32 | 2019 (7.1)

36 2 0
                                    

Seminggu penuh ini Ralissa banyak mengajak Razel melakukan sesuatu. Karena perempuan itu mengajak Razel menginap di rumahnya. Ralissa meminta Razel untuk libur kerja dulu. Awalnya Razel tak mau seperti saat lelaki itu menolak ajakan ke rumah dan menginap, tetapi setelah perempuan itu membujuk serta meyakinkannya tanpa henti dan ramah, lelaki itu akhirnya mau.

Selama Razel menginap, Anres tidak mengeluarkan kata-kata yang menyinggung meskipun pemuda itu tak menyukainya. Kamar keduanya bersebelahan, tetapi keduanya tak pernah saling menyapa dan tak acuh. Batang hidung Dion tidak muncul sejauh ini. Pria itu belum pulang dari luar kota.

Tiga hari yang lalu Ralissa mengajari Razel menyetir. Setelah melihatnya tidak enak perut saat perjalanan ke Bogor kapan lalu dan sadar akan bahaya jika menyetir dalam keadaan seperti itu, Razel akhirnya berpikir ulang. Lelaki itu akhirnya mau belajar menyentir. Razel langsung paham di hari pertama belajar. Lalu hari kedua Razel cukup lancar. Dan kemarin, Razel sudah Ralissa lepas untuk berkeliling perumahan sendiri.

Pagi ini Razel mulai praktek di jalan raya sembari mengantarkan Ralissa ke mal. Razel deg-degan, mungkin Ralissa pun sama sampai meminta Anres mengikuti dari belakang untuk jaga-jaga bila terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Namun, kenyataannya Razel berhasil membawa Ralissa sampai mal dengan selamat.

"Cocok yang mana," tanya Ralissa sambil menunjukkan dress warna merah dan hitam. Anres menunjuk warna hitam, sementara Razel merah. Ralissa tersenyum sebagai kode minta maaf pada sang adik karena setelah itu ia memilih dress pilihan Razel. Begitu urusan di mal selesai, Ralissa menganjak dua lelaki yang disayanginya itu meninggalkan mal. Anres mengendarai mobilnya lebih dulu karena hendak mengisi bahan bakar. Sementara itu, Razel baru berhasil keluar dari area parkir. Tak lama kemudian sebuah notifikasi pesan masuk mengambil atensi Ralissa. Perempuan itu tampak memutar kepalanya ke belakang setelah manatap layar ponselnya. "Stop," pinta Ralissa tiba-tiba.

Razel langsung menepikan mobil dengan hati-hati.

"Aku turun di sini. Kamu bisa pulang sendiri, kan?" Ralissa buru-buru keluar dari mobil tanpa menunggu balasan Razel. Ketika Razel menoleh, sebuah mobil yang sempat berhenti di sebelahnya membawa Ralisaa pergi. Suatu pertanyaan seketika hinggap di pikirannya. Siapa yang membawa pergi Ralissa sampai perempuan itu meninggalkannya?

Mobil itu sebenarnya familier. Razel menyesal tak sempat membaca platnya.

Satu jam berlalu. Razel berada di sebuah warung, menikmati sebotol air mineral segar yang ia beli. Dalam diam, lelaki itu mengharap kabar Ralissa. Lelaki itu enggan kembali ke rumah Ralissa tanpa perempuan itu.

Sejumlah pelajar datang memadati warung. Razel tidak memedulikannya. Lelaki itu teringat badan penuh tepung dirinya dan Ralissa semalam. Ralissa sempat ingin membuat kue seperti yang pernah ia jual dulu, sementara Razel tak bisa untuk tak membantunya. Awalnya serius-serius saja, tetapi setelah Ralissa tiba-tiba memercikkan tepung pada Razel, suasana serasa menjadi penuh canda. Razel yang tak terima ada tepung pada dagunya, membalas perlakuan Ralissa dengan sama rata. "Razel," cetus perempuan itu belagak marah. Dan tak lama setelah itu Ralissa menghadiahi Razel dengan percikan tepung lagi. Razel tak marah meskipun tepung itu mengotori wajahnya. Lelaki itu akhirnya membalas perlakuan Ralissa untuk kedua kalinya, dan hal itu membuat kelakuan Ralissa semakin menjadi, sampai matanya pun terkena tepung.

"Lis, udah." Namun Razel tak bisa menahan senyumnya, dan tak lama setelah itu mengusapkan tepung di pipi lembut Ralissa. Malam itu keduanya batal membuat kue karena tidak menemukan telur di laci gantung.

Razel merogoh kantong celana setelah ponselnya berderit. Dengan cepat ia membaca pesan yang masuk.

Ralissa :
Jemput aku di toko bunga bisa?
Jam tiga ya.
Aku udah kasih tahu kamu alamatnya kemarin kan.

FOREVER RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang