✧☂︎|9

121 19 0
                                    

" Aku sudah tahu, aku dan kau memiliki jalan yang berhujung luka." - Andika Noh

Malam itu semesta terasa dingin. Langit yang tiada bertongkat membumbungi lautan manusia itu kelihatan baik-baik sahaja untuk menangisi beban awannya. Hana yang merasa kedinginan segera menutup jendela kamar. Kemudian, dia mencapai sesuatu yang dia peroleh dari perpustakaan daerah.

Sebuah buku yang ditulis oleh seorang penulis kegemaran Andika - Buya Hamka. Namun kali ini, hanyalah berbeza tajuk. Entah mengapa, selesai sahaja membaca buku yang dipinjamkan Andika - hati perempuannya ingin mencari tahu lagi mengenai agama Islam.

Bagaimana bisa aku bisa tertarik dengan agama lain sedang semesta dan kepercayaanku berbeza ? hatinya sempat tertanya tanpa ada jawapan yang dia terima.

Baru sahaja dia hendak membuka helaian pertama buku yang berjudul Di Bawah Lindungan Kaabah tersebut - daun pintu biliknya diserbu laju oleh seseorang.

Hana terkejut sehingga buku dalam genggamannya jatuh ke atas lantai. Sontak dia bingkas sesaat melihat wajah bengis sang Ibu yang sedang menatapnya.

" Kau..."

Hana kaku termangu. Keadaan Janice yang busuk dek air kencing syaitan dan wajah yang tidak keruan itu datang menghampirinya dengan jalannya yang terhuyung-hayang. Dia mencapai sebuah buku yang tidak sengaja terjatuh dari tangan Hana.

Tiba-tiba, wanita yang berumur lingkungan 45-an itu tertawa lalu menatap anak bongsunya. Hanastasia masih diam tidak berkutik dari kedudukkan. Wajahnya tampak ketakutan.

" Kau baca...buku orang Islam ?" tanya Janice sambil memukul tengkorak kepala Hana dengan buku tersebut. Hana tertunduk. Dia buntu untuk memberi penjelasan apa kepada Ibunya.

" Mak...-"

" Aku bukan Mak kau! Aku dah suruh kau pergi dari rumah ni, tapi kau tetap degil! dan sekarang kau mahu tunjukkan buku ini kepada aku ?" Janice mencelah bicara Hana disaat dirinya yang tidak terurus dengan jasadnya yang tidak bisa diam dalam kedudukkan yang sama.

Tanpa menunggu lama, Hana menarik lengan Janice dan membawanya keluar. Tetapi, wanita itu melibasnya kuat sehingga Hana tersungkur sebelum dahinya terhantuk pada bucu rak kecil. Buat sejenak, dunianya terasa seperti bergetar akan sesuatu. Semuanya tampak kabur.

Semesta Janice sedikit gundah hingga posisinya terhumban-ambing bagaikan tergantung diudara meski kedua kakinya masih menginjak bumi yang nyata. Meski begitu, dia masih tertawa halus sesaat retinanya jatuh menatap Hana yang masih bergerak ; cuba menyentuh dahinya yang terasa ada sedikit haba panas yang mengalir lambat.

" Selama hidupku, sekalipun tidak pernah aku membayangi jika kau adalah pembuat masalah dalam keluarga ini. Bahkan aku dan Joseph menyayangi kau seperti menatang minyak yang penuh tapi rupanya kau iblis kecil yang mendurjanakan hidup kami berdua." Jelasnya dengan getaran tangis yang kecil sambil meneguk lagi minuman botol di genggaman tangannya.

" Jika sahaja Ethan masih hidup bersamaku, kau sudah pasti tidak wujud. Sekalipun kau wujud, nama kau bukan Hanastasia - bahkan anak itu bukan kau! Bukan anak yang akan membunuh bapa sendiri!" Tambah Janice dengan nadanya yang sedikit berbaur tangis kecil.

" Bukan anak yang membunuh suamiku!" Janice menjerit.

Hanastasia mengatubkan kelopaknya. Sabitnya bahkan ditulikan dari mendengar bicara itu. Hingga dia benar-benar tidak kuat menahan nyeri yang mengoyakkan sedikit kulit pada dahinya - Hanastasia mengigit bibir. Semesta kelamnya sedang dihidupkan dengan sebuah melodi bisu yang mengalirkan air mata dari tubirnya. Dia sempat melirik ke arah sang Mak.

Bila lagi kebenaran bisa berpihak dengannya - jika darah dagingnya sahaja masih mempercayai perbuatan yang tidak dilakukannya.

Janice perlahan mendekatinya. Hingga beberapa langkah sahaja sudah mati - dia melepaskan kembali kebencian pada Hanastasia.

BORNEO UNTOLD STORY [ C ]Where stories live. Discover now