Menghindari permintaan-permintaan aneh Ralissa, Razel memilih tidur di kamar penginapan. Pukul 16.00 hingga 20.00 Razel memang tertidur benar. Namun setelah Razel terbangun oleh mimpi buruk, Razel hanya diam dan tetap merebahkan badannya saja---meskipun sejak tadi Ralissa menghilang entah ke mana.
Ponsel Razel yang teronggok di atas nakas tidak berhenti berdering. Sejak perjalanan kembali ke penginapan hingga sekarang, ponsel lelaki terus dicecar panggilan. Ardan berkali-kali menghungi putranya, tetapi Razel tidak sekalipun memedulikannya.
Lelaki itu kini malah sibuk menatap langit-langit kamar penginapan seraya Razel mengingat bayang mimpinya tadi.
"Aku mohon, jangan pukul aku lagi. Aku nggak pernah nyakitin kalian."
Mimpinya itu terasa begitu nyata, mengulang kenangan buruknya saat ia menjadi korban perundungan dari SMP hingga SMA.
Razel terbangun dari posisinya. Tiba-tiba perasaannya bercampur aduk. Namun pedih lebih mendominasi. Dada Razel sesak seiring ia mengerang dengan mata yang rasanya ingin menangis.
Razel merindukan Levo.
Amat sangat merindukan Levo.
Salah satu orang saksi perundungan yang dialaminya selain Naro.
Sebelum benar-benar menangis, Razel berusaha menenangkan dirinya. Pemuda itu mengontrol napasnya yang memburu sampai akhirnya kembali normal.
Untuk mengalihkan kesedihannya, Razel memilih turun dari tempat tidur lalu melangkah ke kamar mandi untuk menyiram badannya dengan air shower. Berharap dengan kepalanya bertemu air, pikiran dan jiwanya akan segar.
***
Ralisaa kembali ke kamar penginapannya. Razel mengesah keras saat terlambat untuk terlihat tidur. Tubuh Razel perlahan bangun dengan tatap geram ke suatu dinding. Ralissa mengambil duduk di sampingnya lantas menggamit hangat lelaki itu.
Tidak ada kata yang keluar dari mulut Ralissa. Tetapi saat jarum jam menunjukkan pukul 00.21, perempuan itu berkata, "Anres nyusul ke sini."
Ralissa menambah, "Sebenarnya aku yang minta." Perempuan itu meletakkan pipinya pada bahu Razel. "Keluar, yuk, ketemu Anres."
Ralissa benar-benar sudah gila. Ini sudah lewat tengah malam!
Belum sampai Razel memprotes, Ralissa sudah menuntunnya keluar kamar penginapan. Kendati begitu, Razel tak melepaskan diri.
Razel bungkam dengan wajah dinginnya begitu duduk di kursi penumpang. Keduanya meninggalkan penginapan dengan Ralissa yang menyetir.
Razel tetap tak bersuara di sepanjang perjalanan. Sampai akhirnya Ralissa membelokkan setir ke restoran. "Akhirnya sampai." Ralissa mengembangkan senyum saat menoleh Razel. "Ayo turun," ajak Ralissa halus.
Ralissa turun lebih dulu. Razel baru mau turun saat Ralissa sudah berdiri di sisi jendela mobil dengan gerakan kasar.
Ralissa menaikkan kedua sudut bibirnya. Ia menggapai tangan Razel lantas bersama memasuki restoran.
Restoran itu mempuyai dua area. Outdoor dan indoor. Dan Razel melihat Anres di area outdoor. Anres tampak cemberut sambil melipat tangannya dalam. Razel tidak mau peduli.
Sejenak Ralissa mendekati Anres sendiri. Ralissa terlihat tak berkata apa-apa, dan hanya menatap sepersekian detik lalu memeluk erat adiknya itu. Tidak lama setelah itu, Anres menyingkir dari hadapan kakak kandung dan kakak iparnya. Hal itu membuat Razel bertanya-tanya. Jelas saja Razel tak lupa alasan Ralissa mengajaknya keluar.
"Keluar, yuk, ketemu Anres."
Lalu mengapa Ralissa tampak mengusir adiknya?
Ralissa mengambil langkah kembali pada Razel lengkap dengan senyum hangatnya. Kedua tangannya menggeggam erat tangan Razel yang sialnya nyaman sekali. Ia membeku begitu mata Ralissa lurus menatapnya, dan terkejut saat perempuan itu memeluknya erat dan penuh sayang.
"Happy birthday."
Dua kata yang membuat Razel kian tak berkutik. Ralissa mengingat hari ulang tahunnya.
Mata Razel bergulir pelan ke sekitar. Ada balon bertuliskan "Happy Birthday" yang menempel pada tembok restoran dihiasi kerlap-kerlip lampu. Ada lilin-lilin menyala yang berjejer rapi di setiap sisi. Dan ada pula kembang api yang meletup-letup di udara, yang kini Razel saksikan.
Kejutan ini seolah sudah di siapkan matang oleh Ralissa. Lebih meriah dari tahun sebelumnya.
Ralissa melepas pelukannya lantas menuntun Razel mendekati meja yang menyajikan beberapa jenis hidangan dan foto-foto Razel hasil jepretan Ralissa sendiri. Di samping meja itu, ada foto besar---potret pernikahan bersama Ralissa.
Ralissa kembali menatap penuh Razel dengan senyum hangat. "Kita rayain hari spesial kamu, yuk." Ralissa mengalungkan tangannya pada leher Razel lalu mulai menggerakkan badannya pelan-pelan. Sama seperti pada tahun sebelummya, lagi-lagi Ralissa mengajak Razel berdansa.
Awalnya Razel tak kunjung melakukannya, tetapi melihat Ralissa berhenti bergerak bagai sebuah ancaman bagi lelaki itu. Mau tak mau Razel meladeni perempuan itu saat Ralissa kembali menari pelan.
Restoran sangat sepi. Anres pun entah enyah ke mana. Sepertinya Ralissa sudah mem-booking penuh restoran. Dengar-dengar restoran ini pun salah satu restoran terkenal di Bandung. Ralissa sudah jelas mengeluarkan biaya banyak.
Ralissa tiba-tiba tak melanjutkan gerakan. Tatapnya terarah pada mata Razel tanpa sedikitpun melirik ke arah lain. Bibir yang terpoles lipstik itu tersenyum hangat. Kakinya perlahan menjinjit bersama dengan mengecup manis bibir lelaki di depannya.
Sebentar, tetapi efeknya luar biasa.
Kembali, Ralissa memeluk Razel dengan erat lalu menyamankan pipinya di dada bidang lelakinya.
"I love you in every beat of my heart."
Meskipun lirih, tetapi Razel mendengarnya begitu jelas.
Napas Razel memburu. Tiba-tiba perasaannya dibuat kembali bercampur aduk.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER R
Romance"Aku dan kamu adalah kisah tak sempurna." -------- Razel Ardeo Dewanta. Nama dan bayang wajahnya tak akan pernah Ralissa Azalea lupa. Pemilik senyum terbaik, tapi sendu. Seorang yang membuat Ralissa lebih mengerti arti kata "kasih". Seorang yang men...