✧☂︎|6

134 21 0
                                    

Usai khutbah jumaat diakhiri oleh Khatib; Andika mengambil langkah terburu-buru. Setelah dihadirkan dengan mimpi buruk semalam, dia ingin mencari Hana semula. Walau isi kepalanya masih lagi tersisa dengan perjodohan yang bakal diatur untuknya.

Dia menyarungkan sandal lalu anak mata itu mula mengesan titik bayangan seorang Hanastasia. Ya, Hana yang mungkin akan singgah untuk solat di masjid. Jika dia tahu bagaimana seorang Hanastasia dan semestanya - apakah Andika bisa melakukan hal yang sama ?

Andika melangkah jauh lagi namun tidak mendekati kawasan yang dikhaskan untuk para wanita. Kali ini dia cuba menyapa salah seorang jemaah wanita berumur yang sedang keluar dari perut ruangan tersebut. Dia menelan saliva. Sempat dia melirik keliling - risau jika dilihat oleh seseorang yang bisa merekakan fitnah buruk tentangnya.

Dia cuba datang mendekat - namun sayang keberaniannya hanya sebatas nipisnya kulit bawang. Andika mengigit bibir dan kemudiannya mengundurkan diri.

" Woi, buat apa kau di kawasan jemaah perempuan ?" tanya Hasan apabila Andika sudah datang menghampiri mereka dengan wajahnya yang penuh kehampaan. Tidak membalas apa yang dipertanyakan oleh Hasan, Andika hanya menggeleng.

" Kenapa kau buru-buru keluar Andika, apa ada sesuatu yang terjadi ?" Ali pula menyampuk.

" Ya, Khatib baru sahaja mematikan mikrofon kau sudah keluar laju." Tambah Hasan lagi.

Andika memandang. Tidak mungkin dia bisa mengatakan hal sebenarnya pada Hasan dan Ali. Tetapi, mengapa aku harus takut mengatakan jika aku sedang mencari Hana ? hatinya berbisik pula.

" Lain kali sahajalah aku ceritakan pada mereka." Bisik hatinya.

" Tiadalah. Jomlah pergi." Ajaknya tanpa menyatakan kebenaran yang menjadi pertanyaan Hasan dan Ali.

Andika dan yang lain mengundurkan diri. Untuk terakhir kalinya - Andika menoleh sekilas ke belakang. Mungkin saat itu Hana sudahpun keluar dari ruangan jemaah perempuan. Namun, tiada siapa pun yang keluar dari ruangan tersebut. Kemana lagi aku harus menemui Hana jika bukan di sini ?

Hatinya berbisik lagi. Hinggalah dia baru teringat kembali ; dimana saat pertama kalinya dia menemukan Hana di jambatan yang berdekatan kolej mereka.

✧☁☂︎

Andika menjatuhkan punggungnya ke atas kerusi dimana sebelumnya dia duduki. Dia melirik ke arah jambatan yang tidak jauh dari posisinya. Sudah hampir sejam lebih dia menunggu Hana di tempat itu ; namun Hanastasia sama sekali tidak muncul. Keluhan yang membebani hati lelakinya berlepas sebelum menyatu dengan udara.

Lelaki itu menatap fokus ke arah jambatan. Cuba melayarkan kembali skenario yang tidak sengaja menjadikan dia sebagai hero dalam cerita Hanastasia.

Tiada riak sama sekali yang lahir pada wajahnya. Tatapan iris kecoklatan emas miliknya redup dan kosong. Entah apa lagi yang bermain dalam minda lelaki itu.

" Ya Allah, apakah maksud dari mimpi semalam ?"

Hatinya bermonolog sambil retinanya tidak terlepas dari menatap kosong sebuah jambatan yang kukuh disana. Tempat dimana dia menemukan Hana pada awalnya. Hatta, tanpa dia ketahui - Hana sedang bersama semestanya yang masih belum disedari oleh Andika.

Hanastasia mematikan langkahnya. Pupil matanya naik menatap bangunan tua yang diatas bumbungnya siap berdiri sebuah tanda salib. Tiada riak yang terlahir dari wajahnya yang mungil dan putih tersebut. Tapi jika dilihat penuh teliti, ada sesuatu yang bermain dalam benak matanya.

Dia mengenggam penumbuk. Lalu melangkah ke hadapan sebelum memasuki gereja St.Michael yang tidak jauh dari kawasan perumahan mereka. Bahkan, hanya beberapa kilometer sahaja dari arah masjid yang bertentangan dengan gereja tersebut.

Hana melabuhkan dudukkan ke atas kerusi. Menatap sebuah arca yang kukuh berdiri menghadap penyembahnya yang kini hanya tersisa Hana seorang sahaja. Kerna aslinya, hari Jumaat bukanlah hari sembahyang mereka. Hana mengambil beberapa detik sebelum kedua tangannya menyatu bersama. Kelopak matanya dikatub rapat.

Lama. Suasana yang hening dan sepi nyatanya memberi dampak lain buat suasana hati Hanastasia yang sedang berdoa. Perlahan dan perlahan, bagaikan ada sesuatu yang menusuk bebola matanya dari dalam ; satu cairan jernih keluar dari kelopaknya yang tertutup.

Ya. Dia sedang berdoa. Tetapi layarnya tidak tertumpu dengan apa yang didoakan. Hanya sahaja seorang lelaki yang sedang tersenyum kepadanya sebelum sempat melambaikan tangan dari sebuah bas. Sebuah layar dimana hari pertama dia bertemu Andika.

Hana menggenggam kuat jari jemari runcingnya yang sejak tadi bertaut. Dia masih menutup mata tetapi cecair kejernihan itu semakin menderas laju. Sempat dia menggeleng berkali. Tapi sayang dia tidak mampu menghilangkan wajah itu dari fikirannya.

" Tuhan, maafkan aku sepertinya aku menyukai seseorang yang bukan dari hambamu." Bisik hatinya.

Hana tertunduk.

" Pasti ada jalan lain untuk selesaikan semua Cik. Jangan takut. Allah selalu bersama hamba-hambanya."

Disaat itu, bisikan suara Andika sepertinya jelas kedengaran pada kepala Hana. Hingga akhirnya dia menutup kedua telinganya dan menangis sendirian. Merasa berdosa apabila bisikan itu hadir disaat dia menemui sang penciptanya sendiri.

Seketika itu, Hana membisu. Tangisannya tidak lagi jelas.

" Tuhan, apakah Kau selalu bersamaku selama ini ? apakah Papa juga sedang menikmati syurganya disisi mu ? Aku merinduinya. Aku ingin bersamanya. Tapi disaat aku menerima semua cacian - aku merasa jika Kau tidak pernah melihat penderitaanku. Mengapa ?"

Hatinya bertanya.

" Pa, bisakah tolong Mak supaya jangan membenci Hana ? Disaat Mak mengatakan Hana bukanlah anaknya, hati Hana hancur Pa."

" Tuhan, aku meminta akhirilah penderitaan ini. Aku tidak sanggup menanggungnya. Aku ingin bersama Papa. Jika aku sudah berdosa kerna menyukai seseorang yang bukan dari hambamu, ampunkanlah aku. Bantu aku hilangkan rasa ini. Aku ingin syurga bersama Papa." Tambahnya lagi.

Hanastasia keluar dari perut gereja usai segalanya dia lepaskan pada Penciptanya. Yang tanpa dia ketahui, Andika sudahpun mencarinya di rumah ibadahnya. Juga tanpa tahu lelaki itu ; Hanastasia bukannya berdoa ditempat yang sama. Tetapi, berdoa dimana tempat asalnya untuk bertemu Tuhan.

Semesta kelihatannya sedang bermain dengan perasaan keduanya.Disaat Andika menadahkan tangannya ke udara - Hanastasia pula menyatukan kedua tangannnya untuk berdoa. Meminta kepada Tuhan mereka.

Bagaikan tiada keadilan buat keduanya - tetapi mereka bisa apa jika Tuhan hanya menakdirkan kisah mereka untuk cerita lainnya. Cerita yang bukan menuntun dengan perasaan cinta.

Tetapi Hana, gadis itu sudahpun terlanjur jatuh cinta pada pandangan pertamanya ; disaat sentuhan lembut dari jaket yang disarungkan Andika menghangatkan hati perempuannya. Dan bicara bahkan perbuatan lelaki itu yang hangat membuatkan dia merasa selamat jika terus disamping Andika.

Tapi, bagaimana jika semua itu hanya dirasakan oleh dia sendiri ?

Andika adalah seorang anak lelaki yang lahir dari rahim wanita Islam. Yang berbeza darinya. Apakah Andika bisa menerima Hanastasia adalah seorang gadis yang terlahir dari rahim seorang wanita beragama Kristian ?

Jangan lupa vote dan komen , terima kasih ♡

BORNEO UNTOLD STORY [ C ]Where stories live. Discover now