Wanita dalam baju zirah

27.9K 2.6K 156
                                    

Tadi malam eke ketidoran wkwkkwkw. Maapin yak. 🤧

👑



Halamara menatap kejauhan dimana ratusan ribu prajurit berbaris dengan tombak dan pedang teracung. Panji-panji Negeri Barat berkibar. Simbolnya mendatangkan gentar. Baju zirah dan tameng memantulkan cahaya matahari yang membakar ubun-ubun.

Ini adalah musim dingin di timur, tapi rupanya peperangan membawa serta badai panas dari barat yang siap membakar mereka semua.

Halamara menelan ludah. Ia dan rakyatnya datang untuk dihabisi. Dan masalahnya mereka tak memiliki tempat untuk bersembunyi.

Setelah Sang Kaisar mengirim pasukan dari Akhlas, Negeri Kranny kehilangan lebih dari setengah prajurit miliknya. Dan setengah lagi dari sisa itu adalah prajurit yang terluka parah dan tak mampu untuk ikut berperang kembali.

Benteng merah mereka telah ditembus. Dan kini prajurit Sang Kaisar tengah menuju istana timur. Hanya padang rumput dekat gununglah yang membatasi pasukan Negeri Barat dan istana. Dan setiap detiknya mereka semakin mendekat. Tinggal menunggu aba-aba dari Panglima Besar tertinggi Negeri Barat, maka ratusan ribu pasukan itu akan siap menggempur.


Jika tak segera melakukan sesuatu, Halamara tahu bahwa pasukan mereka yang kalah jumlah serta kekuatan, pasti tertembus dan tembok kota akan hancur dalam sekejap.

Kekuataan Negeri Barat bukan hanya sebuah legenda, tapi kini menjelma menjadi malaikat maut di hadapan Halamara.

Suara derap kuda mendekat tak membuat Halamara menoleh. Ia tahu telah melakukan sebuah tindakan gegabah dengan berdiri di garda terdepan pertempuran maha dahsyat ini. Namun, Sang Putri tak memiliki pilihan.

Ayahnya sudah tak bisa bangun dari pembaringan. Sedangkan saudaranya menjadi pecundang yang memilih kabur daripada menghadapi konsekuensi dari tindakan bejatnya.

Halamara menjadi satu-satunya yang tersisa. Tameng untuk ayahanda dan rakyatnya yang sudah menderita. Halamara tak bisa membiarkan negeri mereka masuk dalam kitab sejarah sebagai negeri kecil yang dipimpin pecundang dan ditumpas begitu saja.

"Tuan Putri, Yang Mulia tak harusnya berada di sini."


Mata hijau wanita itu berpendar dari balik helm besinya. Angin terasa berusaha membakar kulitnya. "Lalu aku harus berada di mana, Panglima?"

"Tuan Putri bisa menemani Yang Mulia Raja. Di istana."

"Maksudmu bersembunyi sementara kalian di sini dibantai sampai habis?"

"Tuan Putri ...."

"Aku yang tersisa dari Kranny, Panglima. Akulah kesempatan terakhir kalian untuk menghentikan peperangan tanpa kemungkinan menang ini."

"Apa maksud Yang Mulia?"

Halamara melepas helmnya, menyerahkan pada Sang Panglima yang menatapnya kebingungan juga takut. "Cukup tunggu perintahku."

"Yang Mulia ...."

Halamara tak menunggu kalimat Sang Panglima berakhir. Ia merebut panji dari tangan salah satu prajurit yang mengiringinya tadi. Lalu gadis itu memacu kudanya, memasuki medan tempur yang terbentang. Rambut merah Sang Putri tergerai, sewarna dengan bendera di tangan kirinya berkibar menembus angin.

Sang RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang