24 | 2019 (1.1)

81 2 0
                                    

Jakarta, Juli 2019

"Udah gue bilang, orangnya gak butuh temen. Lo ketok sampe jari lo bengkak nggak bakalan ngerespons."

"Haloo! Selamat sianggg!"

"Udah. Stop! Mending martabaknya kita bawa balik lagi."

"Anjing. Bentar!'

"Alah, ayo!"

Seorang pemuda menyeret temannya menjauh dari pintu kostan yang dihuni seorang lelaki. Sementara di dalam, penghuni kostan masih betah terduduk di atas bangku kayu di ruang tamu.

Sejak tadi Razel---lelaki itu mendengar semuanya. Namun, enggan membuka pintu kostannya.

Kenapa?

Tidak penting.

Karena yang penting bagi Razel itu hanya Kiranaro Rado Dewanta. Orang yang menjadi alasan Razel menginjak kota ini. Dari hasil mengunggah foto Naro di media sosial, Razel dapat mengehetahui keberadaan saudaranya. Setelah penantian yang lama, akhirnya Razel menemukan saudaranya.

Saudaranya itu sudah tubuh menjadi dewasa. Penampilannya pun terlihat lebih baik. Dan yang Razel lihat sendiri, Naro tinggal bersama seorang pemuda yang setelah Razel cari tahu ialah adik angkat saudaranya.

Saat itu Razel hanya tersenyum miris. Lelaki itu bahagia menemukan saudaranya, tetapi kecewa dan sesak menerima kenyataan tak terduga itu. Posisi adik angkat Naro seolah menggantikan posisinya.

Belum lagi Razel terpukul akan Naro yang tak berubah sikap padanya. Namun, Razel tak akan menyerah untuk mendapatkan maaf dari saudaranya itu.

Naro harus tahu itu.

***

Razel pergi dari kostannya setelah mengunci pintu. Meski beberapa tetangga kostannya berada di luar rumah, Razel tak menyapa mereka dan terus menatap ke depan.

"Si gila mau ke mana dah?" ucap salah satu pemuda.

"Masih aja sombong. Punya masalah apa, sih?"

Razel terus melangkahkan kakinya, tak mengindahkan perkataan-perkataan buruk tersebut. Pemuda itu tak mau sampai terlambat di tempat kerjanya.

Selang 45 menit, Razel tiba di depan restoran dengan diantar ojek. Razel langsung memasuki restoran itu setelah memberikan uang tunai pada tukang ojek. Hari ini Razel masih menjalankan shift malamnya.

"Malam," sapa salah satu teman kerja Razel yang baik, cantik, dan kalem. Namun, Razel tak pernah memedulikannya.

"Hai, Zel." Adalagi gadis cantik penjaga kasir restoran. Gadis itu dulu satu gedung SMA dengan Razel di Bandung, tetapi Razel juga selalu tak memedulikannya meskipun gadis itu ramah dan tak pernah bosan menyapanya.

Selama ini Razel tidak pernah sekalipun berbaur dengan teman-teman karyawan restoran dan orang-orang di luar restoran. Bahkan bertindak sebagai waiter pun, Razel bersikap seadanya. Beruntung manager restoran berbaik hati tetap memperkerjakannya. Razel yang dulu, berbeda jauh dengan Razel yang sekarang.

Pukul 03.00, Razel mengganti seragam kerjanya dengan pakaian kesehariannya. Setelah memakai topi hitamnya, Razel meninggalkan restoran dengan berjalan kaki di trotoar.

Tidak kerasa, Razel berjalan selama 30 menit. Langkah Razel terhenti di depan coffie shop. Coffie shop itu masih tutup. Namun, ia yakin pemiliknya yang adalah saudaranya ada di dalam dan sedang tidur di sana. Adik angkatnya pun juga pasti ada di sana.

Razel tersenyum culas untuk sesaat sebelum kemudian beranjak menjauh dari coffie shop saudaranya.

***

Siang itu Razel tidak memiliki nafsu makan. Akhirnya Razel berangkat ke tempat kerjanya tanpa makanan yang masuk ke lambungnya. Ia melakukan perjalanannya dengan menaiki angkot.

Iya, selain menjadi waiter di restoran, Razel juga berkerja di tempat lain. Tempat bekerjanya kali ini cukup dekat dengan kostan. Tidak sampai sepuluh menit dan hanya berjalan kaki saja, Razel sudah tiba di sana.

Perkerjaannya yang ini terbilang santai. Ia bekerja jika ada yang membeli barang, juga bergerak bila menemukan orang yang gelagatnya aneh.

Sebulan ini cukup aman karena tidak ada pencuri datang. Namun, ada seorang perempuan yang sudah tiga hari ini bersikap aneh padanya. Dan perempuan itu lagi-lagi hadir di tempat kerjanya dengan tak lupa mengukir senyum manisnya.

"Hei," sapa perempuan itu hangat.

Razel kontan menatap lurus ke depan. Pemuda itu tidak tertarik membalas sapaan perempuan itu.

Perempuan aneh itu mengambil duduk di samping Razel, yang membuat lelaki itu serta-merta diam dan tidak merasa nyaman. Dua detik kemudian, Razel bangkit dari duduknya. Baru selangkah meninggalkan perempuan itu, sepotong suara masuk ke dalam indra pendengarannya.

"Kamu benar nggak inget aku?"

Wanita itu sudah melontarkan pertanyaan itu beberapa kali pada Razel. Dan Razel memang tidak mengenal perempuan itu.

"Zel, bantuin bapak ini."

Perintah itu hadir di waktu yang tidak tepat. Razel menjalankan perintah ibu pemilik toko mebel, mengangkat meja kaca beserta dengan enam kursi kayu ke pick up milik si pembeli. Razel mulai memindahkannya mulai dari meja dengan dibantu pembeli. Tidak terlalu berat, hanya saja takut pecah. Kemudian Razel lanjut mengangkat kursi sendiri.

Si perempuan aneh memperhatikan Razel dengan seksama. Sorot wajahnya sangat mengganggu Razel.

Hingga akhirnya tinggal satu kursi, perempuan aneh itu serta-merta mendekat lantas meraih pergelangan tangan Razel saat lelaki itu selesai memindahkan kursi ke pick up.

"Kamu beneran nggak ingat aku?" ucap perempuan itu sendu.

Berani-beraninya perempuan tak jelas itu menyentuh tangannya. Razel dengan cepat menarik tangannya dengan dingin. Perempuan itu tidak sopan sekali.

"Coba ingat-ingat lagi."

Razel sungguh tidak mengerti dengannya. Mengapa sangat memaksa.

Kesal, lelaki itu beranjak dari hadapan perempuan itu. Bagusnya, perempuan itu tak mengejarnya sampai dalam toko. Semakin bagus lagi, perempuan itu akhirnya memilih meninggalkan toko bersama mobilnya.

Razel berperang dengan pikirannya. Siapa sebenarnya perempuan itu? Mengapa terlihat mengotot sekali.

***

FOREVER RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang