Bandung, Oktober 2012
Untuk apa masih di neraka ini?
Kalkalah itu terus membayangi Razel setiap harinya. Menganggu pikirannya. Menganggu tidurnya. Mengganggu aktivitas kesehariannya. Kepergian Naima membuatnya sendiri dan kesepian di rumah. Razel kehilangan alasannya selama ini selalu menuruti ayahnya. Lalu mengapa ia masih bertahan di rumah ini?
Mengapa ia tak tinggal bersama Naro saja?
Pasti Naro akan memaafkannya jika ia meninggalkan rumah ini. Rumah yang dibenci saudaranya itu.
Tenggelam dalam duka, Razel hampir terlupa jika masih mempunyai saudara. Ia masih mempuyai keluarga yang benar-benar disayanginya. Seorang kakak yang pernah menyayanginya sepenuh hati dan tulus. Mulai sekarang sang kakak adalah prioritasnya. Naro akan menjadi pecutan semangatnya untuk melanjutkan hidup.
Sejujurnya ada secuil ragu dan takut untuk meninggalkan rumah. Bagaimanapun ia di besarkan di sana. Bagaimanapun di sana banyak menyimpan kenangan. Namun, Razel benar-benar tak mau tinggal bersama ayahnya lagi dan menderita sendiri.
Selesai mengemasi segala apa pun yang penting dan baju seperlunya ke ransel, Razel terpaku melihat Ardan yang sialnya sudah pulang dari kerja dan sedang memergokinya. "Mau ke mana?" tanya Ardan setelah bergeming sesaat, mendekati Razel yang menahan napas.
Hening. Namun, akhirnya Razel berani. "Pergi."
Ardan menyeringai setengah tertawa. "Alesan. Kamu mau pergi sama anak itu, kan?"
Razel tahu yang dimaksud adalah Levo. Mungkin Levo yang sebelumnya ia telfon sudah sampai di depan dan Ardan melihatnya.
"Balik ke kamar. Ayah gak suka kamu bergaul sama anak itu," tegas Ardan membalikkan badan, mendorong punggung putranya agar kembali ke kamar.
Razel justru kembali menatap ayahnya. "Aku nggak pergi kelompok. Aku mau pergi dari rumah ini," kata Razel yang akan terima segala apa pun risikonya kendatipun kini ia tak sanggup melihat kilatan tajam di kedua mata ayahnya lama-lama.
"Ngomong apa kamu!? Balik ke kamar!"
"Enggak." Razel menatap Ardan lagi. "Levo udah nunggu aku, Yah."
Kilatan tajam di mata Ardan membara bersama dengan pria itu melayangkan tamparan keras. "Ayah nggak bakal pakai itu kalau kamu nggak cari gara-gara!" kata Ardan meledak-ledak. Kemudian pria itu kembali membalikkan badan Razel, mengulang yang seperti sebelumnya. "Balik ke kamar. Belajar. Jangan keluar! Ayah akan hukum kamu kalau masih aja keras kepala!"
Sedih dan kesal bercampur dalam benak Razel. Anak itu berusaha menolak dorongan Ardan, lalu tak lama berhasil kabur. Namun, hanya hitungan detik Razel kembali dapat dijamah oleh sang ayah. "Berani pergi sekarang jangan harap Ayah akan maafin kamu," desis Ardan tepat saat ia mengunci pergerakan Razel.
"Selama ini aku menderita, Yah. Aku capek. Bunda di atas pasti setuju," kata Razel setengah emosi dengan liquid yang mulai merembah. Seandainya, ayahnya baik, mungkin ini tak akan ia lalukan.
"Bundamu nggak akan setuju."
"Bunda setuju."
"Bundamu nggak bakal setuju!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER R
Romance"Aku dan kamu adalah kisah tak sempurna." -------- Razel Ardeo Dewanta. Nama dan bayang wajahnya tak akan pernah Ralissa Azalea lupa. Pemilik senyum terbaik, tapi sendu. Seorang yang membuat Ralissa lebih mengerti arti kata "kasih". Seorang yang men...