Razel harus kembali meladeni permintaan Ralissa. Tak lama setelah membersihkan diri, tahu-tahu saja Ralissa membisikinya "hari ini aku pengen ke Bandung". Padahal hari ini bukan Minggu. Padahal ia sudah berencana menemui Naro untuk memberitahukan kabar yang sempat tertunda. Kabar yang sekadar bukan kabar biasa. Suatu kabar yang besar dan penting. Naro pasti akan sangat emosional setelah mendengarnya.
Namun, kekuatan ajakan Ralissa lebih besar dari rencananya. Daripada saudaranya harus bahagia dan hancur secara bersamaan, lebih baik Razel menuruti permintaan perempuan itu. Razel selalu tak berdaya jika ancaman sudah keluar.
"Aku bakal kasih tau Naro."
Jika Ralissa sudah seperti ini. Razel harus menjadi boneka hidup yang mau diperintah dan diapakan saja.
Di pangkuan Ralissa, ada tiga buket bunga yang cantik. Razel tak tahu alasan Ralissa membawanya.
Waktu terus berlalu. Akhirnya Razel tiba mengantar Ralissa di Bandung. Ada getar rindu setiap kali Razel menatap kota ini. Ada desir sendu saat mengingat ribuan kenangan suka maupun duka.
Namun, perasaan campur aduk yang lelaki itu rasakan perlahan pudar saat ia berhasil membelokkan stir ke sebuah penginapan. Razel dan Ralissa mendapat kamar setelah sukses memenuhi persyaratan. Keduanya beristirahat sementara sebelum kemudian Ralissa meminta Razel untuk mengantarkan dirinya ke suatu tempat.
"Berhenti," kata Ralissa begitu mobil sampai depan pintu masuk tempat pemakaman umum. Entah lupa atau sengaja, Ralissa tak mengajak Razel turun.
Razel diam-diam memperhatikan perempuan itu yang menghampiri salah satu pusara. Ralissa memberikan satu buket bunganya pada pusara itu dengan berjongkok. Ralissa sejenak memandanginya sebelum kemudian menjauhi pusara itu. Ralissa menghampiri pusara lain lantas melakukan hal sama seperti pusara sebelumnya. Hanya saja kali ini Ralissa lebih lama diam berjongkok di sisi pusara itu.
Kurang lebih dua menit, Ralissa kembali masuk mobil. Tanpa menunggu perintah, Razel pun menjalankan mobilnya.
Tepat memasuki jalan raya, suara Ralisaa memutus kesunyian dalam mobil. "Makam ibu kamu di mana?"
"Penting buat kamu?"
"Aku mau berkunjung."
Razel terdiam, tetapi pada akhirnya ia membawa Ralissa di tempat yang perempuan itu mau. Jarak tempat pemakaman umum sebelumnya dengan yang sekarang terbilang jauh. Ralissa turun dengan satu buket bunga yang tersisa dengan kali ini meminta Razel menemani.
Mau tak mau Razel turun juga, dan menunjuk pusara Naima yang terletak di area tengah. Pusara itu terlihat terawat. Memang setahun terakhir ini Razel membayar orang untuk rajin membersihkannya.
Tanpa pikir lama, Ralissa menaruh buket bunganya di pusara yang ditunjuk Razel. "Tante," ucapnya singkat dan pelan, dengan senyuman lembut.
Namun, tidak mungkin Naima menunjukkan diri dan membalas layaknya orang yang hidup. Ekspresi Ralissa kini menyendu.
"Ayo pergi," ucap Razel. Ia mengusap nisan Naima lembut untuk sesaat sebelum kemudian beranjak.
Akhirnya keduanya meninggalkan tempat pemakaman itu bersama. Dengan Ralissa meminta ke tempat ini dan memberikan buket bunga pada pusara ibunya, Razel yakin jika dua pusara yang Ralissa sambangi tadi adalah pusara kedua orang tua kandung perempuan itu.
***
Empat bulan yang lalu, Razel mendatangi rumah Bi Nana di salah satu desa di Bandung. Bi Nana menyambutnya dengan ramah. Tidak ada banyak perubahan pada wanita itu. Masih baik seperti dulu dan wajahnya pun menurutnya tetap sama.
Razel mendatangi rumah mantan asisten rumah tangga ayahnya bukan tanpa alasan. Dengan menyadari Bi Nana yang sempat bekerja lama di rumah ayahnya, membuat Razel berharap besar wanita itu tahu pertanyaan-pertanyaan yang dari dulu menempel di otaknya.
Tentang Ardan dan Naima.
"Maaf, Bibi gak tahu."
Awalnya Bi Nana tak mau bercerita dengan alasan tidak tahu apa-apa hingga berasalasan tak mau ikut campur urusan orang lain. Namun, permohan Razel yang tak henti membuat wanita itu berpikir dan akhirnya mau menceritakan.
Cerita dibuka dengan Bi Nana yang meyakinkan Razel jika dulu Ardan dan Naima menikah murni atas perasaan cinta. Meski di sisi lain, ada wanita yang tersayat perih oleh pernikahan keduanya.
Nona tak menerima pernikahan itu sampai membuatnya stres. Tidak tega dengan kondisi wanita itu, Naima selalu berusaha mengunjunginya. Naima memberi perhatian dengan tulus sampai akhirnya membuat Nona luluh.
"Karena ibuk Den Razel baik, Buk Nona mulai menerima semua. Buk Nona juga maafin Pak Ardan."
Bi Nana melanjutkan, Nona akhirnya kembali setelah setahun meninggalkan rumah suaminya. Naima tentu tak memprotes karena wanita itu sendiri yang mengajak wanita itu kembali.
Ardan juga memaafkan Nona. Ketiganya pun hidup satu rumah dengan damai dan harmonis.
Keluarga kecil itu semakin ramai saat Nona hamil kemudian melahirkan anak laki-laki. Lalu keluarga kecil itu semakin lengkap dengan Naima yang juga melahirkan anak laki-laki di tahun selanjutnya.
Bi Nana kira, keluarga itu akan bahagia hingga tahun-tahun ke depan. Namun, hanya jarak dua tahun setelah Razel lahir, Ardan berubah sikap pada salah satu istrinya.
Ardan diam-diam menjadi keras pada Naima.
"Bibi juga awalnya bingung, tapi kayaknya Pak Ardan berubah karena omongan teman-temannya."
Dulu Ardan sering mendapat ejekan karena belum sesukses teman-temannya. Ardan sering mendapat cemooh karena gagal menggapai impiannya menjadi dokter. Dengan gagalnya berkali-kali dalam usaha, Ardan masih bisa menyelingkuhi istri kayanya, bahkan menikahi selingkuhannya. Belum lagi ada yang bersikap jijik karena Ardan menikahi wanita miskin.
Razel masih menyimak kata demi kata Bi Nana meski dadanya perih. Satu kalimat yang baru Bi Nana ucapakan menyadarkannya, bahwa ternyata ucapan Naima dulu tak mengarang.
"Dan semenjak itu, Bibi nggak nyangka kalau berubahnya Pak Ardan keterusan." Bi Nana menatap sedih Razel. "Bibi cuma tahu itu, Den."
Bagi Razel, cerita Bi Nana sudah panjang. Dengan mendengar cerita wanita itu, membuat semuanya menjadi jelas.
Jelas, Ardan sangat salah.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER R
Romance"Aku dan kamu adalah kisah tak sempurna." -------- Razel Ardeo Dewanta. Nama dan bayang wajahnya tak akan pernah Ralissa Azalea lupa. Pemilik senyum terbaik, tapi sendu. Seorang yang membuat Ralissa lebih mengerti arti kata "kasih". Seorang yang men...