Bian berdiri di reruntuhan kota Disprea. Meskipun telah runtuh, sihir tidak terlihatnya masih berfungsi, yang membuat reruntuhan itu tidak terlihat oleh manusia biasa. Bian berjalan diantara reruntuhan menuju ke bekas kantor Elder. Dia membaca mantra. Tidak terjadi apapun.
Bian menghela nafas lalu berbalik. Beberapa penyihir sudah di hadapannya dan menyeringai padanya. Bian hanya menatap datar pada mereka, seakan tidak perduli. Para penyihir melontarkan mantra secara bersamaan. Bian dengan cepat bisa menangkis semuanya lalu dia mendorong kedua tangannya ke depan dan membuat semua penyihir terhempas jauh. Satu penyihir berdiri dan menyerang kembali. Bian menjentikkan jarinya.
Krak!
Leher penyihir itu patah seketika. Tiba-tiba terdengar geraman kasar yang cukup keras. Bian menoleh ke atas. Naga itu masih berjaga disana. Bian mengerutkan keningnya. Kenapa Mora masih menjaga tempat ini? Naga itu terbang rendah lalu turun tepat di hadapan Bian. Bian tidak terlihat takut akan kehadiran naga itu. Justru dia terlihat terkejut karena keanehan pada naga itu. Bian mengira kulit naga itu memang berwarna hitam, tapi saat naga itu di depannya, dia sadar. Itu tidak tampak terlihat kulit dan daging sebagaimana mestinya. Justru terlihat daging dan kulit yang membusuk. Bahkan Bian bisa melihat jantung naga itu, berwarna merah dan berdetak. Bian beralih ke matanya. Bukan seperti mata makhluk yang hidup. Ada apa sebenarnya dengan naga itu?
Naga itu bersiap untuk menyemburkan api. Bian bisa melihat api yang mengalir di tenggorokannya. Bian tidak beranjak di tempatnya. Api menyembur ke tubuh Bian. Bian merentangkan tangan kanannya. Api itu tidak mengenai Bian. Seperti ada perisai Yang menahannya. Para penyihir yang menyerang Bian tadi terkejut. Mereka hanya diam di tempat. Bian berjalan mendekati naga itu. Naga itu kembali menyemburkan api panasnya. Bian tidak juga menghindar. Bahkan dia tidak membuat perisai dengan tangannya lagi. Saat api itu sudah akan mengenai Bian, tubuh Bian justru mengeluarkan perisai sendiri. Bola matanya sudah berubah menjadi putih pucat. Langkah Bian tidak berhenti. Dia terus melangkah sampai tepat di depan naga. Naga itu tidak menyemburkan apa lagi. Justru terlihat gelagat aneh dari naga itu.
Bian terus menatap naga itu sejenak kemudian dia berjalan ke tubuh samping naga itu sambil menyentuhnya. Dia menyentuh naga itu dengan tangan kirinya sambil berjalan mengitari naga itu. Semua itu di saksikan oleh beberapa penyihir suruhan Mora. Mereka juga terkejut bola mata Bian telah berubah. Bian seperti menjadi orang lain.Bian sampai di depan naga itu lagi. Naga itu sedikit membungkuk padanya.
"Kau mengenaliku, benarkan?" tanya Bian. Naga itu mengangguk. "Kasihan sekali kamu. Apa Mora melakukan ini padamu?"
Naga itu kembali mengangguk.
"Aku akan mengembalikanmu ke keadaan semula. Untuk pertarungan yang adil dan aku yakin kamu tersiksa seperti ini."
Naga itu mengeluarkan suara lalu menundukkan kepalanya. Bian menyentuh kepalanya lalu membaca mantra.
"Dragonar Dragonar Dragi
Spuarlaz theokh
La tarfaf dragonar bene
Demar dragonar sanaf
Lekhof sanaza, sqaiz sqaiz fakof heneteh"Tak lama naga itu tersedak, seperti akan memuntahkan sesuatu. Dan benar saja, permata berwana merah marun berukuran keluar dari mulutnya. Sedetik berikutnya naga itu berubah menjadi debu dan menghilang. Hanya sisa tulang belulangnya saja. Bian mengumpulkan tulang belulang itu dengan sihir lalu mengirimnya kesuatu tempat.
"Apa yang kau lakukan pada naga itu?!" tanya salah satu penyihir Mora.
"Hal yang seharusnya dilakukan." jawab Bian. "Katakan pada tuan kalian, aku akan datang padanya."
Bian kemudian berteleportasi. Dia muncul di sebuah hutan. Bian mengulurkan tangan kanannya dan membaca mantra.
"Ophachiat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang terpilih : pangeran yang terkutuk (the Cursed Prince) Season 3
Fantasy[Young adult and minor romance] Please baca story yang pertama : babak pertama dan yang kedua : pemburu penyihir agar mengerti jalan ceritanya. Mendengar ada cara membunuh Darkness, Bian mulai berpetualang bersama Kate dan Gina untuk mencari benda...