CHAPTER 49

3.8K 236 0
                                    


"Jangan mengatakan sesuatu yang kau sesali pada akhirnya" kalimat tersebut terus mengiang di kepala Shane. Setiap mengingat kalimat itu, yang ada dalam bayangannya adalah Camille.

Hari ini ia tidak masuk sekolah. Shane benar - benar menghindari para reporter yang akan mewawancarainya itu.

"Kau tidak masuk sekolah hari ini?" Olive membuka pintu secara tiba - tiba dan membuat lamunannya buyar.

"Menurutmu? Aku masih berpakaian seperti ini dan tidak buru - buru sama sekali dan kau pikir aku akan pergi ke sekolah?"
"Bagus, semoga kau tidak lulus ujian Shane Bradley"
"Hei!"
"Aku pergi" kakaknya kembali menutup pintu dan pergi.

"Kakak macam apa sebenarnya dia? Mendoakan hal yang buruk pada adiknya sendiri" gumam Shane pada dirinya sendiri lalu bangkit.

Ia berjalan keluar dari kamar dan menuju dapur. Senyumnya mengembang, inilah kelebihan Olive. Kakaknya itu selalu menyiapkan makan pagi pada adik kesayangannya itu. Tanpa berpikir lagi, ia memutuskan untuk duduk dan segera makan pagi. Walaupun ia sendiri sebenarnya menyadari kalau wajahnya masih berantakan tapi Shane tidak peduli.

Setelah selesai, laki - laki itu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sepertinya hari ini ia akan berada di apartemen satu hari full.

Saat ini sudah pukul 2 siang. Shane sudah tidak tahan lagi terus - terusan terkurung di dalam apartemennya. Ia merasa jika tidak hadir ke sekolah, waktu berjalan dengan sangat lama. Hal itu membuatnya tidak betah berlama - lama di rumah. Ia mendesah panjang dan segera bangun.

Shane mengganti bajunya dan segera keluar dari sana. Pintu tertutup, kakinya mulai melangkah ke lift.

Mobilnya sudah dinyalakan. Untunglah tidak ada reporter atau kamera man yang mengejarnya hari ini. Ia merasa aman bisa keluar dari tempat tinggalnya itu. Mobilnya melaju keluar area apartemen.

Shane masih tidak tahu akan pergi kemana hari ini. Kepalanya masih diputar untuk menentukan kemana ia harus pergi. Tiba - tiba pikirannya tertuju pada Camille. Lagipula sekarang juga merupakan jam pulang sekolah. Sebaiknya ia mampir ke sana sejenak dan berusaha untuk bertemu dengannya. Ia yakin kali ini, ia harus bertemu dengan gadis itu dan mengatakan yang sebenarnya ia rasakan padanya.

Langkahnya mulai diarahkan menuju ruang musik. Gagang pintu sudah diraihnya, perlahan laki - laki itu membuka pintu ruangan tersebut.

Ruangan itu kosong. Tidak ada siapapun di dalam sana. Dengan perasaan ragu, Shane memaksakan kakinya itu untuk masuk. Matanya langsung mendapati beberapa gitar akustik yang tergantung di tengah - tengah ruangan. Laki - laki itu mendekatinya. Ia mengambil satu buah gitar untuk dipinjamnya sebentar dan segera membawanya keluar.

Sampai di luar, sudah banyak para murid yang berhambur. Wajahnya sedikit pucat karena ia takut akan dituduh yang tidak - tidak oleh anak - anak tersebut. Tapi untunglah tidak ada yang mencurigainya sama sekali, jadi dengan santai laki - laki itu melangkah menuju taman belakang sekolah.

***

Camille menghentikan langkahnya. Ditatapnya laki - laki yang duduk di tempat yang akan ditujunya itu.

Keduanya saling menatap dalam diam. Jantung Camille rasanya akan behenti sekarang. Shane Bradley sudah duduk di kursi taman belakang sekolah. Tetapi kakinya tidak bisa bergerak sama sekali saat menatap siapa yang duduk di sana.

Astaga kenapa ia bisa di sini?

Dengan amat terpaksa, Camille membalikkan badannya. Tetapi tiba - tiba niatnya untuk pergi hilang. Telinganya sudah mendengar alunan lagu yang amat familiar baginya.

PAYBACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang