IM : 73

605 39 3
                                    

Haiiii assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bagaimana hari ini vrendds? Amaan?
Seneng ga prend ane up lagi.

Hayooo yang belum vote segera vote dan komen ya vrendds biar makin semangat...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





























Part 73

Bel sekolah berbunyi gegas para siswa menghamburkan diri. Hasna melangkahkan kaki menuju kantor, ia harus melakukan absen pulang terlebih dahulu. Sesampainya di kantor guru, Hasna segera meletakkan buku dan mendekati mesin finger print. Menempelkan telunjuknya di mesin itu.

"Bu Hasna jadi pulang sekarang. Mari bareng saya, saya juga mau pulang menjemput Niana." tawar Bu Hamidah - salah satu rekan Hasna.

Hasna menoleh ke arah Bu Hamidah lalu tersenyum. "Sekolah Niana kan jauh, Bu. Takut merepotkan Bu Hamidah tidak apa-apa saya naik bus saja." tolak Hasna halus.

"Eh, siapa yang direpotkan, saya nggak merasa direpotkan kok bu." perempuan berkulit putih itu menyahut cepat.

Hasna menggeleng. "Niana sudah menunggu Bu Hamidah baiknya ibu segera menjemputnya, kasihan Niana harus menunggu lama Mamanya."

Bu Hamidah mengangguk pasrah. "Yasudah kalau begitu, saya duluan ya, Bu Hasna." pamit Bu Hamidah bersalaman dengan Hasna.

Sepeninggalan Bu Hamidah Hasna meraih tasnya, ia berpamitan kepada beberapa guru yang masih stay di sana.

Usai itu perempuan dua puluh delapan itu segera berjalan menuju gerbang sekolah menanti Bus yang akan membawanya pulang.

Meski saat ini orang-orang lebih nyaman berpegian dengan motor. Hasna sendiri tetap memilih menggunakan kendaraan umum, selain karena lebih hemat dirinya juga bernostalgia saat masih sekolah SMA dahulu dimana setiap pagi ia harus berebut kursi duduk. Namun, sekarang berbeda isi bus tak terlalu banyak paling hanya sepuluh orang saja.

Bus sekar mulya itu berhenti tepat di hadapan Hasna, lekas perempuan manis itu masuk dan duduk dengan seorang nenek tua yang baru pulang dari pasar.

"Masya Allah ayunee kowe, Nduk. Opo ora isin guru numpak bis kih?" canda Nenek itu.

( "Masya Allah ayunya kamu, Nduk. Apa enggak malu guru naik bis ini?")

Hasna menggeleng lalu menyunggingkan senyum. "Mboten, Mbah. Nopo isin luwih penak numpak niki mboten kepanasan haha,"

("Tidak, Mbah. Kenapa harus malu, justru lebih enak naik ini tidak kepanasan haha")

"Iso-isone gusti, omahmu ngendi, Nduk?" tanya Nenek tua itu.

("Bisa-bisanya tuhan, rumah kamu dimana, Nduk?")

"Banyu Bening, Mbah. Panjenengan pundi?" Hasna balik bertanya.

Imamku Musuhku [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang