CHAPTER 44

4.1K 253 0
                                    


"Temui dia sekali lagi" Edwin menatap temannya itu dalam diam. Shane harus melakukannya walaupun itu adalah yang terakhir kalinya.

Dia masih berdiri menatap tajam lawan bicaranya itu.

"Kau tidak mau?"
"Hmm" jawab Shane singkat. Edwin menghembuskan nafas dalam - dalam.

Apa yang sebenarnya ada di dalam benaknya itu?

"Kau tidak menyesalinya?"
"Tidak"
"Baiklah kalau begitu" Edwin langsung melangkahkan kakinya meninggalkan Shane di gerbang tanpa berkata - kata lagi.

"Apa yang akan kau lakukan jika aku benar - benar tidak ingin menemuinya lagi?" Suara Shane tiba - tiba menghentikan langkah kakinya.

Niatnya untuk berbalik sama sekali tidak muncul, jadi Edwin hanya menolehkan kepalanya ke kanan sedikit dan menjawab.

"Temui gadis itu sekali lagi jika kau masih benar - benar ingin menjadi temanku atau aku yang akan melindunginya selamanya dan kau akan menyesali seumur hidupmu" kemudian disunggingkan senyum sinisnya sebentar lalu Edwin melanjutkan langkahnya menuju kelas.

Camille tersungkur lemah. Edwin bisa melihat gadis itu sedang menahan sakit, tapi ia berusaha untuk menyembunyikannya.

"Ruang kesehatan, sekarang" kata Edwin tanpa berbasa - basi lagi setelah melihat Camille yang memejamkan matanya berulang kali.

"Hah? Tidak - tidak, aku tidak apa - apa Edwin"
"Kubilang pergi Camille Anderson" Camille masih menatap temannya yang tidak mau pergi itu.

Sepertinya ia tidak bisa berbohong jika sedang berhadapan dengan Edwin.

Dengan kondisi badan yang lemas gadis itu berdiri dan segera memegang tangan Edwin. Laki - laki itu langsung bisa merasakan dinginnya tangan Camille saat ini. Gadis ini benar - benar sakit.

"Apa yang kau lakukan hingga seperti ini?"
"Ayo pergi sebelum aku ambruk di depan anak - anak ini" Camille menyunggingkan senyum pucatnya, Edwin semakin tidak tega melihatnya.

Ia merangkul gadis itu dan membawanya keluar dari kelas.

Sampai di pintu kelasnya, rupanya mereka berpapasan dengan laki - laki yang barusan ditemui Edwin di gerbang. Wajahnya tetap datar saat melihat kondisi Camille yang sedang sakit.

Hal ini membuat Edwin heran, biasanya temannya itu langsung panik dan segera memarahi Camille habis - habisan.

Keduanya berhenti sebentar.

"Kenapa kau masih berdiri diam di sana? Minggirlah! Kau tidak lihat aku sedang membawa gadis yang sekarat?" Kata Edwin tajam.

Shane segera menatap Camille tanpa bersuara. Wajahnya tetap datar dan itu membuat Edwin sendiri frustasi. Tak lama laki - laki itu melangkah dan pergi masuk ke dalam kelas.

Edwin segera memandang gadis yang ada di rangkulannya itu untuk melihat bagaimana ekspresinya setelah kejadian barusan. Rupanya Camille sudah menunduk, sepertinya matanya terpejam. Yang diharapkan Edwin hanya satu, semoga ia tidak mengeluarkan air matanya.

"Apa yang kau lakukan semalaman?"
Tanya Edwin pada gadis yang sudah terbaring di kasur.

"Tidur, menurutmu apa lagi?"
"Kau berbohong"
"Aku selalu ketahuan. Kau, masuklah ke dalam kelas. Aku ingin istirahat" kata Camille pelan.

Edwin tidak tahu harus menjawab apa. Sepertinya perkataan Camille barusan benar - benar membuatnya harus pergi.

"Kau tidak masalah sendirian di sini?"
"Lagipula ada suster Edwin Alexis, kau tidak perlu mencemaskanku" jawab Camille.

PAYBACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang