Sebuah Mimpi

53 11 1
                                    

Sepulang mengantar Nara, Arya masuk ke dalam rumahnya. Rumah yang asing baginya selama ini. Ketika berjalan melewati ruang makan, suara tawa di sana membuatnya tertarik untuk menengok. 

Ada Barka, Anjani dan Ferdi yang tengah makan bersama sambil berbincang dan tertawa. Keluarga yang nampak harmonis membuat hati Arya teriris. 

Mengabaikan keharmonisan itu, Arya melanjutkan langkahnya menuju kamar tidur. Belum sampai, pemuda itu dihadang oleh pembantu rumahnya–Bi Sumi yang selama ini bekerja di rumah kediaman Bagaskara. Dan satu-satunya orang yang peduli terhadap Arya.

"Gak makan dulu, den?"

"Eh Bi," Arya menunduk dan menyalami Bi Sumi. "Nggak laper, Bi, tadi di tempat kerja makan dulu sebelum pulang." Bohongnya. 

Tak lama dari itu perutnya keroncongan.

Bi Sumi tersenyum karena suara keroncongan itu cukup terdengar ke telinganya. "Jangan bohong, den, sama bibi. Ayok makan dulu, kita ke meja makan bibi temenin." Bi Sumi menarik tangan Arya, namun Arya berdiri statis dengan pandangan tak yakin. "Loh kok diem?" Tanya Bi Sumi.

"Mereka gak bakal terima Arya kayak biasanya, Bi."

"Insya Allah hari ini mereka gak gitu, den. Baru aja pak Ferdi dapet pemasukan besar di perusahaannya. Bibi yakin suasana hati mereka lagi bahagia. Jadi kita harus ambil kesempatan ini, siapa tau mereka baik ke den Arya?"

Arya sebenarnya ragu. Selama ia hidup di rumah orangtua angkatnya, hanya terhitung jari ketika Arya diperlakukan baik oleh mereka. Selebihnya Arya tak pernah dianggap ada di keluarga ini.

"Den Arya malah bengong, keburu selesai tuh makannya. Pak Ferdi bawa makanan banyak juga dari luar, kayaknya enak banget. Den gak mau?"

Menghela napas panjang, Arya mengangguk lalu mengikuti Bi Sumi dari belakang menuju ruang makan. Ketika mereka sampai, suara tawa langsung mereda. 

Berganti menjadi keheningan yang mencekam karena sorot mata mereka begitu mengintimidasi Arya.

Arya tersenyum dan menyapa mereka semua. Namun tak ada jawaban dari mereka. Meski begitu Arya tetap duduk dan bersikap biasa saja. "Wah kayaknya enak nih." 

Tangan Arya tiba-tiba dipukul oleh sendok ketika hendak mengambil ayam goreng oleh Anjani.

"Suruh siapa kamu di sini?" Ketusnya. 

Barka memutar matanya. Selera makannya hilang ketika Arya duduk di hadapannya.

Ferdi berdehem, ia tak ingin tersulut emosi di hari yang indahnya ini. "Mending kamu ke kamar aja, Arya. Jangan ngerusak suasana." Suaranya tenang namun menusuk.

Bi Sumi yang berdiri di sudut ruangan merasa amat bersalah karena telah membujuk Arya untuk bergabung dengan mereka. 

Arya menggertakan giginya menahan emosi, jantungnya mencelos dan tangannya yang berada di balik meja terkepal.

"Gue gak mau semeja sama anak pungut." Celetuk Barka yang tengah bersedekap tangan. Menatap remeh Arya yang lebih tua darinya.

"Pergi, Arya." Usir Anjani sekali lagi.

Matanya memanas bersamaan dengan hatinya yang terluka. Arya akhirnya berdiri dengan senyum yang masih ia paksakan untuk terukir di wajahnya. 

Bertemu Bi Sumi yang menatap sendu Arya, pemuda itu kembali tersenyum dan berlalu tanpa suara.

"Maafin, bibi, den." Lirih Bi Sumi menatap punggung Arya.

Arya terus mengepalkan tangannya kuat sampai urat-uratnya terlihat. Langkahnya semakin cepat menuju kamar yang berada di ujung lorong. 

BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang