33 | 2019 (8)

40 2 0
                                    

Jakarta, Desember 2019

Tidak ada yang tahu watak asli orang lain, kan?

Saat itu Ralissa tiba-tiba panik mendapat pesan dari Naro. Isinya memberitahu perempuan itu bahwa lelaki itu berada di belakang mobilnya. Lelaki itu tidak sengaja melihat mobil Ralissa saat hendak membeli jam dinding baru untuk coffee shop. Lelaki itu pun membatalkan niatnya lalu mengikuti mobil Ralissa. Kedatangannya tidak tepat. Ralissa tak mau Naro melihat Razel, begitu pun sebaliknya.

Namun, Ralissa tidak menyangka hal itu mencetuskan ledakan pada hari itu. Kiranaro Rado Dewanta?

Dewanta?

Apa Naro terikat hubungan keluarga dengan Razel?

Atau Naro saudara Razel?

Pada kenyataannya Ralissa belum tahu jawaban pastinya hingga sekarang. Hati Ralissa porak-poranda saat pertemuannya dengan Razel saat itu, ditambah lelaki itu pindah dari kostan dan tak pernah muncul di tempat kerjanya. Ralissa berusaha keras mencari lelaki itu. Namun, perempuan itu belum mendapat informasi keberadaan Razel.

Ralissa terduduk dengan kaki lurus ke depan dan menempel lemah pada dinding. Sejumlah barang berserakan di lantai kamarnya. Entah sudah berapa kali perempuan itu melemparkan barang-barangnya. Entah berapa banyak air mata yang sudah perempuan itu tumpahkan. Ia ingin Razel kembali dalam kehidupannya.

Sore harinya Ralissa tidak menyangka Razel sudah membuka blokirnya dan menghubunginya. Ralissa mengangkatnya dengan cepat.

"Razel."

"Aku mau ke rumah kamu."

Satu jam kemudian sebuah Taxi berhenti di depan. Ralissa berkedut rasa tegang melihat Razel sudah datang. Di sisi lain, ia terharu bisa memandang lelaki itu lagi.

Beberapa menit berikutnya, Ralissa dan Razel sudah berada di tempat yang aman dari orang menguping---kamar perempuan itu.

"Kalau aku ajak kamu nikah ... kamu mau?"

Ralissa terdiam, mengulang perkataan Razel di hati. "Ki-ta ni ... kah?"

Razel bergeming lalu berkata, "Tapi ada syaratnya. Dan kamu harus jalani syarat yang aku kasih."

Beruntung Ralissa belum tersenyum atas ajakan itu. Perempuan itu memandang Razel kecewa. "Kamu kenapa, Zel? Kenapa kamu ngomong gitu?"

"Jawab aja. Mau nggak?" tegas Razel masih tanpa menatap Ralissa.

"Dengan ajakan kamu yang begini kamu pikir aku mau? Enggak. Aku gak mau," balas Ralissa seiring dengan setitik air mata jatuh ke pipinya.

"Kamu pikir-pikir lagi." Razel meninggalkan kamar Ralissa dengan langkah panjang-panjang dan sorot tegas.

Kepergian lelaki itu membuat tangis Ralissa pecah. Sejenak ia tersadar akan sesuatu. Ralissa turun ke lantai satu untuk mengejar Razel, tetapi lelaki itu keburu pergi bersama Taxi yang mengantarnya. Tak mau kehilangan jejak, Ralissa segera menyusul dengan mobilnya. Namun, perempuan itu mendadak berhenti di suatu perempatan.

Perempuan kebingungan lalu terisak.

Dua minggu berlalu. Rasa sakit dan kehilangannya masih menghinggapi Ralissa. Kehidupanya menjadi redup. Wajahnya sepucat kanvas. Tubuhnya mengurus. Air mata tidak berhenti keluar setiap harinya. Suatu pertimbangan hadir di hatinya, disertai suatu ketakutan.

Razel mengajaknya menikah. Ajakan yang mengejutkannya. Ajakan yang belum tentu ia dapat lagi nanti. Ini adalah sebuah kesempatan untuk memiliki Razel secara utuh. Persetan dengan syarat apa pun. Jika Ralissa menerima ajakan itu, nyatanya ia akan menikah dengan orang yang namanya tak pernah pergi dari hatinya. Apa yang ia takutkan?

Ralissa mencari nomor Razel lantas menghubungi lelaki itu.

Satu jam kemudian, Razel tiba di rumah Ralissa dengan sorot dinginnya. Perempuan itu menahan dirinya agar tak memeluk Razel. Di halaman belakang rumah, Ralissa dan Ralissa duduk bersebrangan.

"Aku berubah pikiran."

Tak ada reaksi dari Razel karena lelaki itu pasti sudah menduganya dari awal berangkat. Ralissa menatap Razel serius. "Tapi, aku juga punya syarat buat kamu."

Kali ini wajah Razel bergerak menatap Ralissa. Ia tampak terkejut.

"Kamu harus bener-bener merlakuin aku selayaknya istri setelah menikah. Kita harus tinggal bareng di apartemen. Itu aja. Aku nggak minta aneh-aneh, kan. Kamu bisa?"

Ekpresi Razel tampak tak menerimanya, tetapi kemudian lelaki itu mulai mempertimbangkan syarat Ralissa. "Oke ..., asal kamu jalani syarat dari aku, aku juga jalani syarat kamu," putus Razel akhirnya.

Kedua sudut bibir Ralissa terangkat karena jawaban Razel sesuai harapannya. "Apa syarat kamu?"

Razel tak langsung membalas. Sorot dingin Razel masih terlihat. Ralissa sangat menantikan jawabannya. Perempuan itu tidak berhenti menatap intens wajah Razel.

Kemudian apa yang perempuan itu harapkan tiba.

"Jadi pacar Naro."

Selain mendapat syarat yang cukup berat, hari itu Ralissa akhirnya tahu hubungan yang terjalin antara dua Dewanta.

Mereka adalah kakak beradik.

***

FOREVER RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang