Ancaman

31 7 2
                                    

Menghabiskan waktu bersama, Nara tak juga mendapat penjelasan dari Arya. Pemuda itu terus menghiburnya seakan sengaja agar Nara lupa dengan pertanyaan yang ia ajukan kepada Arya mengenai kejadian kemarin. 

Seperti malam ini, Arya terus kalah dalam bermain Ludo. Alhasil wajahnya cemong oleh bedak baby powder. Nara sampai terpingkal melihat wajah Arya yang benar-benar putih itu.

"Kamu bukan ngasih satu colekan seperti kesepakatan sebelumnya, malah bedakin aku sampe putih gini." Arya berdecak sebal. "Kamu punya dendam ya sama aku?" 

Nara masih tertawa terpingkal seraya memegangi perutnya yang sakit. 

"Malah ketawa!" Arya berdiri dari tempat duduknya dan duduk di samping Nara, menggelitik gadis itu sampai tawa Nara makin pecah.

"Ampun! Arya hahaha.."

"Gak akan aku kasih ampun! Salah siapa pake ketawain aku, hah? Rasakan ini!" 

Arya makin gencar menggelitik Nara di pinggang gadis itu. Nara menggeliat bahkan sempat menggampar wajah Arya dan memukul badan Arya untuk sesaat pemuda itu membeku, kenapa ia kena imbasnya?

Berlagak merengek seperti anak kecil yang kena pukul ibunya, Arya meronta di lantai. Mencak-mencak karena malah kena pukul Nara. Sementara Nara makin terbahak-bahak dengan tingkah Arya. 

Bukannya meminta maaf, Nara malah mengabadikan itu dalam rekaman. Ia akan terus mengingat dimana seorang Arya yang dikenal humoris, romantis, disukai banyak orang di kampus dan seorang pekerja keras, bisa sekonyol dan sekocak ini ketika bersama Nara.

Arya perjelas, hanya bersama Nara.

Dan malam itu, Nara lupa bahwa ia sakit hati karena Arya. Sebab, Arya punya cara tersendiri untuk membuat Nara berhenti memikirkan apa yang menyakitkan itu dan menghabiskan waktu bersama dengan cara yang sederhana bersama Arya.

......

Memaafkan, mungkin adalah salah satu cara Nara untuk mencintai Arya. Ia tak lagi mempermasalahkan mengenai Siska, meskipun sebenarnya Nara masih memikirkan hal itu. 

Akan tetapi, demi kelancaran hubungannya bersama Arya, Nara rela meredam emosinya dan siap kembali menjalani hari indah bersama Arya. 

Seperti yang ia lakukan pagi ini di depan cermin. Nara terus bergaya dan mengatur senyumnya. Nara ingin terlihat manis di depan Arya pagi ini. "Oke udah gitu aja." Ujarnya.

"Pa, Nara berangkat dulu." Nara menyalami Rama yang tengah menyantap sarapan.

"Gak sarapan dulu?" Tanya Tani yang tengah menggoreng cemilan.

Nara menyalami tangan Tani. "Nanti aja di kampus."

"Ada apa nih? Mukanya ceria banget?"

"Gapapa, Bu." Nara tak bisa menyembunyikan rasa senangnya.

"Arya ya?" Goda Tani. 

Di sana Rama melirik mereka dengan seutas senyum. Pipi Nara bersemu, membuat Tani makin gencar untuk menggodanya. "Emang ya bucin satu ini, bikin ibu greget."

Nara terkekeh, segera pergi untuk menghindari godaan selanjutnya. "Nara berangkat dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Jawab serempak Tani dan Rama.

Menunggu di depan pagar dengan sesekali melihat jam tangan, Nara tak berhenti untuk tersenyum. Seperti pertama kali akan bertemu Arya, rasanya jantung Nara hampir meledak. 

Berulang kali ia berkaca pada ponselnya sendiri, takut jika dandanannya pagi ini tidak bagus atau kemenoran. 

Hingga tak berselang lama, motor Arya sampai tepat di depannya. Melepas helm dan tersenyum manis di pagi itu.

BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang