Senja

40 10 6
                                    

Air mata Nara luruh seperti air terjun yang tak berhenti mengalir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Air mata Nara luruh seperti air terjun yang tak berhenti mengalir. Kejutan yang diberikan Arya secara tiba-tiba membuat hatinya hancur berkeping-keping. 

Nara tak menyangka bahwa Arya akan berbuat seperti itu kepadanya. Tanpa sebab dan tanpa Nara tahu alasannya apa. Berulang kali ia mencoba menghubungi, namun berakhir ditolak oleh Arya. 

Nara semakin bingung, apa kesalahan yang ia lakukan sehingga Arya seperti membencinya? Apa selama Arya tiba-tiba dingin padanya, saat itu Arya tengah dengan perempuan lain juga?

Nara menghempas pikiran bodoh itu. Lagi dan lagi dirinya tak percaya bahwa itu adalah Arya. Akan tetapi air matanya berkata lain. 

Meskipun dirinya mencoba untuk kuat dan terus percaya bahwa Arya tidak akan seperti itu, tetap saja air matanya tak berhenti untuk runtuh melewati pipinya. Hingga suara rintihan tangis gadis itu terdengar memilukan. 

Menumpahkan segala ruah dalam ruangan yang sengaja ia padamkan lampunya. Hari ini Nara ingin sendiri dengan segala pertanyaan yang memenuhi kepalanya. Ada apa dengan Arya?

......

Menempuh perjalan tak terlalu lama, Arsen sampai tepat di depan rumah gadis itu. Menengadah mencari sosok Nara. Tak berselang lama pintu terbuka, bukan menampilkan Nara, melainkan seorang gadis yang Arsen perkirakan masih SMP itu menatap ke arahnya.

"Nyari siapa, kak?" Tanyanya.

"Nara ada?"

"Ada. Di kamarnya tuh di atas." Arsen refleks sedikit berjingjit melihat jendela kamar lantai dua.

"Lagi ngapain?" Tanya Arsen, dibalas gelengan kepala. "Boleh suruh turun sebentar? Kakak ada perlu sama Nara."

Gadis yang tak lain adalah adik tiri Nara itu mengangguk, masuk kembali ke rumah tanpa menutup pintu untuk memanggil Nara yang berada di lantai dua. 

Menunggu Nara muncul, Arsen turun dari motornya, melepas helm dan berdiri menghadap pintu gerbang.

"Tahan, Sen, sadar diri lo gak punya hak untuk nunjukkin rasa sakit lo." 

Arsen mencoba menahan rasa sakit itu. Meskipun ingin rasanya ia pulang saja dan tak mau menampakkan diri di depan Nara. Tapi pikiran dan hatinya tidak sinkron.

Nara keluar dengan mata yang sembab dan pada tangannya sebuah tisu berukuran besar sengaja gadis itu bawa. 

Tangannya yang bebas pun mengelap ingusnya dengan tisu. "Ngapain ke sini?" Suaranya bersamaan dengan senggukan.

Arsen tanpa bicara mengacungkan tas Nara.

"Tas gue!" Nara sedikit berlari, membuka gerbang dan meraih tasnya. "Ya ampun lupa minta tolong ke temen gue buat ambil. Makasih ya."

Arsen mengangguk– tanpa tersenyum.

"Kenapa diem?" Tanya Nara.

"Eh?"

BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang