disini" Camille mencoba menceritakan apa yang ada di pikirannya.

"Ayahmu akan pulang ke Indonesia?"

"Begitulah" gadis itu terdiam sebentar.
"Sebenarnya ia kesini hanya untuk meresmikan saham yang ada disini. Ia pikir itu akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Jadi ia bisa sambil menemaniku sekolah disini. Ternyata hanya sebentar saja. Semua yang perlu ia lakukan sudah selesai"

PAYBACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang