Buku Diari Kinan

57 10 4
                                    

"Ini udah keterlaluan, Ya, lo harus laporin ini lagi ke pihak berwajib!" 

Wildan terus ngomel pagi ini di kamar Arya. Anjani dan Ferdi telah pergi pukul 5 pagi bersama Barka untuk keluar kota. 

Arya tahu itu bukan karena salah satunya pamit, melainkan Arya semalaman terjaga dan mendengar kepergian mereka. Jadi Wildan punya kesempatan yang leluasa untuk menceramahi Arya di rumahnya.

Alih-alih ikut menceramahi, Rangga dengan telaten mengobati luka di kepala Arya dan di sekujur tubuh sahabatnya itu. Berbekal ilmu kesehatan karena pernah sekolah di jurusan keperawatan, Rangga sudah menganggap dirinya perawat pribadi Arya. 

Pasalnya saat Arya terluka dari dulu, hanya Rangga lah yang mengobati dirinya. Arya keras kepala untuk dibawa ke rumah sakit dan ditangani oleh dokter langsung. Membuat Rangga mau tak mau membeli P3K khusus untuk Arya dan mengorek kembali ilmu sekolahnya dulu.

Kedatangan Rangga dan Wildan karena Arya sengaja menghubungi mereka di pagi buta. Hanya untuk mendapatkan perhatian dari mereka. Itu membuat Arya merasa sedikit tenang. 

Arya tersenyum tipis sebelum mendapat tempelengan dari Rangga dan gertakan dari Wildan.

"Masih bisa nyengir lo pas lagi gini? Kalau gue udah laporin ke polisi dan hidup tenang setelahnya." Kata Wildan.

"Gak semudah itu, Wil." Akhirnya Arya angkat suara setelah sekian menit hanya bungkam dan senyum-senyum.

"Iya emang, gak mudah banget kalau lo cuman diem aja menikmati rasa sakit selama ini." Celetuk Wildan sedikit menggores luka di hati Arya. 

Terlihat raut wajah Arya yang langsung berubah. Rangga sadar, ia menegur Wildan dengan tatapan tajamnya.

"Gue bertahan karena sejahat apa pun mereka–"

"Terus bilang gitu, terus!" Potong Wildan. Ia muak. 

"Arya, gue gak semata-mata omong kosong belaka tiap marahin lo. Gue gini karena gue sayang sama lo. Lo bukan cuman sahabat gue, tapi adik gue, Ya. Sebagai kakak, gue gak mau adik gue disiksa sampe babak belur bertahun-tahun! Walaupun gue tau, melapor pun tetep hasilnya sama, seenggaknya lo harus lapor lagi ke polisi sampe polisi menyelidiki semuanya!"

Arya geming, begitu pula dengan Rangga. Rangga tak bisa berkata apa pun jika perkataan Wildan mewakili apa yang ingin ia katakan juga.

Wildan duduk di kursi tepat di hadapan Arya. "Gue sama Rangga ada dibarisan terdepan buat bantu lo, Arya. Jangan ngerasa sendiri dan menjadi lemah. Gue tau, alesan lo selain sayang Om dan Tante walaupun mereka jahat ke lo, lo juga bertahan karena pengen nemuin orangtua kandung lo. Untuk sekarang gak perlu lagi lo nurut di bawah kaki Om Ferdi...

....Bangkit Arya, angkat kepala lo dan tegakin tubuh lo. Tunjukkin Arya yang selalu berani kayak pas ada pelanggan kafe yang semena-mena ke si Rani. Jadi Arya yang berani pas ada tukang copet yang mau ngambil uang si Rangga. Dan jadi Arya yang berani pas dia nyerang lawan waktu Kyorugi. Gue yakin lo bakal ketemu sama orangtua kandung lo itu. Kita sama-sama Arya. Kita barengan nyari."

Arya berlinang air mata mendengar penuturan panjang lebar dari Wildan. Ia begitu bersyukur memiliki dua sahabat yang selalu sigap untuk membantunya kapan pun. 

Bahkan mereka rela meluangkan waktu, hanya untuk menemani Arya. Mereka rela Arya tinggal di rumah salah satu dari mereka jika Arya mau.

Rangga yang sedari tadi menelusuri kamar Arya, tersenyum ketika melihat– untuk ratusan kali foto-foto yang terpajang di dinding, ia meraih kotak yang pernah Arya fotokan di grup WA mereka. 

Kotak yang kata Arya berisi seluruh surat yang ditulis oleh ibu kandungnya dan sebuah buku diari yang belum Arya baca. Hanya beberapa surat, sebab tuntutan Ferdi untuk selalu bertemu Siska membuat Arya tak sempat membaca surat lain. Juga beberapa lembar surat sudah hancur menjadi bagian kecil oleh Ferdi.

BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang