Edwin melangkah menuju tempat duduk Camille. Gadis itu hanya melamun sepanjang pelajaran. Dan sepertinya ia bahkan tidak menyadari kalau Edwin sudah duduk di depannya."Hei" perlahan Camille membuyarkan lamunannya sendiri.
"Oh hai"
"Apa yang kau pikirkan? Masalah kemarin?"
"Hmm. Shane tidak ada menghubungiku sama sekali kemarin" wajahnya masih lesu.Edwin mulai terbiasa melihat ekspresi itu. "Kenapa setiap dia pergi, dia selalu melupakan untuk menghubungimu Cam?"
"Entahlah, itu yang kupikirkan. Bahkan jika dia sedang marah padaku pun dia tidak pernah mengatakan alasan yang sebenarnya. Ia tidak pernah membahasnya langsung padaku. Sampai aku sendiri yang mulai mencari tahu apa itu" Camille memutar - mutarkan bollpoint nya. Ia terlihat sedang putus asa."Kalau begitu, ayo temani aku latihan orkestra saja" gadis itu mengangkat kepalanya. "apa? Memangnya aku boleh masuk?"
"Tentu saja. Apa yang tidak bisa jika kau bersama Edwin. Ayo" Edwin mulai berdiri.Dengan lesu Camille beranjak dan melangkah keluar kelas.
"Aku sudah bertemu Tuan Keith, Cam"
"Benarkah?" Gadis itu menoleh.
"Hmm. Aku sudah memintanya untuk menyerahkan diri"
"Baguslah. Apa kau mendapat sebuah informasi baru?"
"Ya, hasil otopsi nyonya Ovie Bradley disembunyikan oleh ayahku di kantornya"Edwin bisa melihat ekspresi Camille yang kaget tapi tetap tenang.
"Beliau meninggal dikarenakan?"
"Racun sianida" Camille tidak bersuara. "Tuan Keith mencampurkannya ke dalam minuman Nyonya Ovie saat beliau sakit"
"Dia memang benar - benar sakit saat itu?"
"Hmm. Dia memang sakit tapi hanya kelelahan, tidak lebih. Saat ia meminum minuman tersebut begitulah yang terjadi. Kau tahu sendiri kan maksudku" Camille mengangguk pelan.Mereka sudah sampai di depan pintu ruang orkestra. Saat pintu terbuka Camille sedikit terkejut. Ruangan tersebut kosong. Ia menoleh ke arah Edwin yang mulai tersenyum.
"Kau bilang kau ingin latihan? Kemana orang - orang?"
"Apa aku bilang padamu kalau aku berlatih dengan yang lainnya?" Kata Edwin. Gadis itu hanya mengendus tidak jelas dan mulai duduk di kursi."Kau ingin melihatku memainkan alat musik yang mana?" Tanya Edwin berdiri di tengah - tengah instrumen yang ada.
"Kau bisa memainkan semuanya?"
"Ya. Kau tidak perlu kaget, kau tahu kan aku musisi terkenal Singapura?"
"Baru terkenal di Singapura saja sudah bangga"
"Hei! Coba doakan saja setidaknya!" Camille tertawa. "Mainkanlah sesukamu. Dari seluruh instrumen itu, yang mana yang paling mahir untuk kau mainkan?"Edwin memegang dagunya. Ia berpikir sambil terus menatap alat musik itu satu persatu.
Langkah Edwin berhenti di depan sebuah Cello.
"Kau bisa memainkannya?" Sahut Camille dari sana. Edwin hanya tersenyum lalu mulai duduk di kursi yang ada di sebelah instrumen tersebut.
"Walaupun dari segala jenis alat musik yang paling mahir kumainkan adalah Saxophone, tapi setidaknya aku juga bisa memainkan yang lainnya"
Edwin mulai memainkan Cello tersebut. Nada - nada halus mulai keluar. Camille yang belum pernah mendengar permainan Cello pun langsung kagum. Apalagi ini juga pertama kalinya dia melihat Edwin memegang alat musik itu.
Camille benar - benar menikmati permainan musiknya. Walaupun ia tahu permainan Saxophone nya lebih baik dari ini, tapi dia tetap menyukai cara Edwin memainkan Cello tersebut. Suasana hatinya setidaknya terhibur sedikit oleh Edwin sekarang.
***
Sepulang sekolah Camille pergi ke mini market sebentar. Ia ingin membeli beberap makanan ringan untuk diletakkan di kulkasnya. Camille mulai memilih - milih jenis makanan yang biasa ia beli.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAYBACK
RomanceSeorang gadis yang ingin mencoba kehidupan barunya di singapura bersama ayahnya, hingga bertemu kembali dengan sahabat lamanya. Dan akhirnya mereka berteman kembali seperti dulu kala, hingga suatu hari gadis itu bertemu dengan lelaki primadona di se...