35 | Pergi

62 4 0
                                    

Sehari sebelumnya, Naro terdiam di sofa ruang tengah saat tidak sengaja menangkap berita radio dari rumah tentangganya tentang kecelakaan Ardan.

Naro baru saja mendengar kronologi beserta seluruh bukti yang mengarahkan bahwa insiden itu murni kecelakaan. Lelaki itu terkejut saat mengetahui Ardan lebih dulu mengejar dan menabrakkan mobilnya pada mobil Razel. Seseorang pengendara mobil telah merekam sebelum terjadinya tragedi berdarah yang merenggut nyawa papanya.

"Kak." Antha yang perhatian lebih dari biasanya pada Naro sejak lelaki itu pulang dan sempat pergi sebentar, kembali menemui kakaknya. Antha masih belum tahu alasan Naro menangis tadi. Naro pun belum memberitahu kematian Ardan pada pemuda itu.

"Gue nggak laper, Tha."

"Enggak. Lihat sini, Kak."

Naro menjalankan apa yang Antha katakan. Lelaki itu mendapati sebuah gelang rajut di tangan sang adik. "Barusan aku iseng-iseng bikin, eh jadi. Aku kira udah lupa cara buatnya. Pakai ya, Kak."

Dengan telaten Antha memasangkan gelang rajut itu di pergelangan tangan kakaknya. Saat selesai, pemuda itu memejam seraya memegang gelang rajut buatannya. "Semoga gelang ini selalu jadi pelindung Kak Naro."

Naro tak bisa menahan senyumnya. Adiknya ini pintar menghangatkan hatinya. "Thanks, Ta," ucap Naro terenyuh.

"Iya, Kak."

***

Naro belum selera makan. Naro tidak ingin apa-apa. Siang itu Naro tidak menyangka mendapat pesan dari Ralissa. Naro tahu dari Antha yang tengah meminjam ponselnya untuk mendapat kabar coffee shop justru melihat notifikasi pesan masuk dari Ralissa. Antha memberikan ponsel pada pemiliknya seraya menggembangkan senyum. Awalnya Naro ragu, tetapi lelaki itu akhirnya membuka pesan dari Ralissa. Pesan Ralissa berisi permintaan tolong.

Dan kini Naro sedang dalam perjalanan ke alamat yang Ralissa tulis. Jujur, keadaan hatinya masih terasa buruk. Namun, ia tak mau mengecewakan Ralissa. Sesampai di tempat tujuannya, Naro tak langsung turun. Entah mengapa ia ingin menatap dan menyentuh gelang rajut pemberian adiknya sebentar saja.

Naro menerima pesan lagi setelah turun dari mobil. Naro membacanya dengan intens.

Ralissa :
Kamu langsung masuk aja, ya.
Kata temen aku, gak pa-pa.

Naro :
Iya, Lis.

Jika permintaan tolong Ralissa ini pada waktu yang tepat. Mungkin Naro akan bahagia tingkat langit. Naro tak akan semuram ini. Naro akan melakukan apa yang Ralissa tuliskan. Naro melambatkan gerak kakinya menyadari kondisi rumah di depannya. Naro ragu, tetapi begitu melihat mobil Ralissa, rasa itu enyah sendiri dari hatinya. Naro memasuki rumah itu dengan langkah pelan. Di dalam ia disambut pemandangam Ralissa yang duduk sendirian di ruang tamu. Perempuan tak kunjung berdiri saat melihat Naro datang.

Belum sampai Naro menyentuh perempuan itu, seseorang muncul menutup dan mengunci pintu dengan cepat. Naro terkejut melihat orang itu ternyata adalah Darmawan. Naro semakin terkejut saat melihat Razel muncul dengan seringaian di bibirnya.

Lima menit kemudian, lelaki itu sudah berada di tempat berbeda dengan kondisi tangan dan kaki terikat serta dengan mulut ditutup sesuatu. Tangan dan kaki Naro terus bergerak agar tali-tali itu lepas, tetapi terlalu sulit.

"Kata lo gue kelewatan, yah?" ucap mulut di depannya. "Iya, gue baru sadar kalau emang udah kelewatan."

Razel sudah gila. Itulah yang mewakili sorot mata Naro saat ini.

"Jangan takut." Razel menyentuh telinga dan sisi samping kepala Naro. "Gue tetep di sini dan nemenin lo. Jangan takut kelaparan. Gue bakal kasih lo makanan." Razel menutup ucapannya dengan tatapan tajam. Naro tidak mau di tempat itu lama-lama.

FOREVER RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang