27 | Kecelakaan

146 4 0
                                        

Ralissa mengajak Razel meninggalkan restoran pukul 02.30. Ketika Razel hendak masuk mobil, suara Ralissa menghentikan gerak kakinya. "Apa lagi?" sahutnya lirih tanpa menoleh perempuan itu.

"Kita langsung ke penginapan. Besok kita pulang ke Jakarta." Ralissa menyejajarkan posisinya dengan Razel diiringi senyum samar.

Jujur, Razel tidak menduga Ralissa akan meminta pulang ke Jakarta secepat ini. Tanpa menunggu balasan Razel, perempuan itu memasuki mobil lantas membuat Razel juga melakukan hal sama.

Jika tadi Ralissa yang menyetir, kali ini Razel yang menjalankan mobil. Baru saja melakukan perjalanan, Razel menyadari mobil Anres ada di belakangnya. Ralissa yang juga menyadarinya sampai menoleh ke belakang beberapa detik, tetapi perempuan itu tak mengeluarkan sepatah kata pun setelah menatap kembali ke depan.

Mobil Anres mengikuti sampai penginapan. Pemuda itu memarkirkan mobil di samping mobil Razel. Di sisi lain, Ralissa segera turun. Perempuan itu lantas menghampiri adiknya yang masih bertahan di kursi kemudi.

Ralissa tak bersuara sedikit pun. Namun, tangan wanita itu menepuk punggung sang adik beberapa saat sebelum membalikkan badannya dan memberikan isyarat ajakan pergi pada Razel lewat tatap.

Razel kontan turun. Matanya pun sudah mulai mengantuk. Sementara itu Ralissa serta-merta meraih jemari Razel. Keduanya pun beriringan menuju kamar mereka dengan Ralissa tanpa berhenti menggenggam tangan Razel.

Tujuh jam kemudian, saat keduanya mempersiapkan untuk kembali ke Jakarta, Anres mengunjungi kamar kakaknya. Pemuda itu memberikan Ralissa jaket tebalnya. Di luar sedang hujan deras. Ralissa menunggu hujan sedikit reda agar Razel tak terlalu kebasahan saat membawa barang-barang ke mobil.

"Kamu gimana?"

"Gak gimana-manalah," sahut Anres tenang. Sementara itu Ralissa langsung menatap adiknya dengan senyum tipis dan tatap sendu.

Razel memalingkan wajahnya. Mulai jenuh melihat hujan tidak kunjung reda. Begitu yang dinanti semua orang tiba, Razel langsung membawa barang-barangnya yang sudah bersatu di dalam koper ke mobil.

"Kak," panggil Anres.

Ralissa yang baru membuka pintu mobil, membalikkan badannya, mendapati Anres yang kini menatapnya sendu. Anres bergerak memeluk kakaknya dalam sampai kemudian melepaskannya. Anres menunjukkan senyum tipisnya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Hati-hati, Kak."

Ralissa mengangkat kedua sudut bibirnya dengan atensi penuh pada kedua mata sang adik. Berikutnya perempuan itu menarik Anres dalam pelukannya, tak lupa mengangguk sebagai respons.

Saat pelukan itu berakhir, Ralissa memutar badannya kembali mendekat pada mobil. Perempuan itu mengambil duduk di sebelah Razel hingga kemudian kendaraan itu perlahan-lahan menjauh dari penginapan, disusul dengan Anres yang mengikuti dari belakang.

***

Razel dan Ralissa sampai di Jakarta pada waktu sore. Malam harinya Ralissa mendapat panggilan dari Anres yang membuat perempuan itu menepi di dapur dan bertahan di sana hingga sekarang. Entah apa yang dibicarakan Ralissa dan Anres, Razel tak tahu.

Atensi Razel sendiri tertuju pada ponselnya yang terus berdering. Ardan tak lelah menghubunginya.

Akhirnya memblokir nomor sang ayah menjadi keputusan terbaik Razel. Dengan begitu, ponselnya tak akan berisik lagi, dan Ardan pun tak akan repot-repot mengeluarkan pulsa. Sepuluh menit kemudian, Razel keluar dengan langkah cepat menghampiri mobilnya. Razel pergi dari apartement tanpa memberitahu Ralissa.

Sesampai di tempat tujuannya, Razel turun dari kendaraannya lantas memasuki bangunan di depannya. Coffie shop itu tampak sepi hanya ada dua pengunjung. Pas sekali.

FOREVER RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang