"Apa dia ada masalah dengan Cam? Apa kalian tahu?" Olive duduk di samping tempat tidur adiknya yang terbaring masih belum sadarkan diri sejak semalam.Jullian melirik Edwin yang masih diam. Sedari tadi pertanyaan Olive, hanya dia yang menjawabnya. Edwin masih memandang temannya itu dengan tatapan kosong.
"Ed, jawablah" bisik Jullian.
Kemudian Edwin beralih pada Olive. "Camille melihat Shane dan Keira keluar dari apartemenmu malam itu, Olive. Sudah pasti gadis itu berpikiran yang macam - macam" jawabnya sambil mengingat kejadian malam itu.
Lalu Olive memandang adiknya lagi.
"Hmm, kalau aku menjadi Camille pun aku akan melakukan hal yang sama. Membenci laki - laki ini, seumur hidupku. Tapi mungkin jika si bodoh ini mengatakan yang sebenarnya, Camille akan mengerti. Aku tahu, sudah pasti Shane tidak menjelaskan apapun pada gadis itu, bukan?" kakaknya pun sudah tahu.
Edwin tidak menjawab pertanyaan Olive barusan. Ia sudah mengetahui sendiri jawabannya.
Edwin jadi kesal sendiri. Shane benar - benar tidak bisa menghapus gengsinya yang tinggi itu. Untuk menjelaskannya pada Camille saja, ia tidak mau.
"Kenapa kau tiba - tiba menanyakan ini Olive?" Tanya Jullian.
Olive terdiam. Matanya terus menatap adik semata wayangnya. "Si bodoh ini" Jullian dan Edwin ikut penasaran. "Dokter mengatakan kalau dia terus menyebut nama seseorang saat sudah hendak menuju ke ruang ICU (Intensive Care Unit). Tidak diragukan lagi kita semua mengetahui jelas siapa nama yang disebutnya"
"Apa kau sudah bertanya pada dokter siapa nama yang Shane sebut itu?"
"Dokter bilang ia tidak begitu mendengar saat Shane menyebutkannya. Ia hanya memprediksikan kalau sepertinya Shane menyebutkan nama seseorang" jelas Olive."Bisa saja yang disebutkannya adalah Keira" sela Jullian santai. Edwin langsung menoleh. Temannya itu hanya mengangkat kedua alisnya.
"Apa?" lalu Edwin menendang kaki kirinya itu. "Hei!"
"Kalian tidak berangkat? Ini sudah hampir jam masuk sekolah"
"Ya, aku pergi dulu Olive" pamit Edwin. Olive hanya tersenyum. "Ya. Datanglah lagi jika sekolah sudah selesai" kemudian Jullian dan Edwin melangkah keluar dari kamar Shane dirawat.Edwin sudah sampai di depan kelasnya. Saat memasuki ruangan, sudah terlihat seluruh murid yang ribut membicarakan temannya yang ada di rumah sakit itu.
Edwin melihat bangku Sally yang kosong. Kemudian ia beralih pada bangku Camille. Gadis itu sedang melipat tangannya dan menundukkan kepalanya.
Edwin melangkah ke tempat duduk Camille. Beberapa murid sudah menatap mereka. Kini gadis itu sudah ada di depannya.
"Cam" panggilnya pelan.
Gadis itu tidak merespon. "Cam" Edwin mencoba usahanya yang kedua dengan suara sedikit lebih nyaring.
Masih tidak ada jawaban. Gadis itu sepertinya sedang memakai earphonenya. Lalu laki - laki itu menyentuh bahu Camille pelan. Camille mulai sadar, perlahan - lahan kepalanya terangkat.
Kini wajahnya sudah tepat berada di hadapannya. Terlihat jelas mata Camille yang membengkak, ia bahkan berusaha agar Edwin tidak melihatnya. Ditariknya kedua tali earphone yang menyumbat telinganya.
"Ada apa?" Ekspresi Camille bahkan tidak bisa ditebak oleh Edwin kali ini.
"Kau tidak tidur?"
"Kenapa kau kemari?" Lagi - lagi Camille mulai mengalihkan. Edwin menelan ludah. Kemudian ia mengambil sebuah flashdisk dari kantong blazernya."Ambillah, aku tidak yakin tugas Ms. Cassey kau kerjakan dengan baik. Tugasmu sudah ada di sana" balas Edwin datar.
"Untuk sekian kalinya kau membantuku. Terimakasih. Apa dia sudah sadar?" Camille mengambil flashdisk yang diberikan temannya itu Edwin menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAYBACK
RomanceSeorang gadis yang ingin mencoba kehidupan barunya di singapura bersama ayahnya, hingga bertemu kembali dengan sahabat lamanya. Dan akhirnya mereka berteman kembali seperti dulu kala, hingga suatu hari gadis itu bertemu dengan lelaki primadona di se...