Bandung, Desember 2009
Naro memacu motornya agar segera tiba di rumah. Naro yang sebulan ini sudah jago naik motor memberanikan diri berkendara di jalan raya dengan mengajak Razel. Niatnya hanya sebentar saja, tetapi Naro malah betah mengendarai motornya lebih dari dua jam. Naro belum memiliki SIM dan Mona sudah menegaskan keduanya untuk cepat pulang.
"Pegangan yang kenceng. Gue mau tambah ngebut!"
Razel melakukan perintah itu. Tangannya semakin melekat pada pundak Naro. Namun, tidak ada yang mengira jika akan ada mobil yang berhenti dan membuka pintu mobilnya secara tiba-tiba.
Menghindari bahaya, Naro membelokkan arah. Setelah itu Razel tak mengingat apa-apa lagi. Tahu-tahu saja, Razel bangun di ranjang rumah sakit. Razel melihat Naro dengan kondisi yang tak jauh berbeda dengannya---lecet di mana-mana yang kini tersenyum lega seraya memeluknya kuat.
"Sumpah, gue lega lo udah bangun."
Selain Naro, di ruangan itu ada Mona dan Naima. Dua wanita di ruangan itu lega Razel sudah sadar menyusul Naro yang sadar lebih dulu. Sementara itu, Ardan tampak serius mendengarkan penjelasan dokter mengenai kondisi kedua putranya.
"Kita tadi ditabrak mobil," bisik Naro memberitahu. Razel tersenyum lemah. Jadi, begitu.
Karena tidak mengalami luka berat, Ardan membawa kedua putranya untuk pulang hari itu juga, sekaligus membatalkan ajakan Mona ke Bangkok pada minggu depan. Sepanjang perjalanan, Naro terus merangkul Razel. Ekspresi Naro terlihat merasa bersalah.
Razel menyentuh tangan Naro penuh perhatian lantas tersenyum. "Gak pa-pa, Ro," ucap anak itu kemudian mengenggam erat tangan saudaranya.
Meski begitu, Razel maupun Naro absen ke sekolah selama empat hari. Selama itu pula, untuk sementara Naro tinggal di kamar Razel. Mona melarang keduanya sekolah sebelum benar-benar membaik. Sehari pasca kecelakaan, Naro mengeluh tulang sendinya linu-linu. Beruntung, hari ini Naro sudah tak terlihat mengeluh. Sepertinya linu-linunya sudah mereda.
Hari ini banyak tamu yang datang menjenguk Razel maupun Naro. Keduanya mendapat cukup banyak bingkisan. Naro membuka bingkisannya setelah seluruh tamu pergi, dan ia tak mengira mendapat barang-barang mewah dari tamu-tamunya. "Eh gila, gue dapet jam tangan kece dari Tante Tita. Lo inget gak Tante Tita nggak, Zel?"
Razel tersenyum sumir. Beberapa detik kemudian senyum Naro menghilang. Naro sudah mengingatnya. Orang yang namanya Naro sebut itu adalah salah satu sahabat Mona. Dan perempuan itu dan sahabat-sahabat Mona yang lain tak pernah menyukai Razel dan Naima.
Setelah diam cukup lama, Naro melempar jam tangan itu ke balkon. Aksinya membuat Razel terkejut.
"Gue buang aja. Gak penting," celetuk Naro kesal.
"Ini juga, bakal gue singkirin," lanjut Naro dengan mendorong bingkisan dari sahabat-sahabat Mona yang belum dibuka. "Mulai sekarang gue gak mau nerima pemberian mereka. Lo gak dapet, gue gak bakal pegang."
Razel terharu oleh kalimat terakhir Naro.
Pada akhirnya Naro benar-benar menyingkirkan bingkisan dari sahabat-sahabat Mona. Kini anak itu tengah melihat bingkisan-bingkisan yang Razel dapat. Razel mendapat dua brownies, dua ikat cokelat, dua paket buah, dua pasang baju tidur, satu box Piza, dan paket junk food lainnya. "Temen-temen lo baik banget sih," cetus Naro tak menyangka saat melihat namanya tertempel di wadah brownies dan yang lain.
Padahal teman-teman sekelas Razel tak dekat dengan Naro, tetapi anak itu mendapatkan jatah.
"Bisa-bisanya ada yang bawa piza, hamburger-tapi kok cuma satu," ujar Naro kecewa. "Bosen, banget makan sayur."
Razel tersenyum tipis. Tanpa berpikir panjang, anak itu meraih seluruh makanan yang dilirik saudaranya. Razel membuka satu persatu wadahnya lantas menyentuh lengan Naro. "Ambil aja," ucap Razel tak keberatan.
Sebenarnya Mona melarang Naro dan Razel memakan junk food selama belum pulih. Namun hari ini keduanya kembali menikmati junk food dengan suasana hangat.
"Diem aja, Zel. Gak usah bilang-bilang Mama."
***
![](https://img.wattpad.com/cover/214607515-288-k485803.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER R
Romance"Aku dan kamu adalah kisah tak sempurna." -------- Razel Ardeo Dewanta. Nama dan bayang wajahnya tak akan pernah Ralissa Azalea lupa. Pemilik senyum terbaik, tapi sendu. Seorang yang membuat Ralissa lebih mengerti arti kata "kasih". Seorang yang men...