Ruangan Rahasia

1K 114 28
                                    

Bian terus membuka buku yang ada di pohon rahasia. Nick. Tidak ada yang mengulas tentang manusia serigala dalam pembantaian Nick. Hanya tentang bagaimana Nick membantai mangsanya. Tentang semua yang dituduhkan pada Nick. Tapi tidak ada yang membahas tentang saksi dari semua peristiwa itu.

"Apa mungkin ..."

Terdengar suara ribut-ribut di luar pohon. Bian mengenali suara itu.

"Tidak Gerard. Ini tidak benar. Kita sudah mencari mereka kemana pun!"

"Ah baiklah. Apa mungkin nona Bian sudah dimakan vampir itu?"

"Kau sangat tidak membantu. Sudah aku katakan, tidak ada jejaknya. Sama sekali. Itu aneh. Meskipun Bian sudah mati, pasti ada jejaknya. Meski hanya remahan. Hanya dia yang mati karena memakai api biru yang tidak akan bersisa. Tapi hanya Bian yang punya itu."

Kate masuk ke dalam pohon rahasia diikuti Gerard.

"Apa yang mungkin yang terpilih melarikan diri?"

"Kau bercanda kan?"

"Maafkan saya nona, hanya saja kamu terlihat ..."

"Ya aku tahu. Aku terlihat panik. Bagaimana tidak? Bian menghilang begitu saja dengan pangeran itu. Dan Gina? Gina juga tanpa kabar. Kita ke rumah bibinya di spanyol, dan bibinya tidak tahu menahu soal Gina. Lalu kemana anak itu? Apa jangan-jangan mereka melakukan sesuatu tanpa aku? " Kate duduk di salah satu tempat duduk. Pemikiran itu yang membuatnya kecewa.

"Apa begitu? Saya rasa tidak. Nona Bian dan Gina tidak mungkin seperti itu. Pasti ada sesuatu hal yang membuat mereka menghilang."

"Aku sungguh berharap kau benar."

Bian sudah berada di luar pohon. Di Disprea tidak semua orang bisa berteleportasi. Bian termasuk yang bisa, tentu saja berkat kekuatan yang terpilihnya. Bian kembali berteleportasi dan kali ini mendarat di sebuah ruangan penuh buku. Dia mendengar yang Kate katakan. Dia merasa bersalah karena tidak melibatkannya. Hanya saja dia tidak ingin ada yang terluka atau mengorbankan diri mereka.

Bian menuju rak buku bagian ancient, buku kuno. Buku-buku tua. Rak demi rak, buku demi buku. Nihil, tak ada apapun. Bian hampir menyerah. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi. Bian teringat kata-kata dari Rose, pengurus rumahnya. Yang terpilih biasanya mengikuti api. Bian terdiam sejenak. Api? api apa? Api biru?

Bian menjentikkan jarinya, membuat penerangan ruangan itu mati. Semua gelap sekarang. Bian melihat kedua tangannya lalu menyalakan api biru itu di tangannya. Api biru itu semakin terang. Bian melihat sekitarnya. Tidak ada yang berubah.

"Apa mungkin bukan api ini?"

Bian mematikan api di tangannya, tapi dia sempat melihat sesuatu di lantai.

"Apa itu tadi?"

Bian berjongkok. Tapi tidak melihat apapun.

"Flamin minchier"

Bian mengeluarkan api biasa. Dia mencari yang dia lihat tadi.

"Apa mungkin aku salah lihat? Tapi aku benar-benar melihat--"

Bian mematikan api di tangannya. Dia menghela nafas panjang. Tapi sedetik berikutnya dia teringat sesuatu. Bian menyalakan api birunya. Dan benar saja. Sebuah tulisan muncul di lantai itu. Tulisan itu bukan bahasa inggris atau bahasa manapun.

"Ini... Seperti mantra kuno.."

Bian berdiri. Tulisan itu panjang dan seperti mengarahkannya pada sesuatu. Bian mengikuti tulisan itu sambil membacanya.

"Seria impreria dho cosunno ikhteria belipuro secretia layuo porenti xiovenimo zalin poranan mecirtanta..."

Sampai di situ saja. Seperti ada yang menutupinya.

Yang terpilih : pangeran yang terkutuk (the Cursed Prince) Season 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang