Kita Udah Putus

57 13 5
                                    

Nara menghentakkan kakinya untuk melampiaskan rasa kesal. Ia mengerang dengan wajah yang terus menekuk. Kejadian di ruang teater membuatnya ingin sekali menghabisi Arsen. 

Namun ia tak mampu melakukan hal itu di dalam forum teater. Jika iya, pasti nanti Nara akan mendapat masalah.

"Kenapa sih?" Tanya Arya. Pemuda itu kini tengah tersenyum gemas melihat pacarnya yang marah-marah sendiri.

"Aku kesel!"

"Kesel kenapa?"

"Tadi di teater ada orang nyebelinnnnnn banget!"

"Wah? Ada yang lebih nyebelin dari aku? Aku gak terima! Gak bisa dibiarin pokoknya." 

Arya berkacak pinggang, melipat lengan bajunya, kontras dengan wajahnya yang pura-pura marah.

"Ih kamu malah gitu!" Nara menyenggol lengan bahu Arya.

Arya terkekeh, "Bercanda sayangku, cintaku, Naraku yang bau ketek." Nara makin merengek. "Iya-iya, enggak. Gimana kalau kita makan aja? Biar kesel kamu ilang."

"Boleh! Kebetulan aku ngebet banget nasi Padang!" Seru Nara. Ia menepuk-nepuk perutnya sambil mencebikkan bibir. "Laper."

"Yaudah yuk," Arya memakaikan helm Nara lalu menggeplak bagian atasnya hingga Nara mengaduh. "Itu bentuk kasih sayang aku. Geplak."

"Oh gitu? Aku juga mau dong nunjukin kalau aku sayang sama kamu." Tuturnya sembari menelintir kulit pinggang Arya sampai pemuda itu berjingjit kesakitan.

"M-maaf ayang maaf, sakit sumpah."

......

Semilir angin berhembus meniup helai rambut seorang pemuda yang cukup panjang. Cuaca yang indah sore itu seharusnya membuatnya merasa tenang. 

Namun sebaliknya. Ia merasa semuanya nampak biasa saja, bahkan lebih dari kata biasa saja. Tak ada lagi keindahan ataupun ketenangan. Yang ada hanyalah omong kosong.

Sosok Arsen yang dulu dikenal sebagai seorang yang hangat berubah menjadi dingin ketika perasaannya dikhianati oleh satu orang gadis. Vanya. 

Semenjak ia putus dengan gadis itu, Arsen menjaga jarak dengan siapapun terutama perempuan. Bahkan dengan teman-temannya, ia tak terlalu terbuka. Arsen hanya mengatakan sesuatu hal yang menurutnya penting saja. Karena perubahannya itu, Arsen kini disegani oleh siapapun. 

Meskipun dirinya di fase sakit hati tak berujung, untuk masalah organisasi dan kuliah dirinya tetap konsisten. Malah Arsen disebut-sebut gila berorganisasi dan gila kuliah. Hingga tak ada waktu untuknya memikirkan Vanya.

Namun setelah banyak usaha ia lakukan untuk menghindari hal itu, Vanya tetap menjadi pemenang dipikirannya. Hanya sesekali hilang, ketika Arsen diam sebentar, ia teringat kembali. Rasa yang menyiksa Arsen secara perlahan. 

Seperti sekarang, alasan mengapa ia berdiam di atap gedung sendirian sembari menatap kosong ke bawah. Di saat seperti itu, matanya tak sengaja melihat dua orang muda-mudi yang baru saja muncul dari gedung fakultas hukum. 

Mereka berjalan berdampingan sembari sesekali tertawa. Arsen semakin menggertakan giginya saat lelaki yang ia kenali–Gio tengah memasangkan helm ke kepala Vanya. Lalu mencubit hidung gadis itu sebelum mereka naik motor.

"Terkadang gue bersyukur putus sama lo, Vanya." Gumamnya dengan mata yang mengikuti motor Gio dan Vanya yang perlahan mengecil dan hilang. "Karena lo semudah itu lupain gue."

........

"Sen." Panggil Dion yang baru saja tiba di indekos. 

Arsen bergeming, ia fokus dengan buku yang ia baca. 

BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang