Wildan, Rangga dan Nara menangis mendengar cerita Arya. Begitupun dengan Rini yang ikut bergabung dengan mereka setelah menghidangkan air mineral dan gorengan yang telah dingin.
"Gue mau tinggal di sini aja, sama mama." Kata Arya.
"Gue tau berat buat lo, Ya. Tapi masih banyak hal yang harus lo lakuin untuk orangtua lo." Kata Wildan.
Rangga mengangguk setuju. Sebelum berkata, ia mengelap air matanya. "Lo harus banggain mereka dengan semua pencapaian lo. Wujudkan keinginan mereka untuk melihat lo hidup bahagia, Ya."
"Tapi gue gak bisa." Arya menundukkan kepala. Arya merasa putus asa.
Nara mendekat, lalu di dekapnya sang lelaki yang masih bertahta di hatinya. "Kamu bisa, Arya. Ada Wildan, Rangga dan... Aku."
Arya mengangkat kepala, menatap Nara lekat dengan mata yang berembun. Diraihnya tangan Arya ke dalam genggaman.
"Kita semua bakal terus ada buat kamu, Arya. Selalu. Jangan merasa sendiri, kita gak akan kemana-mana, dan aku," sejenak Nara berhenti bicara. Rasanya kelu untuk mengatakan itu, "maafin aku udah ninggalin kamu. Seandainya kamu terus terang tentang semuanya, dan seandainya aku nyari tahu, aku pasti gak bakal ninggalin kamu Arya," air mata Nara kembali menetes, "maafin aku yang gak sadar kalau kamu serapuh ini."
Nara menyentuh pipi Arya. Menatapnya lekat untuk meyakinkannya.
"Pulang, Ya, kita lewatin hari sama-sama lagi. Bukan cuman sama aku, tapi sama Wildan dan Rangga juga. Kami semua mengharapkan kehadiran kamu lagi, Arya."
Rangga dan Wildan mengangguk dengan senyum haru. Arya tersenyum.
......
Dua hari berlalu, setelah Arya memutuskan untuk kembali ke Jakarta bersama kedua sahabatnya dan Nara, keadaan perlahan pulih. Ia kembali berkuliah dengan Nara sang pujaan hati.
Tidak mudah memang untuk Arya menjalani hidup dengan kenyataan yang begitu pahit. Namun untuk orangtua yang sangat ia sayangi dan ketiga orang yang berarti dalam hidupnya, Arya sanggup menjalani hidupnya sampai akhir.
Terlintas di benak Arya untuk memaafkan paman dan bibinya yang selama ini menjadikannya bagian dari keluarga mereka.
Meski Arya mendapat siksaan fisik dan batin, Arya tetap merasa bersyukur karena setidaknya mereka menjaganya selama ini.
Ketika dibebaskan dengan uang jaminan, Ferdi dan Anjani bertekuk lutut di hadapan Arya sembari menangis dan melantukan kata maaf. Dengan bijaksana dan baik hati seorang Arya, pemuda itu berjongkok dan memeluk keduanya.
"Arya maafin kalian. Untuk perusahaan, Arya percayakan ke papa." Ujarnya ke Ferdi. Ferdi menganga tak percaya, Arya melanjutkan.
"Papa yang lebih mengerti tentang itu. Arya cuman minta satu, jangan serakah dan sempatkan untuk ibadah juga sedekah."
......
Nara baru saja keluar dari rumah, ia melambaikan tangan kepada Arya yang telah menunggunya di luar pagar. Arya tersenyum, ikut melambaikan tangan pula.
"Udah siap?" Tanya Arya.
Nara sudah naik ke jok belakang dan melingkarkan tangan di perutnya.
"Siap!" Seru Nara.
"Berangkat!" Seru Arya tak kalah kencang.
Seperti pertama jadian, sepanjang perjalanan menuju kampus mereka terus bernyanyi dengan lantang.
Sesekali mereka tertawa bersama. Saat itu waktu seakan mengerti dan memberikan jeda yang lumayan lama.
Sehingga Arya dan Nara dapat merasakan momen indah kembali setelah lama saling menyakiti diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]
Novela JuvenilBifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah r...