20 | 2011 (2)

103 2 0
                                    

Bandung, Desember 2011

Jika ditanya siapa orang yang paling ia benci, jawaban Naro ada empat orang. Ardan, Razel, Naima, dan Sherin. Seluruh pelaku yang membuat hatinya porak-poranda.

Jika kemudian ditanya momen terburuk sepanjang hidupnya, jawaban Naro adalah saat kematian sang mama.

Nona meninggal dalam keadaan tragis dan ganjal. Naro merasa kematian ibunya sudah direncanakan. Ibunya meninggal karena keracunan minuman. Dan Sherin yang Naro duga sebagai dalangnya.

Siapa lagi jika bukan Sherin? Mamanya tak memiliki musuh selain wanita itu.

Naro tahu-tahu mengerang keras seraya melempar helm ke dinding, membuat teman-temannya yang semula bersenda gurau dan beberapa ada yang meyesap rokok menoleh. Kemudian dua di antaranya menghampiri remaja itu. "Kenapa lagi lo?" tanya Erick dengan senyum yang mengejek seolah ada yang lucu. Anak laki-laki di belakang Erick juga ekspresinya tak jauh beda.

"Diam lo!" sentak Naro berapi-api. Ia melangkah tegas mendekati motornya kemudian meninggalkan markas gengnya.

Perasaan Naro sudah terlanjur berantakan. Dan Erick dan Reno malah menambah semuanya.

Naro menambah kecepatan motornya. Ia tak peduli ditabrak. Ia juga tak peduli akan mati.

Lagian ia hidup untuk siapa?

***

Roda motornya membawa Naro kembali ke rumah. Remaja itu masuk ke rumahnya tanpa mematikan mesin motornya. Tangannya mengobrak-abrik isi kardus besar di gudang. Seulas tali ia dapat. Remaja itu membawanya ke kamarnya lantas memasangkan di atas langit-langit.

Pikiran Naro sudah pekat. Hari ini ia akan kembali mengakhiri hidupnya setelah satu bulan yang lalu digagalkan oleh tetangga sebelahnya.

Naro memegang tali dengan kedua tangannya. Ia tak terisak, tetapi cairan bening terus meleleh dari mata.

Mati adalah cara terbaik memutus penderitaannya. Dengan itu pula, ia bisa bertemu dengan mamanya.

Mati. Iya, Naro ingin mati. Tapi, belum sampai kepalanya masuk dalam lingkaran tali, nasihat sang mama saat masih hidup terputar di kepalanya.

"Sesakit apa pun kamu nanti, jangan pernah sampai mengakhiri hidup kamu sendiri."

Dan itu membuat tangis Naro kian deras bahkan mulai terisak.

"Anak gila! Kamu mau ngapain!?" Seorang datang, menarik Naro secepatnya ke bawah lalu menampar pipi Naro dengan keras.

"Benar kata mereka, kamu udah gak waras yaa!!" ucap orang itu yang tak lain ayah kandung Naro sendiri, Ardan. "Mau, apa kamu? Mau mukul Papa? Kamu berani?" Ardan menampar Naro lagi dengan tangan tegasnya, lalu memukul putra kandungnya beruntun hingga melewati batas.

Naro berakhir terkapar dengan mata nyaris tertutup di lantai. Hidungnya mengeluarkan darah. Dalam keadaan semengenaskan itu, Naro masih bisa tersenyum samar. Sepertinya sebentar lagi ia mati. Ia akan tanpa melanggar petuah sang mama.

Namun, Naro salah. Tiga puluh menit setelah remaja itu tak sadarkan diri, ia terbangun di atas tempat tidurnya. Seorang wanita mengukir senyum lebar melihat mata rapuh Naro terbuka lagi. Di ambang pintu, seorang tengah berkata tegas akan mengadukan Ardan pada pihak berwajib atas tindakan kelewatannya.

Ardan tidak terima dengan membalas perkataan dengan emosi. "Anak itu sudah gak waras. Ayah kandungnya sendiri mau dipukul. Saya cuma membela diri!!"

Sepasang suami istri di kamar Naro itu adalah tetangganya yang sudah menggagalkan aksi bunuh diri remaja itu sebelumnya.

"Kamu ngaku! Ngaku sama mereka kalau mau pukul Papa!" Ardan mendekati Naro dan menunjuk-nunjuk wajah putranya.

"Pak," tegur wanita yang semula duduk di tepi tempat tidur Naro.

"Cepat! Bilang ke mereka!"

"Pak, kalau begini mending Bapak keluar." Suami wanita itu menegaskan Ardan untuk pergi. "Saya tarik atau Bapak keluar sendiri?"

"Anda ini kenapa? Bukannya kalian yang ngasih tahu anak ini-"

"Pak ayo keluar dari sini," potong pria berkemeja abu-abu sambil menarik Ardan paksa.

Ardan berbalik badan secara kasar. "Baik! Iya! Saya bisa keluar sendiri! Anda gak perlu menyeret saya dan menghakimi saya!" Ardan menatap sepasang mata di depannya tajam lalu beralih pada mata sang putra.

"Dasar bipolar!" maki Ardan sebelum benar-benar pergi.

***

Author Note :

Jahatnya Ardan.

Ngomong-ngomong selamat sore!

Jumat, 11 November 2022

FOREVER RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang