Selama tiga hari Razel menghindari Ralissa sampai masih belum masuk kerja. Razel mengunci pintu kostannya untuk siapa pun. Hari ini lelaki itu keluar dari kostan, menemui Ralissa yang masih tak berhenti datang. Setelah menyebutkan nama asli Naro saat itu, Razel tidak mengeluarkan perkataan lagi. Jadi Ralissa perlu diberi penegasan agar berhenti mendekatinya.
"Jauhin aku."
"Zel, kamu ngomong a-pa?" tanya Ralissa cemas. "Enggak. Aku gak mau," tegas Ralissa sambil menyentuh tangan Razel, berjaga-jaga jika selanjutnya lelaki itu akan pergi atau kembali masuk kostan. Air matanya sudah merembes keluar.
Dan setelah itu Razel benar-benar bergerak dari posisinya. "Lepas," ucap Razel sambil berusaha menyingkirkan tangan Ralissa tetapi susah karena cengkramannya kuat.
"Aku nggak akan biarin kamu pergi. Aku udah nyari kamu bertahun-tahun sekarang kamu mudah banget mau ninggalin aku. Salah aku di mana, Zel? Aku nggak salah, Zel, sayang sama kamu."
Kamu nggak ngerti perasaan aku, Lis. Sayangnya, Razel tidak mengatakannya secara langsung.
"Plis, Zel, jangan kaya gini." Ralissa menangkup wajah Razel sarat akan harapan.
Razel menyingkirkan tangan Ralissa dari wajahnya. Lelaki itu dengan cepat meninggalkan Ralissa, tetapi Ralissa berusaha kembali meraih tangannya dan terus mengejar. Razel terus melangkah tanpa memedulikan isak dan panggilan perempuan itu.
"Razel!"
Razel berlalu bersama pengendara motor yang baru ia cegat.
Meninggalkan Ralissa sudah menjadi keputusan bulat Razel.
***
Razel sudah pindah kostan serta akan melamar kerja di tempat baru. Ralissa tak akan menemukannya di kostan dan tempat pekerjaan lelaki itu sebelumnya. Razel juga memblokir kontak perempuan itu. Sudah empat hari ini hidup Razel redup. Razel tak bisa membantah kenyataan itu.
Siang harinya, Razel berkunjung ke coffee shop untuk melihat keadaan saudaranya. Ia lega melihat Naro baik-baik saja dari hasil memperhatikannya diam-diam. Pada hari selanjutnya, Razel kembali datang ke coffee shop saudaranya dan menaruhkan sebuah kotak hadiah berisikan kemeja keren dan bertuliskan nama panggilan saudaranya itu. Seenggaknya Naro senang mendapatkannya meskipun tidak tahu itu darinya. Sore harinya, Razel mengikuti lelaki itu pergi. Bukan tanpa alasan, ia ingin mendapat pengembangan lelaki itu dengan Ralissa.
Naro turun dari mobil setelah mobilnya sampai depan toko bunga Ralissa. Razel kontan menunjuk sebuah titik, dan tak lama Taxi yang ia naiki berhenti di sana. Posisi Razel saat ini sangat melihat jelas toko bunga Ralissa. Lelaki itu pun langsung mendapat pemandangan Ralissa yang terduduk muram. Sementara Naro terus berusaja mengajaknya bicara dengan sabar.
"Aku beliin makanan, ya," putus Naro kemudian meninggalkan toko bunga lantas menuju foodcourt di seberang toko. Naro menenteng dua wadah makanan ramah lingkungan dari kayu begitu keluar dari sana.
"Ayo makan sushi dan takoyaki-nya," bujuk Naro dengan perhatian. "Lis ..."
Namun, Ralissa tak kunjung menyahutnya. Beberapa detik selanjutnya perempuan itu malah berlalu tanpa perasaan. Naro mengejar Ralissa. "Lis," lirih lelaki itu saat berhasil menggapai lengan Ralissa.
"Aku pengen sendiri. Tolong, jangan ganggu aku lagi." Ralissa melangkah bersamaan dengan Naro melepaskan perempuan itu. Ralissa menjalankan mobilnya. Naro hanya diam menatap kepergian perempuan itu dengan ekspresi terluka.
Razel merasa nyeri. Luka Naro seolah-olah menyetrum sampai hatinya.
***
Razel mengikuti Naro sampai coffee shop-nya. Kaca mata hitam, masker, serta topi dan tudung sweternya membantu penyamarannya. Razel berjalan diam-diam lewat sisi bangunan untuk menuju belakang. Persetan bila tertangkap CCTV, Razel penasaran dengan keadaan saudaranya lebih jauh.
"Ternyata dia ngerasa keganggu sama perhatian gue, Tha," ucap Naro tanpa sinar di wajahnya. Di samping lelaki itu duduk, ada Antha yang mendengarkan. "Mungkin karena gue emang agak kegatelan kali, ya?"
"Gue pikir dia diam-diam udah ada rasa sama gue. Ternyata enggak." Naro tersenyum getir.
"Mungkin Kak Ralissa lagi banyak pikiran, Kak. Kakak positive thinking aja dulu."
Naro terdiam lama sebelum membalas, "Gue berharap gitu, Tha."
"Tapi emang tuh cewek memikat banget. Gue sampai lupa sadar diri."
Naro menambah, "Sa-kit, Ta."
Antha merengkuh Naro dalam pelukan saat melihat kesedihan yang kentara pada sang kakak. "Gak boleh gini, Kak. Di luar-"
"Gue maunya dia, Tha," potong Naro tegas. "Tapi, dia gak suka gu-e ...." Naro menegakkan tubuhnya dan giliran lelaki itu yang kini memeluk adiknya---dengan dingin. Dan kesedihannya pun tumpah di sana.
Razel mundur perlahan-lahan karena pemandangan itu. Ia kembali masuk Taxi lantas terdiam dengan perasaan gelisah. "Jalan, Pak," pinta Razel setelah itu. Selama perjalanan, Razel dibayangi wajah terluka dan perkataan saudaranya. Selang sepuluh menit, Razel meminta diturunkan di tempat sepi.
"Mau di mana, Nak?"
"Terserah Bapak."
Tak lama kemudian Taxi itu berhenti di suatu tempat. Razel diturunkan di depan gedung taman bermain umum. Tempat itu sesuai keinginannya, bahkan Razel tidak melihat satu orang pun selain dirinya dan pengemudi Taxi.
"Makasih, Nak." Pengemudi Taxi berlalu setelah menerima uang dari Razel.
Razel terus memikirkan perkataan Naro selama duduk pada ban truk yang dikubur separuh. "Gue maunya dia, Tha. Tapi, dia gak suka gu-e ...."
Mungkin Naro akan lebih hancur bila tahu alasan Ralissa tidak menarima lelaki itu, tak mengacuhkan perhatian lelaki itu, dan kemuraman perempuan itu akhir-akhir ini karena seorang yang perempuan itu sayangi. Naro sama sekali tak tahu penyebab luka hatinya adalah Razel Ardeo Dewanta.
"Aku pengen sendiri. Tolong, jangan ganggu aku lagi."
Razel tak suka mendengar Ralissa berkata seperti itu pada saudaranya. Razel tak ingin melihat Naro kembali terluka. Razel tak mau pemandangan seperti tadi terjadi terus-menerus. Razel tak bisa sampai melihat saudaranya marah dan menangis.
Ralissa harus menyayangi saudaranya.
Razel akan mencari tahu caranya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER R
Roman d'amour"Aku dan kamu adalah kisah tak sempurna." -------- Razel Ardeo Dewanta. Nama dan bayang wajahnya tak akan pernah Ralissa Azalea lupa. Pemilik senyum terbaik, tapi sendu. Seorang yang membuat Ralissa lebih mengerti arti kata "kasih". Seorang yang men...